Judul Asli : THANKS FOR THE MEMORIES
Copyright © 2008 by Cecilia
Ahern
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa :
Nurkinanti Laraskusuma
Cover by eMTe
Cetakan I :
Februari 2012 ; 496 hlm
Rate : 4 of 5
Rate : 4 of 5
Prolog :
Justin
terlambat memasuki kuliah di Trinity College, Dublin , Irlandia, di mana ia
sebagai dosen tamu yang akan mengajarkan tentang Sejarah Arsitektur. Bukan
hanya terlambat, ia juga mendapati ruang kuliahnya digunakan oleh Dr. Sarah
Fields yang sedang gencar melakukan kampanye agar setiap orang bersedia
mendonorkan darahnya. Dan Justin terjebak – tak mampu mengelak dari ajakan
gencar Sarah Fields yang cukup menarik. Maka meski Justin takut setangah mati
dengan bayangan jarum menusuk tubuhnya, ia akhirnya mendonorkan darahnya.
“Kau tahu apa yang dikatakan dokter baik hati itu tentang donor darah ? Bahwa sumbangan itu anonim terhadap si penerima. Jadi apa gunanya menyelamatkan hidup seseorang kalau mereka bahkan tidak tahu kaulah yang menyelamatkan mereka ?” ( p. 34 )
“Seperti salah satu tradisi Cina itu : ketika seseorang menyelamatkan nyawamu, selamanya kau berhutang budi kepada mereka. Mungkin menyenangkan ada orang yang mengikutimu setiap hari ; memberi sekeranjang muffin kayu manis di luar pintu depamu dengan kartu bertuliskan : Terima Kasih karena telah menyelamatkan nyawaku! Lalu kapan pun kau butuh bantuan seperti mengambil pakaian dari dry cleaning, atau mengantarkan surat kabar beserta kopi ke depan pintu setiap pagi ; menyediakan mobil lengkap dengan sopir untuk keperluan pribadi ; mendapat tiket opera baris terdepan...” ( p. 34-35 )
Sinopsis :
Justin
Hitchcock – seorang duda cerai dengan seorang putri, memilih pindah ke London
dari Amerika agar bisa senantiasa berkomunikasi dengan anaknya. Bekerja sebagai
kurator di London Nasional Gallery,
penulis buku, artikel serta jurnal, serta sebagai dosen tamu di sebuah
universitas di Irlandia. Ia seorang pria yang cerdas dan periang, baru berusia
43 tahun, tampan dan menarik, menjalani kehidupan single-nya dengan tenang,
menjalin hubungan baik dengan putrinya tersayang : Bea – gadis remaja berusia
18 tahun.
Joyce Conway –
menjalani sebuah pernikahan yang semula penuh gairah, namun mulai meredup
bahkan kehilangan rasa cinta di antara keduanya, hingga setelah empat tahun
berusaha, Joyce hamil. Kehamilannya membawa sebuah pengharapan untuk menyatukan
penikahan mereka, hingga pada suatu hari Joyce mengalami kecelakaan, nyaris
tewas akibat pendarahan hebat seandainya saja Henry Conway – tidak sedang
mengunjungi putrinya dan mendapati dirinya terkapar pingsan di bawah tangga rumahnya.
Meski nyawanya tertolong, namun bayi yang baru berusia 4 bulan dalam
kandungannya tak dapat diselamatkan, demikian pula pernikahan Joyce dengan Conor.
Maka pada usia 33 tahun, ia kembali ke rumah orang tuanya, hidup bersama
ayahnya di Dublin, Irlandia.
