Judul Asli : TEATER BONEKA
[
Gramedia Writing Project ]
by Emilya Kusnaidi,
Orinthia Lee, Ayu Rianna
Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Editor : Hetih Rusli
Cetakan
I : April 2014 ; 320 hlm ; ISBN 978-602-03-0371-0
Rate : 3 of 5
Poppenkast –
demikianlah nama teater boneka yang telah dikenal dan digemari oleh masyarakat
sekitar. Namun seiring dengan perkembangan jaman, popularitasnya kalah dengan
hiburan lain yang lebih modern dan atraktif. Maka keberadaan dan kelangsungan
Poppenkast bukan saja mengalami pasang-surut, melainkan nyaris terancam
bangkrut. Erin adalah penerus terakhir yang (masih) tertarik untuk meneruskan
usaha yang dirintis oleh kakeknya itu. Bahkan ia bertekad untuk melakukan
segala cara agar teater boneka Poppenkast tetap eksis di kancah kehidupan
masyarakat modern. Berbekal tekad dan dorongan dari para karyawan Poppenkast
yang bukan saja sangat loyal dan setia, mereka berjuang untuk tetap membuat
pertunjukkan yang menarik pengunjung dan membangkitkan minat akan kesenian
tradisional yang unik kepada masyarakat luas. Berhasilkah Erin melaksanakan
misi tersebut ?
~ Puppet dari teater boneka Sisilia | source ~ |
Mmm...terus terang
diriku kebingungan dalam memahami kisah ini. Kesan pertama yang muncul di
benakku saat melihat sinopsis hingga tampilan desain sampul yang menarik, akan
muncul sajian kisah perjuangan gadis belia nan cantik bernama Erin yang hendak
membuktikan bahwa teater boneka yang bisa dikatakan ‘jadulers’ bisa eksis dan
dikenal oleha masyarakat di sekitarnya. Namun seiring dengan terbukanya halaman
demi halaman selanjutnya, ekspekatasi itu secara perlahan menurun secara drastis.
Alih-alih solusi bagaimana Erin beserta kawan-kawannya menangani munculnya
kesulitan demi kesulitan, diriku justru berhadapan dengan konflik asmara yang
(anehnya) tiba-tiba muncul antara Erin dengan pemuda asing bernama Awan.
Bagaimana Erin yang telah menjalin hubungan dengan kekasihnya selama 5 tahun
mendadak beralih haluan kepada pemuda yang baru dikenalnya ?
Banyak hal-hal yang
terasa janggal yang membuatku merasa ‘kelewatan’ menonton episode sinetron,
hingga membalik kembali halaman sebelumnya, apakah benar ada detil-detil yang
tanpa sadar tidak terbaca olehku. Aneka alasan yang muncul sepanjang kisah ini hampir
(seluruhnya) terasa sangat ‘cliche’, seperti Awan yang ‘memaksa’ bekerja tanpa
dibayar sebagai tukang bersih-bersih padahal ia memiliki jabatan tinggi di
salah satu perusahaan ternama. Atau Erin yang (baru) menyadari kekasihnya
ternyata tidak mencintai dirinya secera tulus setelah berhubungan selama 5
tahun. Hingga solusi untuk bukan saja mempertahankan Poppenkast tetapi juga
menambahkan pemasukan baru adalah melakukan iklan serta promosi menggaet
donatur dan promotor yang secara ajaib muncul di benak Awan, well – hello,
bukannya Erin gadis yang cerdas lulusan sarjana yang seharusnya paham tentang
marketing dan promosi.
~ Teater Boneka Prancis | source ~ |
Satu hal lagi yang
membuatku mengulik-ulik kembali ingatan, label ‘metropop’ yang diberikan untuk
kisah ini, entah mengapa sangat tidak pas. Harus kuakui bacaan genre
metropop-ku cukup terbatas, namun menelisik kategori tersebut paling tidak
harus ada tema dan situasi kehidupan yang berkaitan dengan masyarakat
metropolitan aka modernisasi dan trendy. Satu-satunya hal yang masih berbau ‘metropop’
adalah kemunculan karakter Arum (yang notabene suka nyerocos dalam bahasa
bilingual), but even then I really like ‘Arum’ rather than Erin or Awan’s
character. Dari awal yang bersemangat membaca, kemudian menyusut karena tiada
kejelasan tentang keberadaan sang teater boneka Poppenkast, diirku menjadi
kebingungan saat Arum muncul karena konflik beralih pada keluarga Awan
alih-alih situasi teater boneka.
Meski akhirnya kisah
periode kedua ini bisa kunikmati hingga akhir, mau tidak mau sempat terbersit
apakah memang hal ini disengaja oleh para penulis, dengan merubah total tema
serta tujuan kisah menjadi sajian drama keluarga Awan ? Anyway tanpa bermaksud
nyinyir atau mengulik setiap detil yang menimbulkan aneka tanda tanya, sungguh
disayangkan kisah yang memiliki ide menarik serta alur yang seharusnya bisa
fokus kepada keberadaan teater boneka (paling tidak demikian judul kisah ini,
bukan berjudul ‘Kisah Awan dan Erin’), ternyata meluncur ke arah yang sama
sekali berbeda \(-__-)/ after all I’m just a reader not a writer, paling tidak
ini kesan yang kudapat dari buku pertama proyek khusus Gramedia Writing
Project. Masih ada dua novel lainnya yang turut berperan dalam event khusus ini
yang belum sempat kubaca, terpecah antara penasaran sekaligus khawatir ini ...
Let’s see about it then (^_^)
[ more about the
authors & related works, just check at here : Gramedia Writing Project ]
~ GRAMEDIA WRITING
PROJECT ~
Adalah seleksi
pencarian bakat penulis Indonesia yang dimulai pada tahun 2013, dimana dari
1600-an naskah yang masuk ke redaksi, diseleksi hingga terpilih 20 penulis yang
akan mengikuti pelatihan menulis bersama Clara Ng dan editor-editor Gramedia
Pustaka Utama.
Pada tanggal 28-29
September 2013, bertempat di Hotel Amaris Grogol, Jakarta, diadakan pelatihan
menulis serta wawancara untuk menentukan 9 orang pemenang yang akan ditempa menjadi
3 tim penulis GWP. Hasilnya adalah tiga
novel yang ditulis secara estafet ; tiga novel dengan genre berbeda : Badut
Oyen (Horor), Hujan Daun-Daun (Remaja), dan Teater Boneka (MetroPop).
Selain itu 20 penulis
yang terpilih juga akan menerbitkan kumpulan cerpen omnibus pada tahun 2014
ini. Gramedia Writing Project adalah awal dari pintu menuju karier kepenulisan
bagi 20 orang yang terpilih, dan diharapkan setelah program ini, mereka bisa
menulis karya-karya mereka sendiri dan menerbitkannya melalui Gramedia.
Sedangkan untuk program GWP sendiri tak akan terhenti sampai di sini. Nantikan
GWP berikutnya.
~ This Post are
include in 2014 Reading Challenge ~
116th Book
in Finding New Author Challenge
272th Book
in TBRR Pile
Best Regards,
Hobby Buku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/