Translate

Showing posts with label Historical Fiction. Show all posts
Showing posts with label Historical Fiction. Show all posts

Tuesday, April 19, 2016

[ 2016 | Review #52 ] : "RED SORGHUM"

Books “SORGUM MERAH”
Judul Asli : RED SORGHUM
Copyright © Mo Yan 1992
Penerbit Serambi
Alih Bahasa : Fahmy Yamani
Editor : M. Sidik Nugraha
Layout : Aniza Pujiati
Desain sampul : Altha Rivan
Cetakan I : September 2014 ; 548 hlm ; ISBN 978-602-290-006-1
Harga Normal : Rp. 77.000,-
Rate : 3.5 of 5

Perkenalan pertamaku pada karya Mo Yan melalui ‘Change’ – sebuah semi-biografi yang mengungkap sekelumit kisah kehidupan sosok pemenang Nobel Sastra 2012, menggiring pada rasa ingin-tahu pada karya-karya lainnya. Sorgum Merah menarik perhatian umum tatkala sutradara ternama Zhang Yimou melakukan adaptasi versi layar lebar dua tahun setelah buku ini rilis. Diriku termasuk salah satu pembaca yang penasaran, ingin membaca versi asli karya penulis sebelum memutuskan menonton adapasi filmnya. Dan kisah ini benar-benar melampaui imajinasiku, bahkan bisa kukatakan bahwa pengalaman membaca kisah sepanjang 500 halaman ini membutuhkan kurun waktu yang cukup lama, karena berbagai alasan ...

Wednesday, February 26, 2014

Books "LARASATI"

Books “LARASATI”
Judul Asli : LARASATI
by Pramoedya Ananta Toer
Copyright © Pramoedya Ananta Toer 2003
Penerbit Lentera Dipantara
Desain buku : M. Bakkar Wibowo & Ong Hari Wahyu ; kulit muka : Ong Hari Wahyu
Cetakan V : Februari 2010 ; 180 hlm ; ISBN 978-979-97312-9-6
Rate : 3.5 of 5
“Kalau mati dengan berani ; kalau hidup dengan berani. Kalau keberanian tidak ada – itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.” – Pramoedya Ananta Toer
Sepanjang sejarah bangsa Indonesia, kisah-kisah tentang penjajahan serta perjuangan untuk memperoleh kebebasan demi harkat dan martabat serta kesetaraan setiap manusia, senantiasa muncul melalui keberhasilan maupun kegagalan para pemimpin hingga orang-orang yang akhirnya menjadi sosok pahlawan nasional. Pelajaran sejarah teus terang bukan hal yang kusukai semasa sekolah. Menurutku, perjalanan serta detail tanggal-tanggal peristiwa penting yang wajib dihafalkan, demi memperoleh nilai tinggi dalam laporan akhir (raport), sangat-sangat membosankan dan tidak memiliki kegunaan yang layak sebagai bekal menjalani kehidupan di masa kini.

Thursday, September 19, 2013

Books "OKEI"

Books “OKEI – KASIH TAK SAMPAI SEORANG SAMURAI”
Judul Asli : OKEI
Copyright © 1974 by Mitsugu Saotome
English translation by Kenneth J. Bryson by title ‘Okei – A Girl From The Provinces’ | published by Alma Books, London, 2008.
Penerbit Serambi
Alih Bahasa : Istiani Prajoko
Editor : Fenty Nadia Luwis
Pemeriksa Aksara : Diksi Dik
Pewajah Isi : Eri Ambardi
Cetakan I : Agustus 2013 ; 596 hlm ; ISBN 978-979-024-405-4
Rate : 3,5 of 5
~ Re-Blogged from My Asian's Literature ~

Okei baru berusia 15 tahun ketika ia pertama kali bertemu dengan sosok samurai muda yang kelak selalu memenuhi benak dan hatinya. Sebagai putri pertama dari keluarga pengrajin gentong kayu di wilayah Aizu-Wakamatsu, yang dipimpin oleh bangsawan Matsudaira Katamori – gubernur kehormatan dan masih memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan. Masyarakat Aizu yang berada jauh dari pusat kota, hidup dengan tenang tanpa menyadari adanya pergolakan politik serta ancaman adat-istiadat serta budaya yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka.

