Judul Asli : THE READER
Penulis : Bernhard
Schlink
Copyright © 1995 by Diogenes
Verlag Ag, Zurich
Penerbit : Elex
Media Komputindo
Alih Bahasa :
Fransiska Paula Imelda Alexandria Tobing
Cetakan I :
Juni 2012 ; 228 hlm
Rate : 4 of 5
Rate : 4 of 5
[ "Resensi buku ini dibuat dalam rangka ikut berpartisipasi dalam Lomba Resensi Buku ReadingWalk.com" | source from Reading Walk's Library ]
Michael Berg baru berusia lima belas tahun saat ia memperoleh suatu pengalaman yang akan merubah seluruh kehidupan masa depannya. Sebagai seorang bocah yang sakit-sakitan sehingga harus menjalani istirahat panjang di rumah, terpaksa tertinggal dalam pelajaran, membuat dirinya kesepian dan tidak mampu bersosialisasi dengan baik terhadap teman-teman sebayanya. Kehidupan keluarganya yang berjalan apa adanya, merupakan tipikal keluarga kelas menengah ke bawah setelah era Perang Dunia. Tidak kekurangan, namun juga tidak mampu mendapatkan sesuatu yang lebih. Michael sudah hampir bosan dengan ‘cuti-liburan’ yang dijalaninya, namun suatu hari dalam perjalanan panjang berkeliling kota menghabiskan waktu, ia mendapati dirinya hampir pingsan dan muntah-muntah di tengah jalan ... untunglah seorang wanita bergegas menghampiri dan menolongnya dengan sigap dan penuh perhatian.
Michael Berg baru berusia lima belas tahun saat ia memperoleh suatu pengalaman yang akan merubah seluruh kehidupan masa depannya. Sebagai seorang bocah yang sakit-sakitan sehingga harus menjalani istirahat panjang di rumah, terpaksa tertinggal dalam pelajaran, membuat dirinya kesepian dan tidak mampu bersosialisasi dengan baik terhadap teman-teman sebayanya. Kehidupan keluarganya yang berjalan apa adanya, merupakan tipikal keluarga kelas menengah ke bawah setelah era Perang Dunia. Tidak kekurangan, namun juga tidak mampu mendapatkan sesuatu yang lebih. Michael sudah hampir bosan dengan ‘cuti-liburan’ yang dijalaninya, namun suatu hari dalam perjalanan panjang berkeliling kota menghabiskan waktu, ia mendapati dirinya hampir pingsan dan muntah-muntah di tengah jalan ... untunglah seorang wanita bergegas menghampiri dan menolongnya dengan sigap dan penuh perhatian.
Wanita itu
orang asing, yang tak pernah ia kenal, dan ia pun tak mengenal Michael. Namun
pertemuan pertama kali itu membawa mereka pada pertemuan kedua, di mana Michael
(yang telah bercerita kisahnya pada sang ibu, menasehatinya untuk datang dan
berterima kasih atas bantuannya, sebagaimana layaknya ajaran balas-budi yang
senantiasa didengungkan kepada anak-anaknya), datang ke kediamannya bertujuan
mengucapkan terima kasih. Dan saat itulah Michael melihat adegan yang membekas
di benaknya, adegan wanita yang dikenalnya sebagai Frau Schmitz sedang berganti
pakaian rumah dengan pakaian bepergian. Bukan sebuah adegan erotis namun bagi
pemuda yang sejak pertama kali bertemu telah terpesona pada wanita ini, setiap
gerakan wanita ini seakan terekam dalam gerakan lambat di pikirannya,
membuatnya selalu ingin memutar-ulang per adegan, melihat wanita ini dari
berbagai sudut yang menarik baginya.