Wanita itu merasa gelisah dalam taksi yang membawanya pulang dari rumah sakit. Celoteh sang ayah tertangkap sebagian, dan di tengah jalan ia melihat sesuatu. Salon. Ia harus memotong rambutnya. “Tolong berhenti disini.” “Apa yang kau lakukan Joyce ?” “Tunggu di mobil Dad. Sepuluh menit saja. Aku hanya ingin potong rambut sebentar. Aku tidak tahan lagi.” Sebuah taksi di depannya juga menepi. Seorang pria keluar dari taksi itu. Pria itu tampak akrab dan ada sebuah perasaan bahwa mereka telah saling mengenal. Keduanya berhenti dan saling menatap selama beberapa saat. Momen yang tidak biasa itu membuat bulu kuduk wanita itu meremang. Bersama mereka memasuki salon. Keduanya minta segera dipotong pendek rambut masing-masing dan tidak mau terlalu lama karena ditunggu oleh taksi di luar. Setelah selesai, keduanya berpisah menuju tujuan masing-masing, tanpa kenal dan tanpa tahu nama, hanya wajah serta perasaan ‘familier’ yang aneh.
Kemudian
pertemuan yang aneh dan janggal terjadi di antara keduanya. Bertabrakan tanpa
sengaja, bertukar tatapan di kejauhan di antara kerumunan, atau saat melihat
televisi ternyata salah satu di antara mereka muncul di sana. Meski hanya
tatapan dan pertemuan singkat, semuanya memberikan perasaan aneh, kerinduan
serta keinginan untuk bisa lebih mengenal, lebih dekat, namun selalu ada
halangan dan hambatan yang mempersulit. Dan berbagai perubahan dalam diri
masing-masing, perubahan yang membuat mereka seakan menjadi sosok yang berbeda,
membuat keluarga dan teman dekat mereka bertanya-tanya ...
“Jadi mungkin kau mengenal perempuan itu,” tanya Al, adik Justin yang berkunjung ke London bersama istrinya Doris. “Tidak, tidak, ini yang sedang berusaha kujelaskan. Seolah-olah aku mengenalnya, tapi pada saat bersamaan aku sama sekali tidak mengenalnya.” “Aku tidak bisa menemukan makanan di sini,” Doris menyela. “Ayo kita makan di luar sekarang. Aku sedang ingin makan steak,” jawab Justin.
“Tapi kau kan vegetarian, Joyce.” Conor memandangku seolah-olah sudah gila. “Aku bukan vegetarian, Conor, hanya tidak suka makan daging merah.” “Tapi kau baru saja memesan steak setengah mentah !”
“Kau saja yang mencicipinya,” Al berkata kepada Justin. “Ini anggur pilihanmu.” “Aku menemukan anggur Sancerre 1998 ini ketika pergi ke Prancis bersama Jennifer bertahun-tahun yang lalu,” Justin menjelaskan. “Pada suatu malam di Paris, kami menemukan restoran kecil dengan menu masakan ikan di suatu gang berbatu di Montmatre, dan si pelayan mengusulkan kami memesan Sancerre.”
Conor menatapku dengan wajah membeku. “Montmartre ? Joyce, kau kan belum pernah ke Paris. Bagaimana kau bisa tahu begitu banyak tentang anggur? Dan siapa pula Jennifer itu ? Joyce kau membuatku takut. Dan kau tidak suka anchovy lagi sekarang ?” tanya Conor sembari menunjuk gundukan anchovy di piringku.
“Buat aku saja, bro,” ujar Al sambil mengangkat piringnya mendekati piring Justin. “Aku suka sekali. Bagaimana kau bisa makan Caesar Salad tanpa anchovy, aku tak habis pikir.” “Nah, Doris menanyakan wanita yang kau tiduri semalam.” “Al !” Justin tersedak hebat.
“Joyce, kau tidak apa-apa,” tanya Conor dengan khawatir. Aku terbatuk-batuk hebat sampai tak bisa menarik napas. Mataku penuh dengan air mata yang mengalir di wajah. Aku berdiri dengan panik, menjungkirbalikkan kursi.
“Al, Al, lakukan sesuatu.” Doris panik. “Wajahnya sudah ungu.” Al melepas serbet dari kerah, lalu dengan tenang meletakkannya di meja. Ia berdiri dan menempatkan diri di belakang abangnya. Ia memeluk pinggang Justin, kemudian memompa perutnya dengan kuat, dan pada dorongan kedua, makanan yang tersangkut, terlempar keluar dari kerongkongan Justin.
