Translate

Showing posts with label Elex Media. Show all posts
Showing posts with label Elex Media. Show all posts

Wednesday, January 27, 2016

[ 2016 | Review #24 ] : "THE LAST BREATH"

Judul Asli : THE LAST BREATH
by Kimberly Belle
Copyright © 2014 Fiona Lowe
Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Prima Sati Woro Dewanti
Cetakan I : Desember 2015 ; 448 hlm ; ISBN 978-602-02-7764-6
Harga Normal : Rp. 77.000,-
Rate : 4.5 of 5

Buku ini menarik perhatianku karena adanya ‘endorsment’ dari Heather Gudenkauf, salah satu penulis favoritku, dan membaca sinopsis kisah ini semakin menggugah rasa penasaran apa sebenarnya dibalik misteri pembunuhan yang terjadi bertahun-tahun silam. Dikisahkan melalui sudut pandang sang narator, Gia Andrews, bungsu dari 3 bersaudara yang telah menghabiskan separuh hidupnya dengan menjelajah belahan dunia menunaikan misi kemanusiaan sebagai sukarelawan. Pengabdian dan dedikasi penuh ini bukan sekedar panggilan hati sepenuhnya, karena ada alasan kuat mengapa Gia memilih menelusuri dunia luar alih-alih pulang dan berkumpul bersama keluarganya. Dan alasan itu pula yang menyebabkan panggilan khusus yang tak bisa ia tolak, panggilan untuk pulang dan berhadapan langsung dengan ‘ketakutan’ yang terpendam sekian lama.

Friday, December 27, 2013

Books "THE CHRISTMAS HOPE"

Books “PENGHARAPAN NATAL”
Judul Asli : THE CHRISTMAS HOPE
[ book 3 of CHRISTMAS Series ]
Copyright © 2005 by Donna VanLiere
Cover art by Anne Twomey ; illustration by Danilo
Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Rosida W. Simatupang
Cetakan I : November 2011 ; 226 hlm ; ISBN 978-602-00-1621-4
Rate : 4 of 5
“...aku selalu menganggap , ketika menginginkan perhatian kita, Tuhan akan melakukan perkara besar demi membangunkan kita dari tidur lelap dan membawa kita kembali pada-Nya. Ternyata aku keliru. Tuhan tidak pernah berhenti bicara. Kitalah yang sulit mendengar.”
[ ~ The Christmas Hope | p. 5 ]
Patricia dan Mark Addison pernah menjalani kehidupan yang bahagia dan penuh impian serta harapan. Hingga suatu hari menjelang malam Natal, kebahagiaan tersebut terenggut dengan kematian putra tunggal mereka, Justin, yang mengalami kecelakaan saat pulang menuju rumah dari tempat kuliahnya. Bagi Patricia, harapan apalagi mukjizat adalah sesuatu yang absurb untuk dicerna oleh nalarnya. Ia telah menjalani kehidupan mengerikan di masa kanak-kanak, kala ayahnya melarikan diri akibat melalukan penggelapan di kantornya, meninggalkan hutang serta istri dan anak-anak yang masih kecil.

Books "THE CHRISTMAS BLESSING" [ 2nd CHRISTMAS GIVEAWAY ]

Books “BERKAT NATAL”
Judul Asli : THE CHRISTMAS BLESSING
[ book 2 of CHRISTMAS Series ]
Copyright © 2003 by Donna VanLiere
Cover art by Anne Twomey ; illustration by Danilo
Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Antonius Eko
Cetakan I : November 2011 ; 216 hlm ; ISBN 978-602-00-1632-0
Rate : 4 of 5

Masih ingat kisah bocah berusia 8 tahun yang kehilangan ibunya tepat di malam Natal ? Kisah ini merupakan kelanjutan dari perjalanan bocah cilik yang kini telah beranjak dewasa dan menempuh kuliah sebagai mahasiswa kedokteran. Nathan Andrews memperoleh inspirasi untuk mengabdikan diri sebagai seorang dokter, didorong keinginan untuk menolong orang-orang yang menderita, sebagainya ibunya berjuang sekian lama melawan penyakit kanker. Namun kini pada masa tahun ketiga, saat menjalani jadwal rotasi di rumah sakit yang sangat padat, serta tekanan dari Kepala Kardiologi terkenal yang membimbing grup rotasinya, ia mulai mempertanyakan apakah ini benar-benar tujuan hidupnya ?