Pertemuan kedua
dan adegan ‘erotis’ itu membuat Michael merasa malu sekaligus penasaran. Ia
segera melarikan diri saat mengetahui wanita itu memergoki dirinya sedang
menatap dengan pandangan ‘yang tak-mampu dijelaskan tapi langsung bisa
dipahami’ ... Michael tak berani kembali, tapi ia tak mampu mengenyahkan
bayangan wanita itu, setiap saat ia melamun dan termangu, tidur pun gelisah
dengan mimpi-mimpi yang tak dapat ia jelaskan, dan semakin malu saat mendapati
dirinya bangun dengan celana piama yang basah dan bernoda. Ia bingung harus
bercerita pada siapa. Ibu, kakak perempuan bahkan pastor pembimbingnya selalu
merupakan teman curahan hati, tapi kali ini ia tahu bahwa hal seperti ini tidak
mungkin ia ceritakan kepada mereka. Dengan sang ayah, hubungan mereka tak
pernah dekat, apalagi saudara laki-lakinya yang selalu mengganggu dirinya.
Maka setelah
sekian lama menunggu, hari demi hari terlewati, Michael mendapati dirinya
berada di depan kediaman wanita itu kembali, menunggu dirinya di depan pintu.
Saat wanita itu akhirnya muncul dalam keadaan lelah sepulang dari pekerjaan,
hati Michael terasa ‘aneh’, tapi ia langsung melaksanakan permintaan wanita itu
saat ia minta bantuan mengangkut tumpukan batu bara di gudang bawah untuk
dibawa ke kamar wanita itu (keterangan : ia tinggal di gedung apartemen). Saat
melihat Michael berhasil membawa ember berisi tumpukan batu bara dengan tubuh
dan pakaian serba hitam (terjadi kecelakaan ketika Michael berusaha mengambil
tumpukan itu hingga ia tertimbun), Frau Schmidt tak mampu mengendalikan
tawanya. Melihat Michael tampak malu, ia segera menghibur dan menyuruh bocah
itu melepas pakaiannya dan membersihkan diri di kamar mandi.
Dan saat inilah
terjadi suatu adegan yang akan membawa kedua insan yang berbeda usia, namun
bisa merasakan adanya daya tarik antara satu sama lain. Bisa dikatakan sebagai
sebuah hubungan terlarang, namun ibarat dua makhluk yang sama-sama ‘kehausan’
akan sesuatu, mereka menemukan sumber pelepas dahaga pada diri
masing-masing.
“Aku takut : untuk menyentuhnya, untuk menciumnya. Aku takut tidak bisa menyenangkan atau memuaskannya. Tapi ketika kami saling berpelukan sejenak, ketika aku mencium aroma tubuhnya dan merasakan kehangatan serta kekuatannya, seketika semua berjalan dengan sendiriny. Kujelajahi tubuhnya dengan tangan dan bibirku, bibir kami bertemu, lalu ia telah berada di atasku, menatap mataku sampai aku bisa merasakannya dan menutup mataku rapat-rapat, berusaha menguasai diri, dan setelahnya aku menjerit keras-keras sampai ia harus membekap mulutku dengan tangannya.” ( from The Reader by Berhard Schlink | p. 26 – 27 )
Hubungan antara
Michael dan wanita yang berusia dua kali lipat dari remaja ini, berlanjut
dengan pertemuan rutin. Mudah diduga bahwa remaja ini sudah jatuh-cinta dan
bersedia melakukan apa saja demi menyenangkan hati wanita yang kemudian
diketahui bernama Hanna Schmitz. Bahkan ketika wanita ini selalu menghindar
jika menyangkut masa lalunya, atau tentang keluarganya. Michael tidak berani
memaksa terlalu jauh, tapi ia berusaha mencari cara-cara baru guna menyenangkan
hati Hanna (selain masalah tidur-bersama tentunya), dan kesempatan itu datang
pada suatu waktu ketika ia membaca bukunya keras-keras, ternyata Hanna tertarik,
dan semenjak itu menjadi sebuah rutinas bagi mereka berdua, setelah
‘aktifitas-bersama’ maka Michael akan membacakan kisah-kisah dari berbagai
macam buku kepada Hanna.
Kehidupan baru
yang dijalani oleh Michael membawa perubahan dalam dirinya. Ia menjadi sosok
yang lebih percaya diri, lebih ramah dan terbuka terhadap orang lain, sehingga
ia mulai memperoleh perhatian dari teman-teman sebayanya, baik laki-laki maupun
para gadis remaja. Bahkan Michael mendapati dirinya lebih memahami serta
bersedia memaafkan perlakuaan keluarganya yang senantiasa dikeluhkan selama
ini. Pada intinya, Michael menjadi sosok yang lebih positif dan bahagia.
