Books “KIDUNG YANG
INDAH”
Judul Asli : BEL CANTO
Text Copyright © Ann Patchett 2001
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : B. Sendra Tanuwidjaja
Cover by Eduard Iwan Mangopang
Cetakan I : Maret 2004 ; 496 hlm
Rate : 3 of 5
Mr. Hosokawa – pemilik dan pemimpin Nansei, sebuah perusahaan elektronik
terbesar di Jepang, tak pernah memperdulikan segala sesuatu yang berkaitan
dengan kemeriahan apalagi sebuah pesta, meskipun itu merupakan pesta peringatan
ulang tahunnya. Namun pada peringatan ke-53 tahun, beliau memutuskan secara
khusus datang jauh-jauh ke sebuah negara tak dikenal wilayah Amerika Selatan,
untuk menghadiri pesta ulang tahunnya. Negara yang secara ekonomi termasuk
urutan terbawah dalam perekonomian, bersedia menghambur-hamburkan dana yang
sangat besar demi membuat pesta bagi beliau, demi kelancaran proyek penawaran
kerjasama yang dipastikan jika disetujui akan membawa kemakmuran bagi negara
tersebut. Dan salah satu cara guna memastikan beliau bersedia hadir di acara
tersebut, adalah dengan mendatangkan Roxane Coss – penyanyi opera bertaraf
international asal Amerika dan juga merupakan favorit dari Mr. Hosokawa.
Pesta yang dihadiri oleh berbagai kalangan penting serta pejabat
pemerintahan, diadakan di kediaman Wakil Presiden Ruben Iglesias yang telah
mengalami perombakan total guna memukau ratusan undangan tanpa memperdulikan
besarnya biaya yang telah dikeluarkan, semuanya demi kepentingan negara. Dan
puncak acara akan ditutup oleh sang primadona Roxane Coss yang akan menyanyikan
lagu pilihan tamu kehormatan Mr. Katsumi Hosokawa. Ketika sang biduanita sedang
asyik memukau para pendengarnya, tiba-tiba seluruh lampu serta penerangan di
kediaman tersebut mendadak padam, kesunyian dan kegelapan menyelimuti para
undangan, tiada yang bisa menduga apa yang sedang terjadi hingga semuanya
terlambat. Segerombolan manusia tak dikenal dengan seragam serta penutup wajah,
bersenjatakan lengkap memasuki ruangan yang dipenuhi ratusan undangan. Mereka
mengaku sebagai pasukan pemberontak yang akan menyandera para tamu dan secara
khusus meminta agar sang Presiden : Mr. Matsuda untuk ditangkap dan dibawa
pergi sebelum pihak keamanan berhasil menerobos masuk.
Celaka dua belas, bagi para undangan sekaligus para teroris, karena
Presiden Matsuda ternyata tidak hadir di dalam pesta itu dan mengalihkan
tanggung jawab kepada wakilnya M. Iglesias. Alasan yang sebenarnya sungguh
mengejutkan bagi para undangan, walau bagi para staf negara tersebut, kelakuan
sang Presiden sudah diketahui dan dimaklumi sekian lamanya. Beliau tidak hadir
karena memilih untuk berada di rumahnya, menonton tayangan perdana telenovela
kesayangannya, alih-alih harus hadir dalam pesta menjamu orang-orang yang tak
ia kenal atau pedulikan. Para pemberontakan yang memiliki misi utama untuk
menyandera sang Presiden dan menuntut kebebasan sesama pejuang yang dipenjara,
dihadapkan pada situasi yang tak terduga. Karena kebingungan, situasi berbalik
menjadi aksi kekerasan, sesuatu yang semula hendak dihindari. Maka sebagai
pengganti sang Presiden, maka ratusan undangan dijadikan sandera guna memenuhi
misi utama.
Semenjak awal, ide kisah ini mengundang rasa penasaran, hendak dibawa
kemana perjalanan para karakter dalam kisah ini. Apa jadinya jika para teroris
harus berkumpul dan hidup selama berbulan-bulan dengan para sanderanya ?
