Books “DIBAWAH BENDERA MERAH”
Judul Asli : CHANGE
Copyright ©by Mo Yan 2010
English translation by Howard Goldblatt | published by Seagull Books, London, 2010
Penerbit Serambi
Alih Bahasa : Fahmy Yamani
Editor : Anton Kurnia
Penyelaras : Nadia Luwis
Pewajah Isi : Aniza Pujiati
Cetakan I : Juli 2013 ; 144 hlm ; ISBN 978-979-024-410-8
Nama Mo Yan mulai dikenal di awal tahun ini, setelah nama beliau disebut sebagai Pemenang Nobel Sastra 2012 lalu. Kemenangan penulis asal negeri China ini menimbulkan polemik tersendiri, dan masyarakat umum terutama kalangan dunia literatur terbagi dalam dua pendapat yang berbeda, yang semuanya mempermasalahan hal yang sama : Siapakah Mo Yan dan apakah beliau layak menerima penghargaan yang dianggap ‘prestisius’ di kalangan dunia literatur ? Apalagi mengingat lawan beliau dalam ajang perebutan penghargaan yang disertai dengan Hadiah bernilai tinggi, adalah penulis yang cukup terkenal di kalangan Internasional : Haruki Murakami dari Jepang.
Mo Yan adalah penulis asal China kedua yang menerima penghargaan ini. Sebelumnya di tahun 2000 telah diraih oleh penulis Gao Xingjian, namun karena beliau telah ‘keluar’ dari negari China sebagai protes terhadapa kebijakan pemerintahan komunis, dan memilih menetap dan menjadi warga negara di Prancis, bisa dikatakan Mo Yan merupakan penulis pertama asal China yang mendapatkan penghargaan yang mayoritas berada di ‘tangan’ para penulis Eropa. Mo Yan dikenal cukup kritis dalam menuliskan kehidupan serta perjuangan masyarakat China dalam pemerintahan komunis yang telah mengukir sejarah ‘kelam’ sekaligus perubahan besar pada negara serta penduduknya.
[ source ] |
Meski demikian, harus kuakui, ini adalah buku pertama karya beliau yang baru sempat kubaca. Tatkala melihat judul sampul depan bahwa ini adalah sebuah kisah otobiografi sang penulis, rasa penasaran sekaligus semangat tinggi ‘menggelitik’ diriku untuk segera mengetahui kisah sosok manusia yang sepak-terjangnya menjadi sorotan dunia Internasional. Dibuka dengan perjalanan kilas-balik beliau, pada masa sekolah dasar di desanya yang cukup kecil. Sebagai anak pemalu namun memiliki kecerdasan serta keinginan untuk belajar, bocah yang terlahir dengan nama Guan Moye di tahun 1955, tidak ingin menjadi petani seperti keluarganya.
Sistem pendidikan yang diatur dan dikendalikan secara otoriter oleh pemerintahan komunis, para pengajar yang melaksanakan tugasnya bagai petugas militer untuk mendidik kader-kader muda dengan disiplin tinggi sekaligus melakukan doktrinasi terhadap pola pikir mereka. Mo Yan menyinggung beberapa nama teman sekolah hingga guru yang sedikit banyak memiliki peran dalam perjalanan hidupnya. Seperti He Zhiwu – tipikal pemuda pemberontak yang berani melakukan ‘perlawanan’ terhadap perintah guru, hingga ia menjadi semacam ‘idola’ anak-anak lainnya. Lu Wenli – gadis menarik, juara lomba pingpong dan yang paling membuatnya terkenal, karena ayahnya seorang pengemudi truk Gaz 51 milik pertanian negara : sesuatu yang entah mengapa menjadi simbol yang mengsankan bagi anak laki-laki di wilayah itu.
[ source ] |
Ada pula Liu Tianguang – guru matematika, lelaki pendek dengan mulut luar biasa lebar hingga dijuluki Liu Kodok atau Liu si Mulut Besar oleh hampir seluruh siswa sekolah dibelakang sang guru. Ia pula yang membuat bocah Mo Yan dikeluarkan dari sekolah tanpa alasan jelas selain dianggap sebagai pembuat onar (namun Mo Yan cukup keras kepala untuk selalu kembali menyelinap masuk ke lokasi sekolah berkali-kali). Keinginan Mo Yan untuk belajar dan menyerap pengetahuan, menjadikan dirinya tetap memiliki keahlian khusus dalam seni menulis serta membaca, meski status pendidikannya belum cukup tinggi.