Apalagi ia merasa hubungannya dengan Hanna semakin berkembang, mereka bukan
hanya bertemu di kediaman Hanna, wanita itu bahkan pernah berkunjung ke rumah
orang tuanya (tentunya saat rumah itu kosong, hanya ada mereka berdua),
berjalan-jalan berdua, pesiar menaiki sepeda bersama, semuanya melonjakkan
Impian Michael akan masa depan yang menjanjikan.
Hingga pada
suatu hari Michael mendatangi kediaman Hanna, hanya mendapati bahwa pintunya
tertutup dan terkunci. Ia menunggu sekian lamanya, dan hanya mendapati bahwa
Hanna telah keluar dari apartemennya, pindah entah kemana. Ia juga telah keluar
dari tempat kerjanya. Michael menelusuri berbagai jejak yang mengingatkannya
pada Hanna, tapi wanita ini seakan lenyap ditiup angin. Tiada satu pun yang
bisa menjadi pegangan bagi Michael, bahwa ada sosok wanita bernama Hanna yang
pernah hadir di dalam kehidupannya, semuanya hilang, hanya tinggal kenangan
yang ada dalam benaknya. Michael mengalami kemerosotan mental, ia kembali
menjadi pribadi yang tertutup, dingin, boleh dikatakan ‘mati-rasa’, menjalani
hari demi hari hanya sebagai rutinitas dan kewajiban tanpa adanya suatu hasrat
dan keinginan meluap tentang apa pun.
Michael Berg
tumbuh dari seorang remaja, menjadi pemuda hingga pria dewasa. Ia menjalani
kehidupan layaknya orang-orang normal, bersekolah, lulus, mencari pekerjaan,
mempunyai beberapa kekasih, hingga akhirnya memilih salah satu diantara mereka
untuk dinikahi dan memiliki seorang anak. Namun bagi mereka yang berhubungan
sangat dekat dan berusaha membina hubungan dengannya, mendapati bahwa Michael
tak mampu membuka diri dan hatinya bagi siapa pun. Bahkan sang istri pun akhirnya
meminta perpisahan, sebuah perceraian dalam usia pernikahan yang masih belia,
meninggalkan gadis cilik yang bertanya-tanya kenapa ayah dan ibunya tak bisa
bersama-sama lagi.
Dan dalam
menghadapi berbagai konflik di kehidupan pribadinya itu, Michael bertemu
kembali dengan Hanna Schmitz. Hanya saja kali ini mereka pada posisi yang
berseberangan. Hanna sebagai tersangka dalam persidangan yang mengadili para
penjaga kamp konsentrasi bangsa Yahudi yang ditahan dan dimusnahkan selama
pemerintahan Hitler. Dan Michael Berg adalah salah satu calon pengacara hukum
yang sedang menjalani studi kasus. Lewat persidangan dan proses yang
berkepanjangan ini, akhirnya Michael lebih mengenal dan memahami sosok wanita
bernama Hanna Schmitz, dan mengapa ia memilih berbagai jalan yang justru
menjerumuskan dirinya sendiri pada sebuah kehancuran.
Kesan :
Saat pertama
kali mendengar bahwa terjemahan buku ini akan segera rilis, kucoba mencari
sedikit informasi tentang novel yang telah diadaptasi ke layar lebar dan menuai
berbagai kritik maupun penghargaan yang tidak sedikit. Berbagai media menyoroti
novel ini sebagai kisah hubungan antara seorang remaja pria dengan wanita yang
lebih dewasa, dan berkaitan dengan buku ... mmm, semakin membuat diriku menjadi
penasaran. Dan tanpa pernah menonton filmnya (untuk semua film adaptasi dari
sebuah novel, aku usahakan untuk membaca terlebih dahulu sebelum melihat
filmnya), akhirnya kubaca halaman demi halaman kisah ini.
