Books
“PRISONER OF GOD"
[“NERAKA DI RUMAH TUHAN”]
by Marita Conlon-McKenna
Penerbit Dastan
Books
Alih Bahasa :
Retno Wulandari
Editor : Yus
Arianto
Cetakan I :
Februari 2014 ; 336 hlm ; ISBN 978-602-247-153-0
Harga Normal :
Rp. 50.000,-
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
memiliki kebebasan dalam menentukan kehidupan yang akan dijalani, namun
kebebasan itu tidak sepenuhnya mampu menjamin kebahagiaan, terutama menyangkut
norma-norma sosial serta hierarki yang dibentuk masyarakat, bahwa lingkungan
menjadi salah satu unsur penentu, pada pilihan-pilihan yang tersedia bagi masa
depan setiap orang. Kehidupan Esther Doyle merupakan salah satu contoh
ketidak-adilan dalam masyarakat yang mempertahankan ‘budaya’ lama, memberikan
pengajaran serta penerapan hukum keras bagi mereka yang dianggap tidak sesuai
atau melennceng dari peraturan yang ditetapkan.
Irlandia merupakan ‘saudara tiri’ Inggris yang
bertahan sekian abad mempertahankan keyakinan pada Gereja Katolik Roma
alih-alih mengikuti perintah Gereja Kristen. Kepatuhan dan aturan baku
menempatkan posisi pastur serta para biarawati sebagai pilar di mana kesulitan
dalam kehidupan melanda mayoritas masyarakat, terutama kalangan menengah ke
bawah. Sayangnya, beberapa peraturan tidak lagi sesuai dengan perkembangan
jaman, terutama menyangkut peran serta kaum wanita dalam kehidupan sehari-hari.
Mengambil latar belakang pada pertengahan abad ke-19, sekitar tahun 1940-1950,
revolusi dan perang Eropa yang berkesinambungan, menyebabkan kesenjangan sosial
dalam masyarakat semakin membesar.
Connemara adalah kawasan pantai yang dihuni oleh
para nelayan, yang berjuang mati-matian untuk sekedar memperpanjang
kelangsungan hari demi hari. Komunitas yang terbentuk, semakin membesar seiring
dengan bertambahnya anggota keluarga, mengingat program KB belum menjangkau
kawasan miskin nan terpencil ini. Esther putri terbesar keluarga Doyle, dengan
kakak-kakak serta adik-adik yang harus ia bantu karena sang ibu tidak sanggup
mengurus seluruh pekerjaan rumaha tangga seorang diri. Desmot Doyle dulu pernah
menjadi nelayan yang membawa pulang hasil tangkapan berlimpah. Kini, bukan saja
ia jarang mendapat hasil, keuntungan sekecil apa pun habis untuk minum-minum,
dan istrinya hamil setiap saat.
Kehamilan terakhir Majella penuh perjuangan dan
proses melahirkan benar-benar nyaris membuatnya tewas akibat pendarahan hebat.
Keduanya selamat, walau bayi perempuan itu didiagnosa ‘cacat’ akibat kekurangan
oksigen saat terbelit tali pusar. Nora ‘Nonie’ Pat – merupakan kesayangan
Majella, Esther yang diserahi tanggung jawab mengurus adik bayinya, terutama
saat ia menyadari Nonie tidak akan pernah tumbuh layaknya anak normal. Bukan
hal yang mudah mengurus bocah ‘cacat mental’ namun Esther memiliki keteguhan
dan kesabaran untuk merawat serta membimbing Nonie. Tanpa pernah ada yang
menduga, bahwa masa depan Nonie benar-benar singkat, dan meluluh-lantakan
keluarga yang semenjak awal tidak mampu bersatu.
Kisah bergulir dengan impian romansa yang melanda
kaum remaja, dan menilik kondisi masyarakat Connemara, bisa ditebak bahwa
pilihan pasangan cukup terbatas. Esther gadis yang cerdas dan memimpikan
kehidupan yang jauh lebih baik daripada rumah tangga yang dijalankan oleh kedua
orang tuanya. Sayangnya, ia juga cukup naif untuk mempercayai pria asing, dan
menghiasi benaknya dengan mimpi-mimpi muluk bersama sang pujaan hatinya.
Kematian ayahnya yang dinyatakan tenggelam di lautan saat sedang berlayar,
justru memicu keinginannya memilih pasangan yang dirasa berbeda dengan sosok
ayah yang diam-diam ia benci. Dengan kebodohan layaknya gadis remaja, ia
termakan bujuk rayu hingga menyerahkan keperawanannya.
