Translate

Thursday, October 30, 2014

Books "SABTU BERSAMA BAPAK"

Judul Asli : SABTU BERSAMA BAPAK
Copyright © Adhitya Mulya
Penerbit GagasMedia
Editor : Resita Wahyu Ferbiratri
Proofreader : Yuke Ratna P. & Mita M. Supardi
Desain sampul : Jeffri Fernando
Layout : Landi A. Handwiko
Cetakan I : September 2014 ; 278 hlm ; ISBN 978-979-780-721-5
Rate : 3 of 5

“Hai, Satya ! Hai, Cakra !” Sang Bapak melambaikan tangan.
“Ini Bapak. Iya, benar kok, ini bapak. Bapak Cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulliah, berkat doa Satya dan Cakra.”...“Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian. Bapak sudah siapkan. Ketika kalian punya pertanyaan, kalian tidak perlu bingung ke mana harus mencari jawaban.”“I don’t let death take these, away from us. I don’t give death , a chance.”...“Bapak ada di sini. Di samping kalian. Bapak sayang kalian.”[ ~ p. 4-5 ]
Membaca sinopsis buku ini, sekelumit bayangan muncul di benakku, tentang kisah sedih perjuangan sebuah keluarga yang ditinggalkan oleh sang Bapak, ibarat mengulik kembali kisah-kisah serupa, seperti perjuangan Randy Pauchs untuk meninggalkan ‘warisan’ berupa kuliah terakhir sebelum tiba waktunya meninggalkan dunia. Sedikit keraguan turut muncul kala hendak memulai membaca kisah ini, rasa enggan untuk menelusuri kisah menyedihkan yang membuat hati pilu, bercampur-baur dengan rasa penasaran untuk mengetahui ‘kebenaran’ di balik kisah yang sempat menjadi bahan perbincangan beberapa teman penikmat buku. Dan sekali lagi rasa penasaran pun (kembali) menang (^_^) ... apalagi prinsipku untuk tidak pernah menilai ‘kualitas buku’ hanya dari tampilan luar atau isu yang beredar, semuanya harus dibuktikan sendiri !!


Kisah dibuka kala Gunawan Garnida mendapati di usianya yang baru 38 tahun, ia hanya memiliki sedikit waktu di dunia bersama keluarga yang ia cintai. Alih-alih terpuruk dan menyesali nasib, ia memilih untuk menjalani sisa hidupnya sepenuh hati, mempersiapkan segala sesuatu bagi istri, Itje Garnida (35 tahun) dan kedua anaknya, Satya (6 tahun) dan Cakra (3 tahun). Dua tahun berlalu dan saat akhirnya sang Bapak meninggal dunia, sang Ibu mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Ibu Itje berjuang membesarkan kedua putranya, sekaligus menjalankan amanat sang Bapak, yang sebagian besar terekam dalam rangkaian pesan melalui rekaman video – sesuatu yang telah dipersiapkan selama 2 tahun oleh sang Bapak. Satya dan Cakra tumbuh menjadi bocah cerdas sekaligus mawas diri, karena setiap hari Sabtu, mereka menghabiskan waktu ‘bersama’ Bapak, mendengarkan aneka wejangan melalui rekaman video....

Satya Garnida tumbuh menjadi pemuda yang tampan, menikah dengan wanita cantik yang ia cintai, memiliki karir yang meningkat dengan pesat, hingga membuatnya harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, bahkan sampai keluar negeri memboyong istri dan ketiga putranya. Penampilan luar keluarga Satya membuat siapa saja iri dan cemburu dengan keberuntungan dan kebahagiaan yang melingkupi keluarga tersebut. Tiada yang mengetahui kebenaran kondisi rumah tangga pasangan Satya dan Rissa, hingga pada suatu titik, cermin yang selalu menunjukkan kesempurnaan itu retak ... nyaris pecah berantakan berkeping-keping. Dan di saat-saat genting, Satya mendadak teringat akan ‘wejangan’ sang Bapak, terutama bagaimana langkah yang harus diambil oleh seorang kepala keluarga.

Nah, dari sini kisah yang awalnya kuduga akan berjalan dengan sangat ‘melow’ ternyata justru membuatku beberapa kali tersenyum simpul hingga terkekeh geli mengikuti perjalanan dua saudara, Satya dan Cakra. Terutama sosok Cakra, si bungsu yang selalu merasa dirinya ‘kurang Pede’ dibandingkan kakaknya, Satya. Jika prestasi dan jalur kehidupan serta karir Satya meningkat dengan pesat, maka Cakra memilih ‘jalur lambat’ karena sifatnya yang cenderung lebih santai. Alhasil di saat ia berada pada kondisi karir yang sangat memuaskan, kehidupan pribadinya ‘sengaja’ diabaikan, hingga sang ibu memiliki misi khusus untuk mencari jodoh bagi putra bungsunya. Perbedaan pribadi dua kakak-beradik ini, terbawa dalam lingkup pekerjaan masing-masing. Satya mampu menjadi pemimpin dengan cara yang keras dan disiplin, sedangkan Cakra memilih mendekatkan diri dengan anggota departemen yang dipimpinnya.

Sikap Cakra yang tidak ‘meninggikan’ diri, membuat anak buahnya memperhatikan kepentingan sang pemimpin, termasuk ketika mereka mengetahui bahwa pria lajang yang aslinya cukup menarik namun sama sekali tidak PeDe, menaruh hati pada anggota baru di perusahaan mereka. Dengan akal muslihat dan ‘gojlokan’ yang penuh canda dan humor, mereka berusaha menampilkan sosok sang Bos yang lebih menarik untuk menjadi pemenang hati wanita cantik yang juga diincar pria ‘don-juan’ dari departemen lain di perusahaan tersebut. Mengikuti perjuangan dan perjalanan Cakra yang didukung oleh banyak pihak ini, nyaris menjadi (satu-satunya) sumber perhatian sekaligus mengungkit rasa penasaran diriku sepanjang kisah ini. Sebagai bacaan, kisah ini cukup menghibur tanpa adanya bobot yang berlebih, cocok sekali untuk bacaan ringan sebagai pengisi waktu senggang (^_^)

[ source ]
[ more about the author & related works, just check at here : Adhitya Mulya | on Goodreads | at Twitter ]

~ This Post are include in 2014 Reading Challenge ~
84th Book in Finding New Author Challenge
220th Book in TBRR Pile


Best Regards,
Hobby Buku

No comments :

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...