Uniknya, meski secara sekilas kisah ini menjanjikan sebuah petualangan yang
penuh ketegangan serta kekerasan, penulis justru memilih menyoroti tema dampak perkembangan
psikologis dari beberapa karakter. Para pemberontak yang mirip dengan teroris
justru menolak menyamakan diri mereka sebagai gerombolan liar yang kejam dan
tidak manusiawi, karena mereka ‘tidak-akan’ dengan sengaja menghabisi nyawa
seseorang tanpa alasan yang jelas. Dan karena alasan ini pula mereka memutuskan
membebaskan sebagian besar sandera wanita serta ank-anak atau orang-orang yang
menderita penyakit, dan meninggalkan 39 pria serta 1 orang wanita, yaitu Roxane
Coss. Satu-satu alasan mengapa Roxane Coss tetap ditahan tidak lain karena
kekuatan nyanyian yang dilakukan menjelang akhir pesta, telah memukau para
pendengar lain, para pemberontak yang juga bersembunyi di sekeliling kediaman
sang Wakil Presiden, sebelum mereka menyerbu ke dalam.
Judul ‘Bel Canto’ yang berarti ‘beautiful singing’ atau diterjemahkan
menjadi ‘kidung yang indah’ merupakan inti dari kisah yang cukup panjang.
Sebuah aksi kekerasan telah terjadi, meski diusahakan tidak melukai atau
menyakiti siapa pun, korban jiwa terjadi,
nyawa melayang dan beberapa mengalami luka fisik serta luka batin.
Melalui nyanyian serta kekuatan suara dan bakat yang luar biasa, para manusia
yang berbeda karakter serta latar belakang, bahkan tidak memahami bahasa satu
dengan lainnya, namun merekea semua mampu memahami keindahan sebuah musik serta
nyanyian. Dengan menggunakan dua sosok karakter yang berbeda, yang satu seorang
wanita yang tidak cantik namun memiliki aura serta kemampuan menghipnotis
seluruh pendengarnya dan memuja dirinya bagai sosok malaikat, sedangkan yang
lain sosok pemuda keturunan Jepang yang memiliki kemampuan berbahasa lebh dari
satu macam, yang membuatnya menjadi ‘penghubung’ yang sangat dibutuhkan oleh
berbagai pihak yang terkurung bersama-sama selama berbulan-bulan. Sebagai ahli
bahasa yang baik, pemuda ini memiliki kemampuan menjadi pendengar yang baik,
sehingga siapa saja termasuk pasukan pemberontak menyukai dirinya.
Kedua manusia yang memiliki kemampuan lebih dalam dunia komunikasi ini
saling melengkapi dan ketika tiba saatnya untuk menghadapi kenyataan pahit
serta tragis, mampukah mereka meraih kembali jiwa-jiwa yang tertinggal dan
hilang, lenyap begitu saja ?
Melalui narasi yang dituturkan oleh sosok Gen
Watanabe – asisten dan penerjemah Mr. Hosokawa, pembaca akan dibawa untuk
menyelami gejolak serta kemelut yang melanda hati serta pikiran orang-orang
yang tak saling mengenal namun harus hidup bersama dalam pengasingan
(pengurungan). Meski kejadian ini sedikit janggal dengan situasi serta kondisi
akan penyanderaan dan negosiasi yang memakan waktu 4 bulan lamanya, penulis
berusaha untuk memberikan alternatif lain tentang komunitas yang terjadi secara
darurat. Seiring dengan perjalanan waktu, pihak lawan serta kawan semakin
tipis, hingga nyaris tak ada perbedaan diantara keduanya. Semuanya menjadi
kenalan bahkan sahabat yang cukup erat, saling menyayangi dan mengasihi satu
sama lain. Namun bagaimana dengan dunia luar, apakah mereka siap menerima
perubahan yang telah terjadi pada para penghuni yang terperangkap bersama-sama berbulan-bulan
ini ? Dengan ending yang cukup mengejutkan serta dramatis, kisah ini mengundang
rasa sentimentil serta penghargaan akan nilai-nilai kehidupan setelah melalui
cobaan berat.
Tentang Penulis :
Ann Patchett, lahir pada tanggal 2 Desember 1963 di Los Angeles,
California, seorang penulis asal Amerika dengan karya-karyanya yang terkenal
seperti Run, The Patron Saints of the Liars, Taft dan The Magician’s Assistant
yang mendapat nominasi penghargaan Orange Prize. Dan novelnya Bel Canto
memenangkan penghargaan Orange Prize for Fiction dan PEN/ Faulkner Award di
tahun 2002. Ann juga menerima penghargaan Guggenheim Fellowship serta Nashville
Banner Tennessee Writer of the Year Award di tahun 1994.
[ more about the author and her related works, check on here : Ann Patchett | on Wikipedia | Bel Canto ]
Best Regards,
* Hobby Buku *
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/