Karakter
Michael Berg, berperan sebagai salah satu tokoh utama sekaligus sebagai narator
yang memberi gambaran pada pembaca perjalanan hidupnya hingga ia bersinggungan
dengan Hanna Schmitz. Berbeda dengan karya tulis lain yang mendapat sorotan
karena juga mengungkapkan masalah ‘hubungan tabu’ – anehnya diriku mendapati penuturan
sang penulis sangat-sangat bersih. Dalam artian, ia berusaha menyampaikan
secara jujur namun tidak membuat rasa risi ataupun jijik. Justru setelah
membaca paragraf tentang kebingungan Michael, ada sedikit rasa kasihan karena
diantara sekian banyak orang di sekelilingnya, ia justru merasa kesepian, tiada
seorang pun yang mampu menyelami hatinya atau memandang keberadaan dirinya.
Seiring dengan
perjalanan kisahnya, suatu rahasia yang jika Anda cukup ‘awas’ mencermati,
tentunya sudah mulai menduga-duga apakah rahasia itu. Namun sebagaimana telah
kusebutkan di atas, bahwa penulis berupaya menampilkan karakter masing-masing
secara ‘bersih dan jujur’ – dengan pengungkapan yang gamblang, maka pembaca
diajak ikut berpikir dan menyelami benak kedua tokoh utama dalam kisah ini, dan
apakah yang Anda lakukan jika dalam posisi mereka ? Jangan salah tafsir bahwa
ini sebagai ajakan untuk saling menyerang siapa yang benar, siapa yang salah.
Justru yang kudapati, penulis jelas-jelas menyampaikan bahwa tiada yang disebut
sebagai suatu kebenaran selain hal tersebut disetujui oleh mayoritas suara.
Contohnya saat
Hanna disalahkan sebagai pelaku pembakaran yang menewaskan para tawanan Yahudi,
bagi mayoritas suara, maka Hanna bersalah. Namun bagi Michael, hal itu justrus
menimbulkan pertanyaan, karena Hanna yang dikenalnya tak akan melakukan
tindakan seperti itu. Sedangkan bagi Hanna sendiri, ia jelas menolak mengakui
bahwa ia adalah satu-satunya yang melakukan, dalam arti ada pihak-pihak lain
yang juga berperan serta. Dari berbagai sudut pandang yang berbeda maka sebuah
keputusan yang tampak mudah, bersalah atau tidak bersalah, menjadi sebuah
pertanyaan yang sulit untuk dijawab dengan pasti.
“ – menunjuk pihak yang bersalah tidak membebaskan kami dari rasa malu itu, tapi setidaknya mengatasi penderitaan yang kami alami oleh karenanya. Itu mengubah penderitaan yang pasif atas rasa malu itu menjadi energi, aktifitas, dan penyerangan. Dan berpegang pada rasa bersalah orangtua kami sangatlah menguras energi. Aku tidak bisa menunjuk siapa pun. Terutama orang tuaku, karena aku tidak bisa menyalahkan mereka.”
Dengan memakai
latar belakang pendidikan di bidang hukum, penulis mampu memberikan suatu
‘keraguan’ yang terpapar lewat karakter Michael Berg. Seperti istilah hukum
yang terkenal ‘nobody proven guilty until
its says otherwise’. Tanpa memakai terlalu banyak idiom-idiom di bidang
hukum, penulis justru menyoroti sisi manusiawi pada masing-masing karakter,
baik maupun buruk. Jika boleh membagi perjalanan kisah ini, maka akan kubagi
menjadi 3 bagian, bagian awal pertemuan, bagian kedua perjalanan hidup, dan
yang ketiga yang sengaja tidak kusinggung lebih dalam, justru mengambil porsi
besar dalam membuat kita berpikir dan bolak-balik mempertanyakan kebenaran dari
kisah ini.
Semakin
memasuki babak ketiga, dimana kondisi Hanna yang terbelenggu secara fisik dalam
tahanan seumur hidup, justru mendapati secercah kebahagiaan dan kebebasan dalam
benaknya, melalui kaset-kaset bacaan yang dikirim oleh Michael. Dan bagaimana
melalui cara ini, Michael mendorong Hanna untuk memulai sesuatu yang
dirindukannya sekian lama, Hanna belajar membaca serta menulis. Bahkan membaca
paragraf ini, membuatku ‘terharu’ karena betapa penggambaran perjuangan seorang
wanita yang sekian lama berada dalam kegelapan dunia aksara berusaha meraih
cahaya yang ada...
