Books “OKEI – KASIH TAK SAMPAI SEORANG SAMURAI”
Judul Asli : OKEI
Copyright © 1974 by Mitsugu Saotome
English translation by Kenneth J. Bryson by title ‘Okei – A Girl From The Provinces’ | published by Alma Books, London, 2008.
Penerbit Serambi
Alih Bahasa : Istiani Prajoko
Editor : Fenty Nadia Luwis
Pemeriksa Aksara : Diksi Dik
Pewajah Isi : Eri Ambardi
Cetakan I : Agustus 2013 ; 596 hlm ; ISBN 978-979-024-405-4
Okei baru berusia 15 tahun ketika ia pertama kali bertemu dengan sosok samurai muda yang kelak selalu memenuhi benak dan hatinya. Sebagai putri pertama dari keluarga pengrajin gentong kayu di wilayah Aizu-Wakamatsu, yang dipimpin oleh bangsawan Matsudaira Katamori – gubernur kehormatan dan masih memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan. Masyarakat Aizu yang berada jauh dari pusat kota, hidup dengan tenang tanpa menyadari adanya pergolakan politik serta ancaman adat-istiadat serta budaya yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka.
Di awali pada penghujung tahun 1862 menurut kalender Masehi, pemerintahan feodal Jepang yang tertata dalam susunan kabinet dimana ada pihak Kerajaan serta Sang Putra Langit sebagai sosok pemimpin dan harapan masyarakat Jepang, bekerjasama dengan Penguasa Shogun yang memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan serta pusat kekuatan militer negara, mulai mengalami guncangan. Masuknya pengaruh ‘dunia Barat’ yang tidak disukai oleh kaum feodal Kuno, semakin kuat ketika akhirnya mereka berhasil ‘mendekati’ Kaisar Jepang baru yang masih sangat muda.
[ source ] |
Kematian Kaisar secara mendadak menimbulkan kegelisahan serta kecurigaan di kalangan penguasa. Dan langkah Kaisar Baru yang menuntut pengalihan kekuasaan dari tangan bangsawan Shogun kepada Kaisar Terpilih, menandakan awal sebuah perang panjang yang akan merubah sejarah kehidupan masyarakat Jepang. Era Meiji yang merupakan pencerminan ‘pergolakan’ dalam pola pemikiran Jepang, untuk mempertahankan tradisi serta keyakinan yang dijalani selama 264 tahun di bawah kepemimpinan Shogun, diwarnai pemberontakan disana-sini.
Pihak Barat yang memasuki Jepang dengan tujuan utama meraih keuntungan besar di bidang perdagangan, mampu memainkan peran sebagai ‘pihak netral’ yang berarti bisa tetap berjual-beli pada kedua belah pihak pada masyarakat Jepang yang terpecah belah. Jepang yang dikenal oleh keberanian dan kekuatan kaum samurai, mulai terkalahkan dengan masuknya senjata api, mesiu, dan meriam. Bukan hanya ilmu pengetahuan dan tehnologi baru yang merasuki Jepang, karena hal itu harus dibayar dengan perlawanan serta pengorbanan nyawa manusia yang masih memegang teguh keyakinan dan ajaran warisan leluhur mereka.
Kisah ini dituturkan melalui sudut pandang Okei – gadis yang cukup menarik dari kalangan biasa, yang terlibat dalam konflik kehidupan keluarga samurai terhormat dan perkenalannya dengan sosok dari Barat, pasangan kakak-beradik Henry dan Edward Schnell dari Belanda, yang menjadi perwakilan perdagangan serta komoditi produk-produk Asia ke wilayah Barat. Sosok Okei yang terbilang polos dalam hal hubungan antara pria dan wanita, meski dari segi usia ia sudah pantas untuk menikah sesuai adat Jepang, memiliki Impian romantis layaknya remaja pada usianya.
Ketertarikannya pada samurai muda yang tak dikenal, perbedaan status sosial diantara mereka, justru melambungkan angan-angan Okei. Hingga Perang pun pecah akibat kekalahan pasukan samurai di ibukota, yang secara pasti akan merambah wilayah Aizu. Sosok Okei sendiri digambarkan sebagai wanita mandiri serta cukup pemberani dan memiliki rasa ingin-tahu yang cukup besar, sesuatu yang janggal bagi wanita dari golongan masyarakat biasa. Ketika akhirnya perang pun pecah, digambarkan dari berbagai sisi tentang prinsip kehidupan keluarga samurai – yang memuja kehormatan serta martabat keluarga hingga memilih kematian dengan cara ‘seppuku’ (bunuh diri), hingga kaum wanita serta janda yang memilih mengangkat pedang dan samurai menuntut balas kematian keluarga mereka melawan senjata api serta kebrutalan tentara Barat.
~ Female Samurai ~ [ source ] |
Terlepas dari fakta sejarah yang memikat yang hampir mewarnai sebagian besar kisah ini, penulis juga menawarkan sebuah ‘melodrama’ kisah cinta serta hubungan unik antara pria dan wanita, antara pria dan pria, antara wanita dan wanita, antara orangtua dan anak, antara saudara dan kerabat. Fakta sejarah lain yang cukup membuat ‘miris’ adalah perjuangan kaum Jepang sebagai imigran ke Amerika Serikat, dimana mereka terpikat oleh janji-janji muluk akan kehidupan yang lebih baik dilahan subur yang masih kosong. Keberanian serta kenekatan mereka untuk menyeberangi lautan ke suatu tempat yang tak pernah dikenal, tak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, hingga mendapati kenyataan pahit bahwa Amerika pun menuntut perjuangan serta kerja keras yang sama bahkan lebih dibanding tanah air mereka yang porak-poranda saat ditinggalkan.