Wednesday, December 4, 2013

Books "A STOLEN LIFE - A MEMOIR"

Judul Asli : A STOLEN LIFE – A MEMOIR
By Jaycee Dugard
Copyright © 2011 by Luna Lee, Inc.
Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Avin Kesuma
Cetakan I : November 2013 ; 306 hlm ; ISBN 978-602-02-2444-2
Rate : 3.5 of 5

Saat melihat sampul depan serta sinopsis singkat di sampul belakang buku ini, terbetik suatu keinginan yang didorong rasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh apa sebenarnya isi kisah ini, bergulat dengan ketakutan akan bayang-bayang mengerikan tentang penderitaan anak-anak yang diculik dan dijadikan obyek ekspoitasi seksual ... dan akhirnya keingin-tahuanku menang. Maka tibalah saatnya untuk menguatkan mental serta pikiran, menelusuri kisah nyata gadis cilik bernama Jaycee Lee Dugard.

Jaycee adalah gadis cilik yang pemalu namun manis, hidup bersama ibu, adiknya Shayna yang berusia 18 bulan serta ayah tirinya Carl. Dibesarkan di Anaheim, California, wilayah Orange County, kemudian Carl memboyong mereka ke Tahoe – sebuah kota yang lebih kecil. Hubungan antar keluarga tidak terlalu baik, terutama Carl yang pengangguran dan tidak menyukai Jaycee. Dan pada tanggal 10 Juni 1991, gadis cilik berusia 11 tahun ini sedang berjalan menuju sekolahnya ketika sebuah kendaraan tiba-tiba muncul dan menculik dirinya.

Sunday, August 25, 2013

Books "COIN LOCKER BABIES"


Judul Asli : COIN LOCKER BABIES
Copyright © 1980 by Ryu Murakami
Penerbit : Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Anin Finia
Cetakan I : Juni 2012 ; 554 hlm
Rate 3 of 5
[ Conclusion in English at the bottom Post ]
~ Reblogged from HobbyBuku's Mystery Stories ~
“Dari tahun 1969 sampai 1975 telah ditemukan sebanyak 68 bayi yang dibuang di seluruh Jepang. Kebanyakan sudah membusuk menjadi mayat. Bayi itu dibuang setelah meninggal dan sisanya tewas di dalam loker sewaan. Bayi yang ditemukan masih hidup, kebanyakan mati setelah sampai di rumah sakit. Jadi bisa dikatakan, yang mampu bertahan hidup hanyalah mereka berdua. Mereka mampu mengalahkan ketakutan alam bawah sadar saat menghadapi kematian beberapa puluh jam setelah dilahirkan.” [ p. 11 ]
Ini adalah kisah dua orang bayi yang ‘dibuang’ oleh ibu masing-masing segera setelah dilahirkan, dan mereka disembunyikan di dalam loker barang di stasiun, hingga ditemukan oleh pihak berwenang. Kikuyuki Sekiguchi ditemukan pada tanggal 18 Juli 1972 dan diberikan dalam asuhan Panti Asuhan Bunda Maria Sakura yang ditangani oleh para biarawati.Kiku tumbuh menjadi bocah yang tampak cukup sehat, namun tak memiliki ketertarikan pada apa pun, lebih memilih tinggal dalam dunianya sendiri. Hingga ia bertemu dengan Hashio Mizouchi, yang kurus dan sakit-sakitan. Keduanya menemukan kebersamaan saat mendapati mereka merupakan dua bayi yang selamat dari pembuangan di loker sewaan. Terutama juga karena keduanya memiliki ‘dunia’ tersendiri yang hanya ada di benak masing-masing.