Pada tahun keempat kontak kami yang panjang dan minim tulisan, aku mendapat sebuah sapaan. “Jungchen, cerita terakhir bagus sekali. Terima kasih. Hanna.” Kalau dilihat sekilas, mungkin orang mengira itu tulisan anak-anak. Aku bisa melihat perjuangan keras yang dilakukan Hanna untuk membentuk garis-garis menjadi huruf dan huruf membentuj kata. Tangan anak-anak akan melenceng ke sana-sini, dan harus dijaga tetap dalam barisan. Tangan Hanna tidak bergerak kemana-mana dan harus dipaksa. Garis-garis yang membentuk huruf diperbaiki lagi kalau terlalu panjang atau terlalu pendek, dan juga lengkungan dan goresannya. Setiap huruf adalah kemenangan melawan perjuangan, dan memiliki kemiringan atau kecueaman baru, dan sering juga dengan tinggi dan lebar yang salah. Aku membaca tulisan itu dan dipenuhi sukacita dan kegembiraan. “Ia bisa menulis, ia bisa menulis!”
Selama bertahun-tahun aku membaca segala sesuatu yang berkaitan dengan buta huruf. Aku tahu betapa putus asanya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, ketika mencari ajlan dan alamat, atau ketika memilih menu di restoran, tentang betapa kecemasan pada buta huruf untuk melakukan rutinitas yang terpola dan familiar, tentang betapa menguras energi untuk menutupi ketidakmampuan membaca dan menulis, energi yang terbuang sia-sia. Buta huruf adalah KETERGANTUNGAN. Dengan menemukan keberanian belajar membaca dan menulis, Hanna telah melangkah maju dari ketergantungan dan menuju kemandirian, suatu langkah menuju kemerdekaan.
Meski secara
keseluruhan novel ini cukup pendek, dan seharusnya bisa dikembangkan lagi lebih
lanjut, melihat betapa kompleks topik yang disajikan, namun penulis justru
menutup kisah ini dengan ending yang cukup mengejutkan. Sedangkan untuk diriku
pribadi, sebagai penikmat cerita, ini adalah kisah yang harus dibaca kemudian
renungkan sejenak, jangan terburu mengambil keputusan, kemudian ambil beberapa
bagian yang mampu menggerakkan hati Anda, gunakan sebagai pengingat bahwa
kehidupan yang kita jalani tidak lepas dari berbagai halangan, layaknya
karakter-karakter kisah ini. Dan sewaktu-waktu, Anda bisa kembali lagi membaca
dan menemukan berbagai hal baru, ide-ide baru serta nasehat yang bermanfaat. Ambillah
beberapa poin penting yang bisa menjadi pokok bahasan lebih dalam, atau sekedar
sebagai pemicu semangat saat kita menghadapi berbagai halangan dalam hidup ini.
Menutup kisah ini, tak heran baik kisah yang telah diadaptasi ke layar lebar,
mendapatkan penghargan atas peran Kate Winslet sebagai Hanna Schmitz, bahkan
menjadi buku pilihan dalam Oprah Book’s Club sebagai bacaan bersama.
Tentang Penulis
:
Berhard Schlink
lahir pada 6 Juli 1944 di Bielefeld. Ayahnya Edmund Schlink adalah warga negara
Jerman yang menikah dengan wanita berkebangsaan Swiss. Kedua orang tuanya
merupakan ahli theologi, namun akibat tekanan Nazi, maka ayahnya harus melepas
gelar serta pekerjaannya sebagai Profesor Akademis Theologi dan menjadi seorang
Pastur. Berhard mendalami bidang hukum
dan lulus dari West Berlin’s Free University pada tahun 1968.