“Mengapa kami memainkan lagu ‘Di Timur Merah’ pada upacara pengibaran bendera alih-alih lagu kebangsaan? Karena orang yang menuliskan melodi dan lirik lagu kebangsaan telah menjadi sasaran serangan kampanye politik.” [ p. 23 ]
[ source ] |
Ketika dihadapkan pada pilihan masa depan, Mo Yan dipastikan tidak mau menjalani kehidupan biasa sebagai petani atau buruh pabrik. Namun peluang untuk mendapatkan posisi pekerjaan yang lebih tinggi, harus disertai status pendidikan yang dijalani di universitas. Permasalahannya, ujian penerimaan mahasiswa bukan didasarkan atas ujian pengetahuan serta kemampuan belaka, melainkan lebih kepada pemberian ‘jatah’ rekomendasi dari pihak berwenang bagi kaum petani miskin hingga menengah ke bawah. Bisa dikatakan, peluang Mo Yan untuk diterima di sebuah perguruan tinggi sangat kecil. Maka satu-satunya alternatif, ia mendaftarkan diri untuk bergabung dengan Tentara Pembebasan Rakyat. Setelah mencoba berulang-ulang, akhirnya ia diterima pada Februari 1976.
Kisah bergulir menuturkan perjalanan karir serta pilihan-pilihan kehidupan yang dilakukan oleh Mo Yang, yang pada akhirnya membawa dirinya menjalani dunia menulis. Melalui salah satu karyanya “Red Sorghum” (Sorgum Merah) yang meledak setelah dua tahun rilis karena adaptasi film yang dibuat oleh sutradara ternama Zhang Yimou, dengan memboyong Gong Li dan Jiang Wen sebagai pemain utama. Meski secara keseluruhan kisah ini ditulis sebagai sebuah memoar, mungkin lebih tepat dikatakan sebagai jurnal pribadi tentang kenangan masa lalu sang penulis disertai pandangan serta cuplikan pemikiran pribadinya, terutama menyangkut perubahan ‘iklim’ dari masa kanak-kanak dalam masa doktrinasi pemerintahan Komunis, hingga masa kini. Dimana pengaruh dunia luar (terutama pengaruh Barat) yang berusaha dibendung dan ditutup oleh pemerintah, mulai menunjukan pengaruh yang tidak sedikit.
“Peralihan budaya dari ‘semua orang terlibat dalam urusan setiap orang’ ke perlindungan privasi individu merupakan langkah maju bagi bangsa China.” [ p. 94 ]
[ source ] |
Sungguh menarik menyimak aneka sudut pandang beliau, beberapa tertulis ecara ‘tersirat’ namun tak jarang beliau menuliskan secara gamblang ‘opini’ terhadap kebijaksanaan serta perlakun semena-mena dari sistem Komunis, apakah itu dianggap ‘baik’ dan bermanfaat atau justru sebaliknya. Judul kisah ini adalah ‘Change’untuk edisi bahasa Inggris, kemungkinan mengacu pada perubahan kehidupan yang dijalani masyarakat China. Namun judul edisi terjemahan bahasa Indonesia ‘Dibawah Bendera Merah’ kurasa lebih cocok sebagai bukti-simbolis sekelumit perjalanan hidup anak manusia dari golongan bawah yang mampu menapak dan membuat peta kehidupannya sendiri hingga mengukir nama di dunia Internasional. Boleh jadi Mo Yan tak pernah bermimpi untuk ‘setenar’ ini, bisa ditangkap dari kisah awalnya, bahwa ia hanya ingin menjadi ‘pengemudi truk Gaz 51’ – namun tatkala Impian itu pun tak mampu diraihnya, ia segera beralih pada hal-hal lain yang bisa dan akan dilakukannya.
Satu hal yang pasti bisa dipetik dalam penggalan kisah kenangan masa lalu beliau ini, jangan pernah menyerah atau putus asa, karena jika ada tembok besar menghalangi langkahmu, carilah jalan keluar untuk menembusnya. Mo Yan bukanlah sosok yang secara fisik kuat, namun ia memiliki kecerdasan serta berhasil menggunakan kekuatan ‘pikirannya’ untuk mencapai kemajuan dalam bidang apa pun. Jika ada yang patut disayangkan dalam kisah ini, penulisannya berkesan sebagai ‘coretan-kenangan’ belaka alih-alih sebuah penulisan memoar yang lebih serius. Fakta-fakta sejarah sedikit sekali disinggung kecuali berhubungan dengan kenalan yang ia kenang. Dan kisah ini sangat pendek untuk merangkum perjalanan sosok Guan Moye hingga menjadi Mo Yan yang dikenal kini.
Tentang Penulis :
Mo Yan lahir pada tanggal 17 Februari 1955 di Gaomi, provinsi Shandong, China, dalam sebuah keluarga petani dan kini menetap di Beijing bersama keluarganya. Ia adalah pemenang Hadiah Nobel Sastra 2012. Di negerinya, ia dijuluki ‘penulis China paling terkenal yang kaeya-karyanya paling sering dilarang beredar’.
Mo Yan telah menulis ratusan cerpen serta banyak novel, sebagian telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, antara lain Red Sorghum (1986) ; The Garlic Ballads (1988) ; The Republic of Wine (1992) ; Big Breast and Wide Hipes (1995) ; Life and Death Wearing Me Out (2006) ; Frog (2011) ; dan Pow! (2013).
[ more about the author and related works, just check at here : Mo Yan | on Goodreads | His Works | Awards & Honours ]
Best Regards,
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/