Pertumbuhan kedua bocah yang senantiasa dalam pemantauan para biarawati yang baik hati itu, membawa pada suatu keputusan untuk memberikan terapi khusus demi masa depan mereka, setelah psikiater yang bertugas memeriksa keduanya, mengambil kesimpulan bahwa tanpa bantuan khusus, baik Kiku maupun Hashi tidak akan dapat hidup secara normal di dunia luar. Diagnosa awal kasus Kiku dan Hashi bisa dikategorikan jenis penyakit autis yang belum terdeteksi secara lengkap, karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perkembangan mereka, yang bila dibiarkan akan menjadi seorang penderita skizofrenia. Istilah ‘gangguan’ yang diderita dapat disebut sebagai ‘simbiosis kenakak-kanakan psikosis’ – yang muncul akibat rasa kehilangan dari penyatuan yang dialami oleh sang bayi saat ‘terpisahkan’ dari sang ibu, terutama jika dikombinasi dengan ‘trauma’ akibat pemisahan yang tak layak.
“Dengan mengecualikan penyakit kelainan jiwa yang merupakan bawaan, penyakit saraf yang diderita bayi atau balita dapat disebabkan dua hal, yaitu hubungan dengan orangtua atau faktor lingkungan. Sama seperti fisiknya, saraf anak-anak tumbuh secara bertahap. Untuk dapat tumbuh dan berkembang, saraf memerlukan rangsangan, dorongan, suplai yang teratur dari sekelilingnya. Pada bayi biasanya akan kehilangan perasaan menyatu jika dipisahkan dari ibunya enam bulan setelah dilahirkan. Untuk mengisi kekosongan, si bayi berusaha untuk kembali ke masa-masa ketika ia masih menyatu dengan ibunya. Apabila ini terjadi, maka hal tersebut tak dapat ditangani dari luar. Dia justru akan memusuhi dunia luar yang berusaha memisahkan dirinys dengan sang ibu, bahkan ingin menghancurkannya. Setelahnya, anak itu akan menutup dirinya dalam khayalan dan daerah kekuasaannya. [ p. 9 – 11 ]
Hashi menderita autis kreatif yang mampu menciptakan sesuatu dari daya imajinasinya yang tinggi, meski semuanya hanya terjadi di dalam ‘dunia’ yang tersembunyi di dalam benaknya. Sedangkan Kiku justru sebaliknya, ia merupakan penderita autis pasif, yang cenderung menarik diri dari pergaulan maupun lingkungan sekelilingnya. Kedua bocah yang tak saling mengenal, akhirnya dipertemukan di sebuah panti asuhan dan dirawat secara cermat, hingga tiba saatnya mereka diadopsi oleh sepasang suami-istri, yang diberikan informasi bahwa Hashi dan Kiku adalah dua bersaudara. Setelah menjalani serangkaian terapi khusus (yang disembunyikan faktanya oleh para biarawati maupun dokter yang merawat keduanya), maka Kiku dan Hashi tampak selayaknya dua bocah normal, dibesarkan oleh dua orang tua angkat yang meski tidak terlalu menyayangi mereka, namun berusaha sebaik mungkin membesarkan mereka secara layak. Pertanyaannya, apakah benar mereka telah ‘sembuh’ dan mampu hidup secara normal ?

Membaca karya penulis Jepang, selalu ada beberapa hal yang cukup menarik untuk disimak secara lebih dalam. Bukan saja mereka mampu mengangkat tema-tema sosial yang terjadi pada masyarakat, namun juga menyajikannya dari sudut pandang yang acapkali membuat ‘gerah’ pembaca karena gaya ‘blak-blakan’ dan bisa dianggap cukup vulgar. Mulai dari Kazuo Ishiguro yang terbilang ‘halus’ dalam penuturannya, hingga Haruki Murakami yang entah bagaimana bisa melukiskan keabsurban manusia dengan indah meski tema yang dipilih bukanlah sesuatu yang ‘normal’. Maka Ryu Murakami juga memiliki ciri tersendiri, yang menggambarkan lukisan imajinasi serta permainan sudut pandang manusia yang sangat aneh, menyedihkan, sekaligus memuakkan, namun tetap menyentuh sisi kemanusiaan. Dibandingkan dengan ‘OUT’ karya Natsuo Kirino yang juga menyoroti kebobrokan mental manusia serta pergulatannya, maka ‘Coin Locker Babies’ terasa lebih abstrak untuk langsung dipahami sebagai karya seni.

