Judul Asli : THE THIRTEENTH TALE
Copyright
© 2006 by Diane Setterfield
Penerbit
Gramedia Utama
Alih
Bahasa : Chandra Novwidya Murtiana
Editor
: Siska Yuanita
Cover
by eMTe
Cetakan ke-01 : November 2008 ; 608 hlm
Cetakan ke-01 : November 2008 ; 608 hlm
Rate : 5
Kesan :
Buku
ini sudah lama selesai ku-baca, sebagaimana Margaret Lea terpesona oleh Dongeng
Ketigabelas – Vida Winter yang selesai hanya dalam semalam. Namun dalam
menuliskan review maupun sinopsisnya … ternyata tak semudah yang ku-bayangkan.
Kesulitannya lebih pada kekompleks-an karakter-karakter yang memperkaya isi
buku ini. Dan juga lebih pada kesederhanaan pokok permasalahan sebenarnya yang
dibangun dengan manis nan pelik oleh penulis. Dengan menggunakan sebagian besar
sudut pandang orang pertama lewat tokoh Margaret Lea – pembaca akan benar-benar
tenggelam dalam kisah yang mengharukan, mengejutkan serta mengagumkan ini. Maka
tanpa bermaksud ‘membongkar’ kenikmatan pembaca (terutama bagi yang belum
membuka kisah ini) ku-coba untuk menuangkan sedikit ‘esensi’ dari Dongeng
KetigaBelas ..... semoga pembaca sekalian dapat menikmatinya sebagaimana
diri-ku.
Sinopsis :
Suatu hari di bulan Nopember,
Margaret Lea menerima sepucuk surat – surat dengan tulisan tangan yang aneh,
seakan-akan penulisnya adalah anak kecil atau seseorang yang memiliki cacat
pada tangannya. Isi surat tersebut tidak kalah aneh, bahkan mengundang pertanyaan.
Surat tersebut berasal dari Vida Winter – seorang penulis fiksi terkenal dan ia
‘meminta’ kedatangan Margaret ke tempat kediamannya guna menulis biografi
tentang kebenaran diri Vida Winter.
Margaret Lea memang seorang penulis
biografi, namun selama ini ia hanya menulis tentang penulis lain yang telah
tiada, penulis-penulis yang ‘terkalahkan dalam kehidupannya’ – Margaret lebih
tertarik pada studi litelatur sejarah-sejarah lama, tentang kehidupan yang
telah mati, sesuai dengan keterlibatannya pada Toko Buku Antik Lea milik
ayahnya. Saat membaca surat dari Vida Winter, Margaret sama sekali tak mengenal
ataupun pernah membaca karya-karya beliau. Sejauh mana pengenalannya terhadap
Vida Winter hanyalah sebatas apa yang sering dibicarakan oleh masyarakat,
beliau seorang penulis produktif dan setiap novelnya senantiasa dicari dan
paling sering dipinjam di perpustakaan.
Namun hanya sejauh nama &
karya-karyanya yang dikenal semua orang – tidak demikian dengan latar belakang
maupun masa lalu sosok Vida Winter yang diketahui … karena kerahasiaan Vida Winter sama terkenalnya dengan buku-bukunya, ia
sungguh suatu misteri yang sempurna ( p.26 )
Margaret cenderung untuk menolak
‘undangan’ tersebut, namun baranjak malam ia tak dapat mengenyahkan isi surat
Vida Winter, maka ia turun mencari tahu tentang salah satu karya Vida Winter
yang pernah terlihat tersimpan di lemari khusus milik ayahnya ( … walaupun ia
tak mengerti bagaimana karya fiksi kontemporer disimpan bersama dengan
buku-buku antik lainnya, paling tidak apakah buku tersebut sama berharganya
dengan buku-buku koleksi ayahnya ? ).