Penulis menyoroti semua sisi serta sudut pandang yang berbeda-beda dengan menampilkan aneka karakter dari latar belakang yang berbeda. Bila dalam sebuah tayangan ‘film’ hal ini mungkin bisa dipahami secara lebih jelas (siapa narator kisah, siapa pemeran utama, siapa pemeran pembantu, latar belakang mana yang akan digunakan, dan seterusnya). Namun untuk tehnik penulisan, terus terang gaya penuturan yang ‘melompat-lompat’ dari satu adegan ke adegan yang sama sekali tak berhubungan pada pergantian beberapa paragraf, cukup membingungkan sekaligus membuat pusing. Ditambah dengan pergantian nama tanpa ada keterangan lebih jelas (nama Jepang terdiri dari nama keluarga serta nama kecil, jika termasuk dalam golongan bangsawan, ada nama julukan lain pula), membuatku terkadang harus ‘main-tebak’ siapa sebenarnya yang sedang ‘berperan’ dalam suatu adegan.
[ source ] |
Jika diawal kisah dibuka dengan semacam prolog yang dimaksudkan sebagai kisah ‘kilas-balik’ melalui karakter yang hendak melakukan ‘napak-tilas’ sosok wanita bernama Okei yang terdampar di kawasan El Dorado, California, Amerika Serikat hingga wafat tanpa sempat pulang kembali ke tanah airnya, sungguh disayangkan kisah ini diakhiri dengan penutup yang menimbulkan tanda tanya (terutama bagi diriku), apakah benar kisah ini telah berakhir pada halaman 596 ? Mengapa tiada penjelasan lebih lanjut tentang nasib Okei yang menjadi judul utama kisah ini, alih-alih sebuah perjalanan panjang tentang sejarah masa lalu Jepang ? Satu hal lagi, judul edisi terjemahan Okei – Kasih Tak Sampai Seorang Samurai, ini sungguh tidak tepat dan mengecoh pembaca, karena sosok Okei bukanlah keluarga samurai, dan kisah ini hanya menampilkan ‘sekelumit’ tentang kehidupan samurai.
Tentang Penulis :
Mitsugu Saotome ( 1 Januari 1926 – 23 Desember 2008 ) adalah nama pena yang digunakan oleh Kanegae Hideyoshi, seorang penulis Jepang yang terkenal akan karya-karya bertema ‘fiksi-historis’ dengan latar belakang Jepang Kuno pada era Shōwa dan Heisie. Kakeknya adalah seorang samurai dari kawasan Aizu hingga klan terhormat itu kalah dalam perang Boshin, yang membawanya berimigrasi ke Amerika Serikat. Beberapa tahun kemudian, kakeknya sempat kembali ke Yokohama, Jepang dan tinggal di Shanghai, China. Dan di wilayah Harbin, Manchuria, China, Hideyoshi dilahirkan dan dibesarkan di Manchukuo. Hingga kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, memaksa keluarga Hideyoshi mengungsi ke Kyushu di tahun 1946. Ia pindah ke Tokyo pada tahun 1948 dan mendaftar sebagai mahasiswa di Keio University Jurusan Literatur, namun meninggalkan pendidikan sebelum mencapai kelulusan.
Perjalanan kisahnya mulai berubah, ketika salah satu penulis ternama Jepang, Yamamoto Shugoro, bersedia menjadi pembimbing Hideyoshi untuk memperdalam kemampuan menulisnya semenjak tahun 1954. Kemudian pada tahun 1956, bersama sesama rekan penulis yang memiliki pemahaman serupa, mereka mendirikan ‘Shosetsu Kaigi’ (Fiction Conference) – yang merupakan perkumpulan para penulis yang saling menilai dan melakukan kritik demi perbaikan karya masing-masing. Salah satu hasil karyanya yang merupakan kolaborasi dari perkumpulan ini, menghasilkan novel berjudul ‘Kyojin no Ori’ yang terinspirasi dari ‘Tragedi Maria Luz’ – dan memperoleh penghargaan tertinggi dalam dunia literatur Jepang yaitu Naoki Prize di tahun 1968.
Latar belakang serta sejarah masa lalu keluarganya menjadi sumber inspirasi serta ketertarikan dirinya untuk mempelajari sejarah Jepang Kuno terutama pada periode Sengoku, Edo atau Bakumatsu. Penghargaan atas jerih payahnya, diantaranya Yoshikawa Eiji Literatary Award di tahun 1988 atas ‘Aizu Shikon’ (The Soul of Aizu Samurai) yang terdiri dari 21 volume kisah monumental bersejarah. Karya-karya lainnya banyak dijadikan acuan penulisan kisah sejarah bahkan diadapatasi dalam versi layar lebar maupun serial drama televisi. Pada tahun 2006, beliau terpilih sebagai Ketua Organisasi Internasional P.E.N. (Poets, Essayist & Novelists) perwakilan Jepang. Beliau meninggal pada tanggal 23 Desember 2008 di Rumah Sakit Kamakura di Kanagawa, Jepang, setelah mengalami pergulatan dengan penyakit kanker perut.
[ more about this author and related works, just check at here : Mitsugu Saotome | on Goodreads | on IMDb | Historical Novel Society ]
Best Regards,
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/