Satu hal mengenai topik ‘traumatis’ yang diderita bayi atau bisa dikatakan saat masih berupa janin dalam kandungan, diriku teringat akan diskusi dalam salah satu episode Oprah Winfrey’s Show beberapa tahun silam, bahwa pembentukan karakter serta sifat-sifat dominan pada bayi, sebagian besar ditentukan bagaimana kondisi sang ibu semasa ia mengandung. Bukan sekedar menjaga kesehatan secara fisik, namun hal terpenting yang jarang mendapat perhatian, kondisi kejiwaan, mental dan emosi sang ibu sepanjang ia mengandung, semuanya masuk dan terserap dalam ‘rekaman’ benak sang bayi, menunggu saat yang tepat untuk ‘keluar’ dalam masa pertumbuhannya. Seiring dengan kemajuan tehnologi, maka kondisi kesehatan fisik mampu dipantau dengan lebih mudah, namun secara emosional, terutama menyangkut stress dan depresi, tak dapat dideteksi hingga hal tersebut muncul di saat sudah cukup terlambat untuk ditangani. Dan kisah ini merupakan salah satu contoh buah pemikiran sang penulis, bagaimana perjalanan kehidupan dua sosok bayi yang ‘cacat’ semenjak lahir dan berusaha menemukan dunia yang tepat bagi mereka di antara kehidupan yang beraneka ragam ‘cacat’ secara fisik maupun emosional. It’s a world of sick-people !!!
“Energi, yang mampu memperpanjang kemampuan hidup kedua anak ini berada di suatu tempat tertentu, dan pada suatu waktu tertentu pula, energi ini akan bergabung dengan otak besar dan meyebabkan keduanya menjadi sangat kuat sehingga tidak mampu dikontrol diri sendiri. Salah satu cara efektif yaitu dengan menidurkan energi itu. Energi itu harus disimpan di dalam dinding otak selama beberapa waktu, sampai akhirnya mereka sendiri mampu mengontrolnya. Jadi kita harus membekukan zat metabolik dan sel saraf yang sudah terlanjur mengganas. Metode pengobatan yang dikembangkan dan dipakai untuk menyembuhkan penderita skizofrenia akut sebagai obat halusinasi. Pasien seolah akan dikembalikan ke tubuh ibunya, dengan menciptakan suasana yang hening. Mereka akan diperdengarkan suara jantung manusia yang sudah diproses secara elektronik, suara jantung sang ibu yang didengar calon bayi di dalam rahim. Jantung manusia itu akan berdetak dengan volume tertentu, perantaranya bukan melalui udara tapi melalui getaran cairan tubuh. Suara itu tidak biasa kita dengar, tapi suara ini sangat kompleks untuk didengar oleh calon bayi dengan menggetarkan cairan limpa, darah, dan bermacam-macam organ tubuh. Bahkan menurut Profesor Michael Goldsmith dari Universitas Tehnologi Massachusetts, suara jantung itu sangat mirip dengan suara makhluk asing yang saling berkomunikasi ketika tertangkap oleh satelit.” [ p. 11 -12 ]
Conclusion :
[ source ]
When you hear story about babies, I think everybody will have the same image on cute-lovely-innocense little babies. And this is also the story about babies, but not so ‘lovely’ as you would think. It’s about babies who left to die by their own mother after childbirth. Some of them are born-dead, and the rest just throw away in commons palaces, who in this story they all stuff-in little locker room, lock inside until they die. But despite all the tragic incidents, there are two survivor, two little boy baby who later named Kikuyuki Sekiguchi and Hashio Mizouchi. As unwanted orphanage, the state puts them in the hand of nuns who runs a catholic orphanage, where they gave the best effort to provide child’s need just like all abandon children.

Then the story gets interesting when this two boys, diagnose with autism in their progress of development. To cure their illness and to prepare for their normal life in the future, both Kiku and Hashi done several treatment, without their knowledge or even consent, after all they just a little boy who considered ‘sick’ and ‘damage’ since child-birth. The story continue on how well their adjustment on the treatment, and looks like they can life like normal people, specially when the both got the same foster parents who willing to adopted both of them as brothers. Without anybody knew, their ‘wounded’ inside their mind are just ‘sleeping’ and waiting to wake-up to make a rather different life for Kiku and Hashi.