... dan
keduanya kembali bernafas dengan lega, seorang pria yang bersantap dengan
keluarganya di London, Inggris ; dan seorang wanita dengan suaminya di Dublin,
Irlandia ...
Kesan :
When I pick-up
this book from the bookshelf, I’m just curious about this story, is it about ‘organ-donor’
or there’s something else ? I never read Cecilia Ahern’s before, so what a
surprise that I really like reading it and rather enjoy ... very...very much.
It’s written with such a hillarious-funny, makes you smile and laugh many
times, but yet also ‘message’ – slipped away in those pages, touch me deep in
my heart.
It’s not a
heavy readings but don’t under estimated the essence of the story. Through
Joyce and Justin character, their life going up and down, love-hate-feeling
empty inside, can find anything to be hold of, but somewhere ... maybe so far
away, or maybe close, so close in front of yourself, there’s something –
someone, who mean to yours. It’s not such a ‘clice’ love-story, it’s a reality,
who knows it might happen to you or me (^o^)
P.S. I falling
love with Henry Conway – Joyce father, he’s so funny-lightfull character,
sometime so childish, sometime became an old-grumpy man, but everyone could see
he is such loving father and loving husband. You should read his adventure just
to be with his daughter who began to pick-up her life that falling apart. Going
tour with Vikings, walking, ride a bus (which he rather rarely doing it after
her wife died) ... and very-very funny story when he ‘brave’ his heart go
flying with plane, not just because he very afraid that the plane going to
falling-down, but just check his behavior through scanner, he resist not to ‘give’
his belonging on the machine ... hohoho, reminds me a little bit when accompany
my parents when they going on the first flying *and on International Airport
too (^_^)
Tentang Penulis
:
Cecilia Ahern lahir pada tanggal 30 September 1981. Sebelum terjun
ke karier menulis di tahun 2004, Cecilia Ahern menyelesaikan studinya di bidang jurnalisme
dan studi media. Saat ini Cecilia tinggal di dublin, Irlandia bersama dengan pasangannya David Keoghan dan kedua anaknya.
Novel pertamanya PS, I Love You – telah terjual jutaan kopi,
dan selama beberapa waktu bertengger di puncak buku terlaris. Novel tersebut
juga sudah difilmkan dibintangi oleh Hilary Swank dan Gerard Butler.
Novelnya yang kedua Where Rainbow Ends menduduki
posisi pertama di Irlandia dan Inggris, memenangkan German CORINE Awards di
tahun 2005. Selain itu ia juga sebagai ‘co-creator’
dan produser serial komedi yang dikeluarkan oleh ABC Studios, berjudul “Samantha
Who” yang dibintangi oleh Christina Applegate, Jean Smart, Jennifer Esposito,
Barry Watson dan Kevin Dunn.
Dan saudara
kandung Cecilia, Georgina Ahern menikah
dengan Nicky Byrne – penyanyi dari grup musik Irlandia yang terkenal Weslife. Info selengkapnya silahkan kunjungi situsnya : www.cecilia-ahern.com
Best Regards,
* HobbyBuku *
* HobbyBuku *
Saya punya buku ini. Nggak tahu kenapa, tiap mulai baca, saya nggak pernah selesai. Padahal saya suka loh karya Ahern yang The Book of Tomorrow.... enchanted banget deh yang itu. Apa karena mungkin karakter di Thanks for the Memories jauh lebih dewasa ya? Hmmm...
ReplyDeletewah blm sempat baca yang book of tomorrow, tapi kisah yabg ini memang agak membingungkan awalnya karena pakai alur kilas-balik, maju mundur, tapi sampai pertengahan sudah mulai paham kok, dan menarik sampai ending :D
ReplyDeletesaya punya ebooknya,,tapi belum sempat semoga, lihat review-annya sih kayaknya keren ya,, tar coba baca ah :)
ReplyDelete