Judul Asli : ibuk,
Penulis : Iwan Setyawan
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Editor : Mirna Yulistianti
Proof Reader : Dwi Ayu Ningrum
Desain & Ilustrasi sampul : Itjuk Rahayu
Setter : Ayu Lestari
Cetakan I : Juni 2012 ; 296 hlm
Rate : 3,5 of 5
Pertama kali mendengar judul ini, sempat kusangka merupakan drama parodi
plesetan dari ‘e-book’ namun setelah ‘membaca’ judulnya lebih cermat, ternyata
merupakan kalimat dari sebuah panggilan akrab bagi seorang ibu, panggilan yang
sangat dikenal oleh masyarakat Jawa yaitu ‘ibuk, __’
Dalam waktu sebulan setelah rilis, buku ini bukan hanya memperoleh
respons yang sangat positif dari kalangan pembaca, bahkan mengalami cetak ulang
dalam tempo hanya sebulan. Rasa penasaran sempat menggugah keinginanku untuk
segera membuka buku ini dan membaca kisahnya, namun karena kesibukan dan lain
sebagainya, akhirnya baru pada bulan ini diriku berusaha menyempatkan diri
untuk berkelana dalam kisah yang memperoleh nominasi Khatulistiwa Literary
Award (KLA) 2012 ini.
Sebuah kisah tentang seorang wanita bernama Tinah dan seorang pria
bernama Sim, yang terikat jiwa satu sama lain dan bertekad menjalin bahtera
rumah tangga bersama, sehidup dan semati, dalam kesenangan maupun kesusahan.
Hidup seadanya dari nafkah Slim sebagai kenek angkot hingga akhirnya berhasil
memiliki angkot sendiri, ditambah dengan kelahiran putra-putri mereka, Tinah –
sang gadis lugu yang tidak tamat SD, tak pernah mengeluh hanya berusaha sekuat
tenaga membantu sang suami mengatur rumah tangga dan mencukupi kebutuhan
masing-masing anggota keluarganya.
Kisah ini mungkin terlihat sangat simple, tiada bedanya dengan
kisah-kisah lain, bahkan tidak seheboh memoar seorang wanita penemu, ilmuwan
atau sejarawan. Namun justru di sinilah kelebihan kisah yang merupakan
semi-biografi dari sang penulis sendiri. Kisah ini sangat sederhana karena
menggambarkan kehidupan nyata masyarakat umum terutama kalangan menengah
kebawah yang sangat jarang kita perhatikan. Masyarakat seperti ini hidup di
sekeliling kita, namun mereka menjadi sosok-sosok kasat-mata di hadapan mata
manusia. Coba kita perhatikan dalam keseharian, pernahkah kita berpikir
bagaimana kehidupan para pengemudi angkot yang kita tumpangi ? Bagaimana
kehidupan para penjual sayuran, pengemudi becak, penyapu jalanan, bahkan pemungut
sampah ?
Membaca kisah ini ibarat membuka kilas-balik kehidupan diriku, kembali
saat kanak-kanak. Saat Bayek merengek minta dibelikan sepatu, sedangkan Ibuk
hanya memiliki uang pinjaman kredit untuk membeli sepatu Nani yang sudah lepas,
terbayang bagaimana dulu semasa kecil diriku merengek minta dibelikan tas yang
serupa dengan teman-teman sekelas karena sedang trendi. Saat itu tentu saja
yang kupikirkan, alangkah senangnya jika punya orang tua kaya sehingga minta
apa pun langsung dikabulkan. Namun membaca kisah ini, rengekan yang tampak
serupa itu justru membuatku meneteskan air mata, ternyata sesusah-susahnya
kehidupan sederhana ala PNS, masih ada kehidupan lain yang lebih susah, hingga
untuk makan sehari-hari pun benar-benar sangat sulit.