Reading J-Lit always gave such huge feellings and mixed results for me. Most of them puts ‘normal’ and ‘abnormal’ into the same level in human’s perspective, added with such beautiful and grossome side by side. Some of the reading I can related and enjoy it, and the rest are mixed between huge confusing and sickness. To gave a rather explicit description, Ryu Murakami’s have high imagination on the theme human’s mind, from common people until the twisted ones. If Haruki Murakami also gave the same subject, people who not ‘normal’, it puts like ‘naturalism-picture’ so I still can understand the meaning or its characters. In ‘Coin Locker Babies’ it’s like watching something abstrack that I personally cannot divided where the ‘normal’ or ‘abnormal’ is ... so like I said in my post above : “It’s a world of sick-people !!!” [ so beware of all readers who not use to read such ‘explicite’ description in almost every part of this story ]

Tentang Penulis :
Ryu Murakami, seorang pria Renaissance yang hidup pada masa postmodern, pernah menjalani aneka kehidupan sebagai penggebuk drum dalam sebuah grup musik rock, membuat film yang cukup dikenal di antaranya Tokyo Decadence, hingga menjadi seorang pembawa acara di televisi. Ia menulis novel pertamanya saat masih pelajar sekolah, yang bukan saja memperoleh penghargaan namun juga terjual lebih dari 1 juta kopi. ‘Coin Locker Babies’ adalah salah satu karyanya yang paling ambisius, dan menjanjikan petualang tersendiri sekaligus membiarkan daya khayal dan imajinasi pembaca ‘berlarian’ kesana kemari.

[ more about the author and related works, just check at here : Ryu Murakami | on Goodreads | on FaceBook | on Tumblron IMDb ]

Best Regards,



Wednesday, March 27, 2013

Books "AN ARTIST OF THE FLOATING WORLD"


Judul Asli : AN ARTIST OF THE FLOATING WORLD
Copyright © by Kazuo Ishiguro, 1986
Copyright © 2010 Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Rahma Wulandari
ISBN : 978-602-02-0497-0 | 2013 | 226 hlm
[ Review in Bahasa Indonesia & English ]
“Sebuah kebahagiaan mendalam yang muncul dari keyakinan bahwa perjuangan seseorang telah diakui ; bahwa kerja kerasnya telah membuahkan hasil, keraguannya terhapuskan, semuanya menjadi sepadan dan bernilai – inilah kisah tentang seseorang yang telah mencapai sesuatu  yang  bernilai dan memperoleh pengakuan.” [ p.  223 ]
Kehidupan seorang manusia semenjak ia terlahir di dunia hingga tiba saatnya ia kembali ke asalnya – merupakan perjalanan unik yang memiliki jejak serta warna yang berbeda, antara satu dengan yang lain. Terlepas dari perbedaan ras, kondisi lingkungan, status ekonomi dan sosial, masing-masing memiliki kesempatan yang sama, yaitu menentukan sendiri pilihan akan jalan mana yang akan ditempuh dalam menjalani hari demi hari. Namun yang sering terjadi, manusia tidak mau meluangkan waktu untuk bersyukur atas kebahagiaan, kesenangan, kenyamanan, kenikmatan dan kesuksesaan yang dialami. Bahkan acapkali senantiasa menuntut ‘hak’ diatas ‘kewajiban’ dan menyalahkan siapa saja atas kesalahan dan kegagalan yang dialami, alih-alih berusaha menerima tanggung jawab atas diri sendiri.


Kisah ini adalah tentang sosok bernama Masuji Ono – putra pengusaha yang memilih jalan hidupnya sendiri semenjak remaja, menentang mandat serta perintah orang tuanya, terutama sang ayah yang menghendaki dirinya meneruskan usaha keluarga. Dengan seting waktu sekitar tahun 1920-1950, bertepatan saat Jepang mengalami transisi besar-besaran menjelang invasi terhadap RRC dan Perang Dunia II, hingga reformasi setelah paska perang, kehidupan sosok Masuji Ono terlukiskan dalam 3 periode waktu yang berbeda-beda. Dibuka dengan saat pemuda ini menentukan pilihan hidupnya untuk menekuni jiwa seninya sebagai pelukis, meninggalkan keluarganya yang sama sekali tidak mendukung, karena seorang seniman dianggap tidak memiliki martabat ataupun menjalani kehidupan yang cukup terhormat di kalangan masyarakat umum.

