Books
“TERPIKAT GAIRAH”
Judul Asli : ENCHANTING PLEASURES
[
book 3 of PLEASURES TRILOGY Series ]
Copyright © 2001
by Eloisa James
Penerbit Dastan
Books
Alih Bahasa :
Linda Boentaram
Editor : Yudi
Iswanto
Cetakan I :
Januari 2011 ; 524 hlm ; ISBN 978-602-8723-59-6
Harga Normal :
Rp. 65.000,-
Rate : 4.5 of 5
~ WARNING SPOILER
ALERT ~
Dalam kisah
sebelumnya, petualangan antara Sophie dan Patrick mengambil latar belakang saat
situasi antara Inggris dan Prancis dalam kondisi peperangan, ditambah dengan
ikut-campurnya pihak Turki dalam konflik yang terjadi pada kedua negara
tersebut. Maka kali ini kisah mengambil masa paska perang, atau setidaknya
situasi tegang sudah mereda. Tokoh utama dalam kisah ini adalah anggota
keluarga Dewland, yang sempat muncul dalam dua kisah sebelumnya. Erskine
‘Quill’ Dewland adalah putra pertama sekaligus pewaris gelar Viscount Dewland.
Ia merupakan pemuda yang periang, gemar berpetualang dan menyukai tantangan.
Kegemaran sekaligus sifat sembrono layaknya pemuda seusianya, menyebabkan ia
mengalami kecelakaan fatal dalam salah satu petualangan tersebut. Dampaknya
sangat berat, karena cidera parah yang nyaris membuatnya lumpuh, pada akhirnya
membuat dirinya tetap ‘cacat’ setelah
pemulihan sekian lama. Hanya berkat kekerasan hati sekaligus ketekunan untuk
menjalani pelatihan pemulihan yang berat, kondisi fisik Quill bisa dikatakan
‘nyaris’ pulih.
Namun bagi
keluarganya, terutama ayahnya, kekecewaan pada kondisi Quill, harapan tersebut
dialihkan pada putra keduanya, Peter Dewland yang sama sekali tidak menyukai
beban dan tanggung jawab sebagai pewaris. Hubungan antara Quill dan Peter cukup
erat, namun bisa dikatakan keduanya memiliki sifat, karakter serta kegemaran
yang sama sekali berbeda. Quill menyukai tantangan dan tidak segan menempuh
resiko atau memikul beban tanggung jawab. Sedangkan Peter menyukai kehidupan bersenang-senang
dan bersosialisasi di kalangan atas, yang kebanyakan menghabiskan waktu untuk
menghambur-hamburkan kekayaan (warisan) mereka. Sayangnya usia Viscount Dewland
yang semakin lanjut dan ketidak-mampuannya menangani estat serta warisan
keluarga, hal itu akan semakin buruk jika mengandalkan kebiasaan Peter.
Untungnya, Quill yang menghabiskan
sebagian besar waktu ‘bermain-investasi’ sembari menjalani masa pemulihan
dirinya, mendapati dirinya cukup ahli hingga mampu menangguk keuntungan besar
dan memperoleh kekayaan yang menjamin kelangsungan kebutuhan keluarganya.
Situasi
perekonomian berhasil ditangani, bahkan Peter yang sama sekali tidak tertarik
dengan kegiatan kakaknya, menikmati kekayaan yang dibagikan oleh Quill yang
menjamin dirinya mampu menikmati bersenang-senang lebih lama. Hingga sang
viscount menjatuhkan ‘bom-baru’ – mengingatkan keluarganya atas hutang
perjanjian yang pernah ia lakukan demi menjalin hubungan menguntungkan di masa
lalu. Viscount Dewland telah menjodohkan putranya dengan putri keluarga
Jerningham sebagai balas budi atas pinjaman dana yang cukup besar dimasa
lampau. Tentu saja calon pertama adalah Quill, namun karena kondisinya sekarang
yang ‘cacat’ hingga tidak mampu memberikan keturunan, maka tidak adil bagi
pihak wanita untuk mendapat calon suami yang ‘tidak-sehat’ – maka tanggung
jawab dialihkan pada Peter. Penolakan keras Peter mengakibatkan perang besar
dan sang viscount mengalami serangan jantung ringan yang membuat khawatir
anggota keluarganya. Kedatangan putri Jerningham dari India dipastikan akan
terjadi dalam beberapa minggu ke depan, maka tidak ada pilihan lain atau
menolak kehadirannya.
Quill yang
memahami situasi tidak mengenakkan yang harus diterima oleh Peter, menjanjikan
kompensasi penuh bagi keuangan bagi adiknya. Bagaimana pun selama ini Peter
menghabiskan biaya-biaya untuk pakaian, mode hingga kebiasaan layaknya kalangan
sosialita terhormat, semuanya dibiayai oleh Quill. Jika benar putri yang
dibesarkan dari keluarga Prancis, tentunya tidak terlalu merepotkan, dipastikan
ia merupakan gadis mungil nan lembut yang bisa diatus dengan mudah. Setidaknya
demikian bayangan Quill maupun Peter. Sayangnya sosok Gabrielle ‘Gabby’
Jerningham sangat jauh dari bayangan mereka. Ia datang dari India, tenpat
terakhir di mana ia menghabiskan waktu bersama sang ayah, yang sebelumnya gemar
berpindah-pindah, terutama semenjak kematian ibunya. Penampilan Gabby tidak
seperti gadis bangsawan Inggris yang langsing, modis dan anggun serta tenang.