Esther hamil bersamaan dengan terungkapnya fakta
siapa gerangan Conor O’Hagan – pekerja pendatang yang terlibat skandal hubungan
gelap dengan majikannya. Fakta lain bahwa Conor tak bersedia bertanggung jawab,
meletakkan seluruh beban pada diri Esther. Saat ia berusaha mencari dukungan
serta bantuan, justru keluarganya, terutama sang ibu, melemparnya ‘keluar’
rumah dengan alasan bahwa ia telah mencemarkan nama baik keluarganya. Esther
menyadari bahwa kematian ayah mereka yang tak pernah bertanggung jawab, namun
anehnya memperoleh cinta sepenuh hati dari sang istri, disusul tragedi kematian
Nonie yang baru berusia 6 tahun, semuanya membuat Majella berubah total, dan
meletakan kesalahan pada diri Esther.
Apa yang terjadi pada gadis-gadis belia atau wanita
yang belum menikah tapi sudah hamil ? Hukum yang berlaku di masyarakat pada
masa itu sangat berat. Walau tentu saja mayoritas hal tersebut terjadi akibat
kaum pria yang seenaknya ‘bermain seks’ dengan wanita mana pun tanpa
perlindungan, yang mendapat cemooh dan hinaaan serta ‘label’ mencoreng nama
baik seumur hidup justru kaum wanita. Mereka dianggap sebagai pelacur, atau
wanita yang lebih rendah derajatnya dibandingkan pekerja seks. Alternatif untuk
menjalani masa kehamilan hingga kelahiran bayi tanpa ayah, disediakan oleh para
biarawati yang mengelola tempat penampungan yang dikenal sebagai ‘tempat
binatu’ atau dalam kisah ini, ‘Magdalen
Laundry’ (mengambil nama Maria Magdalena yang dijadikan citra wanita
penggoda oleh Gereja Katolik).
Penulis menuturkan bagaimana tempat tersebut jauh
dari fasilitas yang memberikan kenyamanan ataupun dukungan bagi kaum wanita
hamil yang belum menikah. Lebih tepat disebut sebagai tempat rehabilitasi bagi
mereka yang dianggap berdosa besar dan patut menjalani ‘hukuman’ untuk menebus
dosa-dosa tubuh. Mereka harus bekerja tanpa upah dalam usaha binatu yang dikelola
oleh para biarawati. Kerja fisik yang cukup keras, berat dan brutal mengingat
kondisi kesehatan mereka, tanpa dukungan fasilitas kesehatan yang memadai,
bahkan asupan nutrisi yang layak. Walau kaum wanita yang datang mayoritas
sukarela (karena tidak menemukan tempat lain), bukan berarti mereka bisa dengan
mudah keluar dari tempat itu usai melahirkan. Dan yang paling menyedihkan,
bayi-bayi yang terlahir sebagai anak haram, ini langsung dipindahkan ke
fasilitas lain di mana pasangan suami-istri lain mencari bayi-bayi untuk
diadopsi.
Secara keseluruhan, ini adalah kisah yang
menyedihkan dan menyayat hati. Sayangnya, pergulatan emosi yang mampu
menimbulkan empati diriku selaku pembaca, kurang bisa medapat respons yang
kuat. Penulis memilih memaparkan perjalanan kisah sosok Esther dan
wanita-wanita lain korban ketidak-adilan ini bagai ‘sekedar’ sekilas laporan
dari fakta-fakta yang telah terjadi. Datar – hampa – hanya mengulas lapisan
luar, apa sebenarnya yang dirasakan oleh mereka. Bahkan ending kisah ini pun terasa
‘menggantung’ dan diriku paling tidak menyukai akhir kisah tanpa penutup yang
jelas. Jika penulis hendak memberikan sekedar ‘laporan’ maka ini adalah tulisan
yang bagus, namun sebagai curahan perasaan yang seharusnya menggugah imajinasi
sekaligus nurani yang paling dalam, jujur harus kukatakan, tulisan ini lumayan
jauh dari pencapaian ... sesuatu yang patut disayangkan \(-__-)/ #iwantmore
Judul Asli : THE MAGDALEN
Copyright © 1999 by Marita Conlon-McKenna
Rate : 3 of 5
[ more about the author &
related works, just check at here : Maria
Conlon-McKenna | on
Goodreads | on
Wikipedia ]
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/