Perjalanan menempuh medan yang cukup berat, dijalani dengan penuh tekad, hingga pemuda ini diterima ‘magang’ di tempat salah satu tokoh seniman ternama, setelah sebelumnya ia terlunta-lunta demi mencari nafkah bagi dirinya sendiri sekaligus berusaha mengembangkan keahliannya.  Kehidupan baru yang dijalani dengan semangat tinggi, berkumpul bersama sesama murid sang Mahaguru, mengembangkan tehnik melukis dalam bimbingan sang Seniman. Tiada kehidupan yang sepi dan sunyi selama ia bersama dengan para rekan dengan sang pembimbing, menjalani pesta pora di malam hari, tertidur menjelang pagi, melukis pada siang hari. Hingga pada suatu hari, sang pemuda mendapati dirinya ‘berubah’ dan memiliki hasrat yang sama sekali berbeda dengan kemauan sang guru. Lukisannya berubah, karena jauh di dalam hati nuraninya, ia mulai menemukan panggilan hatinya. Jika di awal ia ‘terusir’ dari keluarganya demi mencari jati diri, kini ia kembali ‘terusir’ dari kediaman yang telah sekian lama menerimanya, dianggap sebagai pengkhianat karena ia menuruti panggilan hati daripada kemauan dan tuntutan sang guru.

Sang pemuda yang memiliki semangat berapi-api, menemukan cahaya baru di tengah pergolakan menjelang masa peperangan antara Jepang dan Sekutu. Kampanye dan propaganda menjadi agenda tersendiri yang dijalani dengan penuh keyakinan serta prinsip yang kuat, tanpa disadari bahwa semua hal yang ia lakukan akan berimbas pada kehidupannya di masa mendatang. Hingga ketika perang akhirnya usai dengan kekalahan Jepang. Pemuda yang telah menjadi pria dewasa, menikah dan kehilangan anggota keluarga tercinta semasa peperangan, menjalani masa-masa ketika ia bukan lagi seorang murid melainkan guru bagi para pemuda yang haus akan pengetahuan dan bimbingannya. 