“Bercermin Kembali” inilah yang kudapat dari membaca Ibuk, terlepas
dari keberhasilan sosok penulis yang tergambar lewat karakter Bayek sehingga ia
berhasil memperoleh pekerjaan di New York dan tentu saja dengan penghasilan
tinggi dan mengangkat kehidupan keluarganya satu per satu ke taraf yang lebih
tinggi, bukan keberhasilan dan pencapaian yang mampu menggerakkan hati manusia
lewat tangan para pembaca. Namun bagaimana proses yang harus dilalui untuk
akhirnya bisa memperoleh sebuah tujuan. Buku ini bukanlah sebuah akhir
melainkan awal perjuangan yang dirintis oleh sang penulis untuk menggugah hati
serta menggerakkan kesadaran bahwa ‘Hidup itu harus diperjuangkan’ – terutama melihat
berbagai kemudahan dan kenyamanan yang dinikmati oleh kaum muda di jaman
sekarang.
Satu kejadian yang menyentak kembali ingatanku, bagaimana komentar sang
Ibuk saat selesai membaca kisah ini : ‘ternyata hidup kita dulu sangat susah
ya?’ --- Ibuk tak pernah memandang kehidupannya sebagai suatu penderitaan
melainkan perjuangan untuk meraih cita-cita. Dan ini membuatku harus lebih
sering mengingat akan semua hal yang telah dilakukan oleh mama-ku, sepanjang
hidupnya mulai bangun subuh, mempersiapkan keempat anaknya dan suami, kemudian
berangkat ke kantornya, pulang menjelang petang, masih harus menyiapkan segala
keperluan keluarganya sebelum mengurus dirinya sendiri. Harus sering ku-ingat
terutama di kala sedang kesal maupun marah terhadap beliau, semua hal yang
telah dilakukannya selama bertahun-tahun demi keluarganya. Bersabar bukanlah
salah satu kekuatanku, namun lewat Ibuk, diajarkan ini justru merupakan kunci
menuju kesuksesan, disertai dengan keuletan dan tekad kuat.
Jika riwayat penciptaan manusia Adam adalah manusia pertama yang
diciptakan oleh Tuhan, sedangkan Hawa digambarkan sebagai pelengkap, maka peran
Hawa atau seorang Ibuk sungguh merupakan gambaran ujian kehidupan yang tak
terbayangkan. Kapan saja, di mana saja Anda merasa beban berat menimpa
kehidupan maupun pekerjaan yang Anda jalani, bacalah Ibuk, paling tidak akan
mengingatkan sejauh mana perjalanan para Ibuk membesarkan anak-anaknya, dan
tega-kah Anda sebagai seorang Anak mengecewakan Ibuk Anda dengan menyerah pada nasib atau mengambil jalan yang salah ??
Tentang Penulis :
Iwan Setyawan, lahir di Batu 2 Desember 1974. Lulusan terbaik fakultas MIPA IPB 1997
dari Jurusan Statistika ini bekerja selama tiga tahun di Jakarta sebagai
data analis di Nielsen dan Danareksa Research Institute. Ia selanjutnya
merambah karir di New York City selama 10 tahun. Pencinta yoga, sastra.
dan seni teater ini meninggalkan NYC Juni 2010 dengan posisi terakhir
sebagai Director, Internal Client Management di Nielsen Consumer
Research, New York. 9 Summers 10 Autumns adalah novel pertama yang
terinspirasi dari perjalanan hidupnya sebagai anak seorang sopir di Kota
Batu ke New York City. Buku pertamanya Melankoli Kota Batu berupa
kumpulan fotografi dan narasi puitis, didekasikan untuk Kota Batu. Iwan
saat ini tinggal di Batu, Jawa Timur.
[ source : website Gramedia Pustaka Utama ]
Best Regards,
* Hobby Buku *
Huwaaa Ibuk >.< Belum sempat baca ._.
ReplyDeleteBelum sempat baca >.<
ReplyDeleteBuku yang pertama udah baca dan sepertinya kurang lengkap kalau belum baca "Ibuk" :D
ReplyDeletemenyentuh:') yaah yang ngarang iwan setyawan sih pasti kece bgt bukunya:D
ReplyDelete