Ia gadis dengan bentuk tubuh ‘seksi’, gemar ikut campur dalam situasi pelik,
sangat terbuka dalam mengungkapkan isi pikirannya, hangat, ramah hingga bisa
dikatakan cukup ‘cerewet’ sekaligus keras kepala jika menyangkut sesuatu yang
ia inginkan.
Bisa dibayangkan
situasi yang nyaris membuat Peter terkena serangan jantung tatkala mendapati
calon istrinya lebih merupakan mimpi buruk yang pernah ia alami. Uniknya, Quill
justru mendapati sosok Gabby sangat menarik dan dijamin tidak pernah
membosankan, layaknya gadis-gadis Inggris yang kaku dan dingin. Gabby
mengingatkan dirinya semasa muda, yang penuh semangat dan tak kenal lelah. Kedatangan
Gabby yang membuat kalang kabut para penghuni kediaman Dewland, masih ditambah
dengan fakta ia membawa serta Phoebe Pensington – gadis yatim-piatu berusia 5
tahun yang ia temui di atas kapal. Phoebe seharusnya menemui kerabatnya di
Inggris, namun mendapati tiada seorang pun muncul untuk menjemputnya plus sang
pengantar memilih meninggalkan bocah tersebut pada tanggung jawab kapten kapal
tak dikenal. Gabby mengambil keputusan membawa serta Phoebe sembari menunggu
kedatangan kerabat gadis cilik itu.
Sudahkah
kusebutkan sebelumnya bahwa buku serial ini merupakan kesukaanku ? Nah, harus
kuralat karena buku ketiga ini jauh lebih menarik dan dipastikan penuh kejutan
di sana-sini. Pertama karakter Quill Dewland, sudah menarik perhatianku di awal
kemunculannya yang hanya ‘sekilas’ dan kini mengetahui situasi keluarganya yang
cukup unik menambah rasa seanng untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut. Dan
kedua, karakter Gabby Jerningham benar-benar merupakan godaan sekaligus cobaan,
karena ia sama sekali tidak memahami aturan serta norma-norma layaknya gadis
dari kalangan terhormat. Bukan berarti ia memiliki sifat buruk, hanya saja situasi
dimana kini ia tinggal tidak sesuai dan masyarakat cenderung menilai hanya
melalui ‘tampilan luar’. Kali ini peran Lady Sophie dan Lady Charlotte kembali
dibutuhkan untuk membantu ‘memoles’ Gabby Jerningham menjadi seorang Lady yang
patut diperhitungkan oleh kalangan atas, dan tentu saja untuk memenangkan hati
Peter Dewland yang memandang calon tunangannya sebelah mata.
Lady Sophie
merupakan sosok yang benar-benar kusukai, penampilan fisiknya yang sempurna
berpadu dengan kebaikan dan kehangata hati serta kejujuran untuk melihat
‘seseorang’ dari hatinya. Ia langsung menyukai Gabby dan bersedia menjadi
penolong gadis yang kebingungan dan terluka akibat penolakan serta perasaan
terhina yang ia alami di pergaulan sosial. Didampingi Sophie, Gabby bukan saja
menemukan sisi dirinya yang tak pernah ia ketahui, ia juga menyadari siapa
sebenarnya yang menempati hatinya. Bukan Peter Dewland yang memiliki penampilan
dan perilaku tak tercela melainkan kakaknya yang eksentrik dan tertutup, namun
senantiasa memberikan ‘sesuatu’ pada keseharian dan hati Gabby : Quill Dewland.
Namun mengapa pria yang tampaknya juga menaruh ketertarikan serupa terhadap
dirinya, menolak untuk terlibat dalam hubungan yang lebih serius ? Kali ini
Gabby harus menembut selubung kabut tebal yang membuat Quill menutup
rapat-rapat pintu hatinya sekian lama. Bahkan ia bersedia berkorban nyawa demi
membuktikan sebesar apa rasa cintanya pada Quill ... dan hal itu pun terjadi.
Selain mengangkat
latar belakang sejarah dan konflik politik tentang status India serta kekuasaan
Inggris yang bercokol demi mendapatkan keuntungan besar dari kekayaan alam
India, termasuk rempah-rempah yang menjadi komoditas terbesar jalur pedagangan
bangsa Inggris, penulis memberikan gambaran dari sudut pandang yang berbeda,
antara kaum sosialis kalangan atas yang memiliki kepentingan pribadi berhadapan
dengan kaum kulit putih yang hidup bersama bangsa India dan tidak menyukai
sistem yang diterapkan oleh bangsa Inggris. Masuknya karakter Gabrielle
Jerningham yang digambarkan sebagai bangsa Amerika, mungkin lebih bisa diterima
karena anggapan luas bahwa bangsa Amerika memiliki pandangan bebas dan berani
(dibandingkan bangsa Inggris tentunya). Namun karakter Quill Dewland sendiri
menempati status dimana ia tidak menyetujui politik adu domba antar suku India
yang didalang oknum-oknum Inggris. Daya tarik lainnya, tentang penyakit migrain
Quill yang dikatakan berhubungan dengan ‘posisi’ saat berhubungan seksual ...
hmm, membuatku berpikir pada ‘sisi lain’hahaha. Tapi dari sisi sains dan
anatomi tubuh manusia, penyakit-penyakit bisa muncul akibat ‘salah posisi’ yang
tak disadari selama bertahun-tahun. Sesuatu yang patut dicari tahu
kebenarannya.
[ more about the author &
related works, just check at here : Eloisa James | on Goodreads | on Wikipedia | at Tumblr | at Facebook | at Twitter ]
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/