Dan segala sesuatu dalam kehidupannya seakan berbalik, ketika ia mendapati berada pada posisi serupa saat ia berhadapan dengan sang ayah untuk mempertahankan Impiannya, ketika ia harus merelakan ‘dikeluarkan’ oleh sang Guru sekaligus mentor karena Impiannya telah melebihi sang pembimbing – hanya kini ia berada pada posisi yang berbeda, ia bukan lagi pemuda lugu yang memiliki semangat menggelora. Kini ia adalah seorang ayah, seorang pembimbing, seorang mentor dan tokoh yang disegani. Dulu ia bersekutu dengan gerombolan para pemberontak yang menginginkan perubahan yang lebih baik pada Jepang. Kini ia tak yakin dengan segala perubahan serta pengaruh dunia Barat yang merambah kehidupan masyarakat Jepang. Bagaimana ia harus menghadapi kematian istri dan putra tunggalnya ? Bagaimana ia mengatasi kegagalan pertunangan putrinya yang (mungkin) disebabkan oleh status serta latar belakang dirinya ? Bagaimana ia berhadapan dengan murid kesayangannya yang berbalik membenci karena ‘tindakan’ yang ia lakukan di masa lalu ? Dan bagaimana ia mampu menjalani hari demi hari, menatap sisa-sisa keindahan dan kejayaan peninggalan masa lalu, runtuh, habis menjadi abu yang lenyap ditiup angin, digantikan sesuatu yang sama sekali baru ....
“Kami hidup selama ini nyaris sesuai dengan gaya hidup dan nilai-nilai yang diajarkannya, dan ini membutuhkan waktu panjang untuk mengeksporasi bagian dari ‘dunia awang-awang’ – dunia malam yang penuh kesenangan duniawi, hiburan dan minuman yang mewujud pada latar belakang seluruh lukisan karya kami.” [ p. 58 ]
‘An Artist of the Floating World’ – menggambarkan kehidupan seniman pelukis Jepang pada era menjelang abad ke-20, di mana sebagian besar para seniman besar mulai menerapkan gaya para pelukis Eropa, hingga timbul perang berkepanjangan melawan pihak Barat. Maka agenda para seniman ini bertambah dengan masuknya propaganda serta kebijakan pemerintahan Jepang pada masa itu. Kebebasan mengekspresikan pikiran serta jiwa ke dalam lukisan, sering kali harus ditebus dengan penangkapan oleh pihak-pihak militer, ditahan dan acapkali disiksa karena dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Hal ini diperburuk dengan sikap sewenang-wenang pejabat pemerintahan serta oknum-oknum yang memanfaatkan hal tersebut untuk ‘menyingkirkan’ pihak-pihak yang tak disukai dengan dalih demi keamanan negara.
“Aku telah belajar banyak hal selama beberapa tahun ini, terutama soal berkontemplasi tentang dunia hiburan dan mengenali keindahannya yang rapuh. Tapi, rasanya inilah saatnya melebarkan sayap ke hal-hal baru, karena aku yakin di masa-masa sulit seperti ini, seniman harus belajar menilai sesuatu yang lebih berwujud daripada hal-hal menyenangkan yang lenyap seiring fajar tiba. Seniman tidak perlu selalu identik dengan dunia yang tertutup dan moral yang rendah. Sensei, hati kecilku berkata aku tak bisa selamanya menjadi seniman di dunia awang-awang.” [ p. 197 ]
Dituturkan dengan gaya penulisan melalui sudut pandang pihak pertama, sosok Masuji Ono mampu membawa para pembaca untuk menelusuri jejak serta langkah-langkah yang diambil dalam berbagai konflik di kehidupannya. Meski pada awal kisah berjalan sedkit lambat dan berputar-putar antara masa silam dan masa terbaru, secara perlahan, kita akan mendapat gambaran nyata, rahasia dibalik misteri yang menyelimuti sejarah kehidupan Masuji Ono – yang tak pelak lagi juga mencerminkan situasi serta kondisi masyarakat Jepang pada era tersebut. Yang menarik, penulis memberikan garis batas yang cukup tegas menjelang akhir kisah, tentang perenungan serta kontemplasi makna kehidupan, bahwa seharusnya tiada penyesalan sedikit pun atas apa pun yang terjadi di masa lalu, baik atau buruk semuanya memberikan ‘warna’ tersendiri yang menghidupkan ‘lukisan’ diri kita masing-masing.
“Setidaknya kita bertindak sesuai dengan keyakinan kita dan melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.”
Tentang Penulis :
Kazuo Ishiguro, lahir di Nagasaki, Jepang pada tanggal 8 November 1954, namun keluarga bermigrasi ke Inggris di tahun 1960. Ia memperoleh gelar BA dari University of Kent di tahun 1978 dan gelar Master dari University of East Anglia untuk ‘creative writing course’ di tahun 1980. Ia secara resmi menjadi warga negara Inggris pada tahun 1982. 

Beliau merupakan salah satu penulis fiksi kontemporer yang banyak dibicarakan dan diakui dalam dunia penulisan di Inggris, dan karya-karyanya memperoleh banyak sorotan serta penghargaan International. Mulai dari 4 nominasi untuk Man Booker Prize, dan memenangkan salah satunya lewat “The Remains of the Day” pada tahun 1989, hingga kisah ini diangkat ke layar lebar dengan judul sama, dibintangi oleh Sir Anthony Hopkins dan Emma Thompson.  Kemudian anugerah OBE pada tahun 1995, hingga Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres pada tahun 1998. Pada tahun 2008, The Times menempatkan beliau pada posisi ke-32 dari daftar  50 penulis Inggris ternama semenjak 1945.  

Novel pertamanya ‘A Pale View of Hills’memperoleh penghargaan Winifred Hotlby Memorial Prize di tahun 1982. Menyusul novel keduanya ‘ An Artist of the Floating World’ yang memperoleh Whitbread Prize di tahun 1986. Kesuksesan novel ke-3 ‘The Remains of the Day’  (1989)disusul dengan rilisnya ‘The Unconsoled’ (1995) dan ‘When We Were Orphans’ (2000). Novel terbarunya ‘Never Let Me Go’ (2005) masuk dalam daftar 100 Novels Inggris terbaik versi Times Magazine, dan diangkat pula ke layar lebar dan rilis September 2010, dibintangi oleh Keira Knightley, Andrew Garfield dan Carey Mulligan.

Best Regards,


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...