Buku tersebut berjudul Tigabelas
Dongeng Perubahan dan Keputusasaan karya Vida Winter dengan prolog yang
menjerat hati Margaret … beliau menulis :
“Semua
anak memitoskan kelahirannya sendiri. Itu karakteristik umum. Kau ingin
mengenal seseorang ? Hati, pikiran, dan jiwanya ? Tanyakan padanya tentang saat
dia lahir. Yang akan kaudapatkan bukanlah kebenaran: kau akan mendapatkan
sebuah dongeng. Dan tak ada hal yang lebih menggugah selain dongeng.” ( p.49 )
Margaret tak mampu melepaskan
matanya dari buku tersebut, halaman demi halaman dilahapnya tanpa mengindahkan
waktu dan menjelang subuh buku tersebut hampir mencapai lemabaran terakhir,
saat Margaret menyadari bahwa buku tersebut belum selesai … karena bagian bab
Ketigabelas tak tercantum – Dongeng Ketigabelas, dongeng yang terakhir justru
tidak terdapat atau tak tertulis dalam buku tersebut.
Rasa penasaran Margaret sebagian
terjawab saat ia bertemu dengan ayahnya, mengapa buku tersebut tersimpan di
dalam lemari cabinet koleksi buku-buku khusus – karena buku karya Vida Winter
tersebut merupakan salah satu dari terbitan edisi pertama dan satu-satunya
dengan judul asli ‘Tigabelas Dongeng …’
– karena terbitan berikutnya berubah judul menjadi ‘Dongeng-Dongeng Perubahan
dan Keputusasaan’. Namun tetap tak terjawab misteri ‘hilangnya’ dongeng
ketigabelas dari buku tersebut – maka Margaret akhirnya memutuskan untuk
memenuhi ‘sebagian’ undangan dari Vida Winter, terlebih ia ingin mengetahui
maksud sebenarnya dari Vida Winter.
Pertemuan antara Margaret Lea –
gadis muda yang menyimpan rahasia tentang pribadinya serta luka hati yang
dalam, dengan Vida Winter – seorang penulis ternama namun misterius jika
menyangkut kehidupan pribadi masa lalu … tanpa disadari oeh masing-masing pihak
akan membawa perubahan besar bagi arah kehidupan mereka di masa mendatang.
Vida Winter yang enggan mengungkap
kebenaran kehidupan dirinya, mulai membuka tabir tebal yang telah menyelimuti
rahasia mengerikan yang telah ditutup rapat-rapat selama puluhan tahun … dan ia memberanikan diri melawan ketakutan-ketakutan dirinya di hadapan wanita muda
yang tak pernah dikenal sebelumnya, namun seakan-akan gadis muda tersebut
memiliki ‘kesamaan’ dengan dirinya.
Margaret Lea yang berkeras hanya
bersedia menerima ‘kebenaran’ dari mulut Vida Winter, akhirnya menjadi
satu-satunya orang luar yang akan mengetahui siapa sebenarnya sosok Vida Winter
& bagaimana kehidupannya di masa lalu. Margaret melakukan segala persiapan
serta penelitian bahkan penyelidikan akan fakta-fakta yang dapat mendukung
kisah tersebut – semua demi menuliskan kebenaran tentang sosok Vida Winter yang
menjelang ajal … namun ada hal yang tak ia persiapkan bahkan tak pernah ia
duga, bahwa pengungkapan rahasia kehidupan Vida Winter turut membuka rahasia
dirinya yang disembunyikan sejak ia berusia 10 tahun – rahasia tentang kematian
saudara kembarnya yang namanya tak boleh diucapkan.
Vida Winter, berdasarkan data-data
tertulis merupakan gadis bernama Adeline March – salah satu keturunan keluarga
Angerfield yang terkenal ( lebih dikarenakan skandal-skandal yang terjadi pada keluarga tersebut ) dan Margaret mulai menuliskan kisah mereka dalam memenuhi
permintaan Vida Winter … atau lebih jelasnya ia mulai terperosok dalam
kehidupan yang penuh tragedy akan kematian serta kelahiran – tentang
permulaan-pertengahan-akhir kehidupan.
Kisah keluarga Angerfield ini
dimulai dari pasangan George & Mathilde Angerfield serta putra mereka
Charlie yang berusia 9 tahun saat tragedy itu terjadi – Mathilde meninggal saat
melahirkan seorang putri dalam cuaca badai yang buruk sehingga dokter tak dapat
tiba tepat waktu guna menyelamatkannya. Gila akan kematian istrinya membuat
George hidup dalam dunianya sendiri tanpa memperdulikan keluarganya.