Ia menjabat
sebagai hakim pengadilan negeri hingga tahun 1988 dan pada tahun 1992 menjabat
sebagai profesor mengajar tentang hukum publik dan filosofi hukum di Humboldt
University, Berlin. Pada Januari 2006 beliau pensiun dari jabatan di bidang
hukum yang sekian lama digelutinya.
Novel yang
pertama berupa serial detektif, dengan karakter utama bernama ‘Selbs’ (dalam
terjemahan bahasa Jerman berarti ‘self’) dan novelnya berjudul Selbs Justiz (Self’s Punishment / Main
Hakim Sendiri), ditulisnya bersama Walter Popp, disusul dengan novel-novel
kriminal lain yang beberapa di antaranya memenangkan penghargaan.
Novel Der Vorleser (The Reader / Sang Juru Baca) yang terbit tahun 1955 ini mendapatkan penghargaan nasional dan internasional. Novel ini mendapat tanggapan yang cukup ramai dari khalayak pembaca di Jerman maupun Amerika Serikat, dan telah diterjemahkan dalam 39 bahasa. The Reader juga merupakan satu-satunya novel Jerman yang berhasil menembus posisi no.1 dalam daftar New York Times Bestseller. Pada tahun 1997 The Reader memenangkan Hanz Fallada Prize – sebuah penghargaan tinggi di bidang literatur Jerman. Kumpulan cerita Liebesfluchten (Flights of Love / Pelarian Cinta) yang diterbitkan tahun 2000 menjadikannya penulis tenar di dunia internasional.
The Reader juga
diadaptasi ke layar lebar oleh sutradara Stephen Daldry pada tahun 2008 dan
mendapat lima nominasi penghargaan ajang Academy Award (penghargaan film yang
prestisius di kalangan perfilman Hollywood), dan memperoleh kemenangan mutlak
atas aktris Kate Winslet yang berperan sebagai Hanna Schmitz
Best Regards,
* Hobby Buku *
filmnya keren..novelnya belum punya :)
ReplyDeleteayo, dibeli dan dibaca bukunya bang Helvry :D jangan nonton doank haha...
Deletesemangat sekali mbak, nulisnya banyak
ReplyDeleteSoalnya bagus bang, klo nemu kisah bagus begini pengen cerita banyak dech :D
DeleteWow, lengkap bgt reviewnya. Nice review!
ReplyDeleteAku uda mau pinjem VCD filmnya tapi kayaknya mending baca novelnya dulu deh ya..
baca dulu Ky baru liat filmnya, dijamin lebih 'merasuk' dan paham soal karakter Hana (karena di film meskipun Kate mainnya bagus tapi ada perbedaan)
Deletefilmnya keren banget. kate winslet nya cantik n bagus mainnya.
ReplyDeletetapi novel nya belum baca. belum nemu di bandung. (sepertinya kurang gigih nyarinya) >.<
ini termasuk baru kok, terbitan pertengahan tahun ini, jadi pasti ada di toko buku :D
Deletepengen nonton pilmnyaah XD
ReplyDeletebaca bukunya dulu donk mbak Vina :D
Deletesempat tertarik dengan buku ini saat terpajang di katalog buku baru terbit-nya gramedia. dan ternyata nemu ulasan lengkapnya di sini.. hwaa. keren. makasih yaa :)
ReplyDeleteaku kenal the reader pertama kali dari film, itu juga saya belum nonton, soalnya waktu itu saya masih imut-imut dan teman nganggep ceritanya terlalu dewasa untuk saya tonton huahahaha...
ReplyDeletepas pertama kali muncul terjemahannya, sempat pengen karena kupikir jenisnya historical fiction, tapi setelah baca-baca review sepertinya porsi love story-nya lebih banyak ya
covernya manis dan reviewnya komplit banget :D
ReplyDeleteBelum lihat film dan baca bukunya, heheh.
ReplyDeleteaku baru aja pinjam novelnya yang berbahasa jerman "Der Vorleser" dari Goethe Institut, sebelum aku pusing bacanya (karena pake bahasa jerman hehe) aku cari tau dulu info novel ini di internet, dan nemu website ini :)
ReplyDeletekalau boleh tau "rahasia" yang dimaksud di dalam novel ini apa ya? :)
terimakasih :)