Di awali pada penghujung tahun 1862 menurut kalender Masehi, pemerintahan feodal Jepang yang tertata dalam susunan kabinet dimana ada pihak Kerajaan serta Sang Putra Langit sebagai sosok pemimpin dan harapan masyarakat Jepang, bekerjasama dengan Penguasa Shogun yang memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan serta pusat kekuatan militer negara, mulai mengalami guncangan. Masuknya pengaruh ‘dunia Barat’ yang tidak disukai oleh kaum feodal Kuno, semakin kuat ketika akhirnya mereka berhasil ‘mendekati’ Kaisar Jepang baru yang masih sangat muda.


Sunday, March 31, 2013

Books "DREAMS OF JOY"



Books “IMPIAN JOY”
Judul Asli : DREAMS OF JOY
Copyright © 2011 by Lisa See
Penerbit Gradien Mediatama
Alih Bahasa : Martha Pratana
Editor : Mariani Sutanto & Ang Tek Khun
Desain sampul : Heavenly-illusioniz Studio
Cetakan I : Februari 2013 ; 520 hlm
Rate : 4 of 5
[ Review in Bahasa Indonesia & English ]

“Ma, aku tidak tahu lagi siapa diriku ini. Aku juga tak bisa memahami negeri ini lagi. Negeri ini telah membunuh papa. Aku tahu, Mama akan berkata bahwa aku ini orang yang sedang kebingungan dan aku ini goblok. Mungkin Mama benar, tetapi aku harus mendapatkan jawabannya. Barangkali Negeri Cina adalah rumahku yang sesungguhnya...” [ p. 14 – 15 ]
Kisah ini dibuka dengan sepucuk surat yang ditulis oleh Joy – gadis remaja yang baru saja mengalami tragedi dalam kehidupannya, dan kemudian mendapati bahwa kehidupan yang selama ini dijalaninya ternyata merupakan kebohongan semata. Joy menemukan bahwa dirinya bukan putri kandung kedua orang tuanya. Pearl – sang ibu yang membesarkan dirinya semenjak bayi sebenarnya adalah bibinya, sedangkan May – sang bibi justru merupakan ibu kandung Joy, yang hamil saat remaja dengan seorang seniman asal Cina, sebelum keduanya Pearl dan May melarikan diri ke Amerika. Ayah yang membesarkan Joy bukanlah ayah kandungnya, namun beliau meninggal dengan menggantung diri akibat tekanan dan ancaman dari pihak FBI yang menyelidiki keterkaitan dirinya dengan organisasi terlarang serta pergerakan komunis dari Cina. Penyesalan Joy serta rasa bersalah, membuatnya mengambil keputusan nekad, ia melarikan diri dari kediamannya di Los Angeles, Amerika dan terbang menuju negeri Cina, mencari ayah kandung yang tak pernah dikenalnya.


Tindakan Joy yang bukan saja nekad tetapi juga dipenuhi oleh semangat membabi-buta akan kampanye reformasi yang sedang digaungkan oleh Pemimpin Mao terhadap Republik Rakyat Cina yang baru. Tanpa pengetahun yang mendalam, ia menuruti kata hatinya dan bersikeras bahwa hal tersebut adalah satu-satunya jalan guna menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya. Perjalanan panjang dari Amerika hingga Hongkong dan akhirnya memasuki negeri Cina yang sedang dalam situasi ‘panas’, perjuangannya untuk menemukan pria yang merupakan ayah kandungnya, semuanya dilakukan tanpa perbekalan apapun, hingga hal tersebut membawanya ke sebuah desa yang merupakan proyek pemerintah yang harus dijalani oleh ayah kandungnya, seorang seniman ternama di Cina yang masuk dalam daftar hitam gerakan komunis saat itu.

[ source ]
Kisah ini bergulir dengan menampilkan perjalanan kehidupan 3 orang wanita, yaitu Joy – gadis remaja yang naif dan memiliki temperamen tinggi serta watak keras kepala ; Pearl – sang ibu yang membesarkan dan mengasih bayi yang diasuhnya mulai kanak-kanak hingga remaja, menyusul dan berusaha keras mengembalikan sang putri yang menolak dirinya, demi keselamatan jiwanya yang tak disadari telah terjerumus dalam doktrinasi propaganda komunis ; serta May – sang bibi serta ibu kandung Joy, saudara kandung Pearl, dimana keduanya sama-sama mencintai pria yang sama semasa remaja di Cina, namun dirinya yang hamil oleh pria tersebut. Masing-masing pihak telah mengorbankan sesuatu yang berharga dalam kehidupan mereka, dan kini di saat bahaya menghadang nyawa keluarga yang mereka cintai, saat hukum serta peraturan antara dua negara yang berbeda disertai peperangan serta propaganda pemerintahan RRC yang baru dan ekstrem, mereka harus bersatu demi menemukan jalan keluar dari siksaan dan kematian yang mengerikan.