Namun berkat campur tangan Kepala
Rumah Tangga Angerfield yakni Mrs. Dunne yang lebih dikenal dengan sebutan
‘Missus’ maka kehadiran si bayi Isabelle mampu mengalihkan kehilangan yang
dirasakan oleh George. Maka sejak saat itu kehidupan keluarga Angerfield
berubah drastis – George yang sangat memuja Isabelle yang tumbuh menjadi gadis
cantik serupa dengan ibunya, sangat dimanja dan senantiasa dituruti apapun
kemaunnya. Charlie, yang lebih tua sembilan tahun dan dilupakan oleh ayahnya,
tumbuh menjadi anak aneh & senang melakukan percobaan-percobaan yang
bersifat sadis atau menyakiti diri sendiri. Isabelle sendiri tumbuh menjadi
gadis rupawan dengan sifat & karakter yang tidak biasa, terutama karena ia
hidup dalam lingkup keluarga yang aneh – bahkan sejak kecil ia terbiasa dengan kebiasaan Charlie yang senang menyiksa sekaligus memuja adiknya dengan cara
aneh.
Barulah ketika Isabelle menginjak
usia akil-baliq … ia mulai belajar mengenal pergaulan di luar lingkup
keluarganya. Perkenalan serta hubungannya dengan pemuda bernama Roland March
membawa pada pelarian Isabelle keluar dari keluarganya.
George tak mampu bertahan lebih lama
& ditemukan telah menjadi mayat dalam kamar tempatnya mengurung diri
sepeninggalan Isabelle. Charlie berlaku seperti mayat hidup, mencoba melakukan
bunuh diri namun sebelum hal tersebut terlaksana – suatu hari tanpa ada
pertanda khusus, muncullah Isabelle dengan riang bagaikan tak pernah
meninggalkan kediamannya. Kedatangannya kali ini membawa serta dua bayi mungil
– si kembar Emmeline & Adeline March. Namun saat Isabelle mengetahui
kematian ayahnya, ia kembali menjadi sosok Isabelle yang muram & aneh, ia
lebih sering berkeliaran daripada mengurus kedua bayinya. Maka menjadi tanggung
jawab Missus serta John-the-dig ( tukang
kebun Angerfield ), satu-satunya pelayan yang tersisa untuk merawat serta membesarkan kedua bayi
mungil tersebut.
Tentu saja kedua pelayan yang mulai
berusia lanjut tak mampu memberikan perawatan serta pemeliharaan yang maksimal
bagi dua gadis cilik yang berkembang. Apalagi kedua gadis tersebut kelihatannya
mewarisi keanehan keluarga Angerfield. Walaupun kembar namun Emmeline &
Adeline sangat berbeda bahkan bertolak belakang dalam beberapa hal. Jika
Adeline sangat emosional, saat marah ia mampu menghajar Emmeline hingga babak
belur, sebaliknya Emmeline tak mampu bahkan cenderung diam – sama sekali tak
membalas perlakuan Adeline. Atau jika nafsu makan Emmeline tak terbendung,
dalam sehari berkali-kali ia mampu makan seakan-akan senantiasa kelaparan,
sebaliknya Adeline seakan-akan tak pernah makan, bahkan berhari-hari bisa
dilalui tanpa timbul rasa lapar. Kedua gadis saling berhubungan dengan bahasa
yang tak pernah dipahami oleh siapa pun – mereka hidup dan berkomunikasi
dalam dunia mereka sendiri.
Kejanggalan kehidupan si kembar
Angerfield ( demikian masyarakat sekitar menyebutnya disertai perasaaan horror
) yang tak mampu berinteraksi dalam kehidupan sosial secara normal, ditambah
berbagai peristiwa serta tragedi mengerikan mewarnai kisah mereka. Bukannya tak
ada yang bersedia membantu, namun seakan kutukan tak pernah lepas dari
kehidupan mereka, satu persatu orang-orang yang bersedia menolong &
membantu si kembar mengalami kejadian-kejadian memalukan bahkan mengerikan
hingga ‘kematian yang meragukan’ menimpa mereka. Dan pada akhirnya hanya
tertinggal mereka saja yang hidup di kediaman Angerfield tanpa bersentuhan
dengan dunia luar – sampai suatu hari terjadi kebakaran hebat yang memusnahkan
sebagian besar rumah tersebut … dan sejak saat itu si kembar Emmeline &
Adeline menghilang dari dunia yang pernah mengenal mereka.
Margaret Lea semakin tenggelam dalam
kisah kehidupan keluarga Angerfield, bahkan di saat-saat ia menemui pertanyaan
tak terjawab ( karena sesuai perjanjian awal dengan Vida Winter, yang berarti
tak boleh ada pertanyaan apapun – kisah tersebut harus berjalan sesuai jalur
yang dikehendaki oleh Vida Winter, yakni sesuai dengan kejadian sebenarnya,
seakan-akan Margaret dituntun untuk menjalani kenyataan hidup sebenarnya.
Kisah sebenarnya tentang sosok hantu
yang dilahirkan tanpa kasih sayang, dibuang dan mengalami perjalanan berat
hingga menemukan secuil kasih dari orang-orang yang tak pernah dipandang
sebelah mata oleh sebagian besar orang – dan pada akhirnya sosok hantu tersebut
dikarunia berkah mengasihi yang sangat besar hingga bersedia menanggung beban
berat akan dosa-dosa orang lain, selama bertahun-tahun menjalani kehidupan yang
nyaris menghabiskan jiwanya. Dan pada waktu yang tepat, ia membuka jiwanya pada
sosok gadis yang juga menderita – pada Margaret Lea.
Sesuai dengan janjinya sosok yang
pernah dikenal sebagai ‘Vida Winter’ – yang pertama sebenarnya adalah yang
terakhir & yang paling akhir merupakan awal kisah baru dimana semuanya
menjadi jelas hingga tak ada lagi sosok hantu yang telah sekian lama mendiami
keluarga Angerfield … yang ada hanya bukti dari kekuatan cinta kasih serta
pemahaman akan hubungan ajaib antara manusia.
Bersama dengan nafas terakhirnya,
kekuatan yang menopang beban berat sekian tahun akhirnya menyerah, namun
keutuhan jiwa & kasih ‘Vida Winter’ telah kembali dan kepada Margaret
Lea-lah dongeng ketigabelas ia wariskan ….
Penutup :
Sebuah
sub-cerita tentang ‘Anak Cinderella‘ … ( p.598-599 )
(
tengah )
Bayangkan
ini … seorang pemuda dan seorang gadis; yang satu kaya, yang satu miskin.
Seringnya, sang gadislah yang tak memiliki emas dan begitulah yang diceritakan
dalam kisah ini. Tak perlu ada pesta dansa. Jalan-jalan di hutan sudah cukup
bagi mereka untuk berpapasan di persilangan jalan.
Pada
suatu ketika ada ibu peri, tapi seringnya dia tak ada. Kisah ini terjadi ketika
ibu peri tidak hadir. Labu gadis kita ini memang labu belaka, dan ia merangkak
pulang setelah lewat tengah malam, dengan darah di pakaiannya, diperkosa.
Tak
akan ada pengawal yang muncul di pintu keesokkan hari dengan sepatu kulit rusa.
Dia tahu itu. Dia tidak bodoh. Meski begitu, dia hamil. Singkat
cerita, Cinderella melahirkan bayi perempuan, membesarkannya dalam kemiskinan
dan kekotoran, setelah beberapa tahun dia meninggalkan anak itu di lahan rumah
orang yang telah memerkosanya. Kisahnya berakhir sekonyong-konyong …
(
awal )
Separo
perjalanan di jalan setapak kebun yang belumpernah dikunjunginya, anak itu
tiba-tiba menyadari dia seorang diri. Di belakangnya ada gerbang kebun yang
menuju hutan. Pintu itu dibiarkan terkuak. Apakah ibunya masih ada dibaliknya?
Di depannya adalah gudang yang dalam pikiran kanak-kanaknya, tampak seperti
rumah kecil. Tempat dia bisa berlindung. Siapa tahu, mungkin ada sesuatu yang
bisa dimakan di dalam sana.
Gerbang
kebun? Atau rumah kecil?
Gerbang?
Atau rumah?
Anak
itu bimbang.
Dia
bimbang …
Best Regards,
* HobbyBuku *
Kak Maria, salam kenal yaa
ReplyDeletewah aku jadi pingin baca novel ini lagi deh
aku udah baca novel ini sejak 3 tahun yang lalu, tapi tetep terasa ketegangannya. aku jadi nggak bisa tidur gara-gara tegang
ternyata novel ini bagus banget ya mbak. agak nyesal juga, dulu buka halaman pertama langsung tutup dan sekarang entah dimana :(
ReplyDelete