Dengan latar belakang ‘The Great Leap Forward’ (Lompatan Jauh ke Masa Depan) yang terjadi sepanjang tahun 1958 hingga tahun 1962, kisah tentang perjuangan dan kekuatan kasih sebuah keluarga dijalin dengan sajian yang menyentuh sekaligus mendebarkan. Kampanye serta propaganda yang dilakukan oleh Pemimpin Mao untuk melakukan modernisasi pada perekonomian Cina dengan harapan pada tahun 1988, Cina dapat memiliki ekonomi yang setanding dengan Amerika, sebuah cita-cita yang baik dan memukau, dan mampu memberikan hasil yang diminta. Sayangnya prestasi tersebut dikotori dengan pengorbanan rakyat jelata, yang diperas tenaga dan sumber dayanya, hingga mereka mengalami masa paceklik berkepanjangan, kelaparan dan kematian melanda, ribuan nyawa melayang akibat permainan kotor para pejabat pemerintahan yang mencari keuntungan demi penghargaan akan hasil panen serta kontribusi tertinggi. Kisah yang merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya ‘Shanghai Girls’ yang berkisah tentang pejalanan dua orang gadis bernama Pearl dan May yang terjepit dalam suasana perang di Shanghai, Cina, serta usaha pelarian menuju Amerika melalui jalur pernikahan yang telah diatur, dimana keduanya telah jatuh hati pada sosok seniman di Cina.

Sekali lagi penulis mampu memberikan porsi yang cukup menggigit bagi masing-masing karakter, disertai kehalusan, keindahan serta penuturan bagai membaca jurnal dari ke-3 sosok wanita yang memiliki watak serta karakter yang berbeda-beda, terpecah belah pada awalnya, namun pada akhirnya mereka bersatu demi satu tujuan : menyelamatkan nyawa baru yang hadir dalam keluarga mereka – bayi mungil, seorang calon gadis yang terjebak dalam teror serta kejaran pasukan pemerintahan Cina. Memasuki awal-awal kisah yang menggambarkan keegoisan serta sifat keras kepala Joy yang berbuat sekehendak hatinya, tidak terlalu mengindahkan perbedaaan mendasar bahwa ia hidup di negara Cina, yang sama sekali berbeda dengan Amerika. Dengan menggunakan soosk Joy, pembaca akan dibawa pada kepandaian propaganda pemerintahan komunis Cina, yang menuntut kehidupan sama rata – sama kedudukan – keadilan bagi semua. Tiada satu pun orang yang boleh hidup berlebih atau menonjolkan diri, semua berkat serta keuntungan harus dibagi bersama. Bagi seseorang yang memiliki ideologi tinggi, kehidupan seperti ini merupakan Impian sempurna bagi Joy, dan ia menutup mata atas segala kekurangan serta nasehat dari sang ibu yang telah jauh-jauh menyusul bahkan bersedia menjalani kehidupan berat di Cina demi membawa pulang kembali putrinya.

[ source ]
Cara indoktrinasi serta program ‘cuci-otak’ yang diterapkan pada masyarakat pedesaan sungguh menakjubkan sekaligus mengerikan. Masing-masing tak menyadari situasi yang semakin lama semakin berubah, bahkan ketika penderitaan semakin tak tertahankan, politik memecah belah dan mengadu domab berhasil diterapkan hingga pihak-pihak yang  berani melawan akhirnya terkalahkan bahkan tewas di tangan sesama kenalan bahkan anggota keluarganya sendiri. Kelaparan yang terjadi sangat mengerikan hingga membunuh dan memakan bayi-bayi  terutama anak-anak perempuan (di Cina, anak perempuan dianggap tidak berharga bahkan merupakan beban keluarga). Joy yang telah mengecap kehidupan  di Amerika memiliki pemahaman yang berbeda, namun ketika akhirnya ia sadar, sudah terlambat untuk melarikan diri bahkan mencoba berhubungan dengan keluarganya di kota, karena pemerintah menutup jalur komunikasi antara desa-desa yang menjadi korban dengan kota-kota besar. Di saat para pejabat penting dan penduduk kota besar menikmati kenyamanan serta kenikmatan yang melimpah yang disediakan oleh setiap tetes keringat serta darah penduduk pedesaan, dunia luar hanya mengetahui keberhasilan Pemimpin Mao dan penyebaran paham komunis, hingga kekuatan para wanita, para ibu demi menyelamatkan nyawa putrinya, baik May, Pearl dan Joy, dengan bantuan beberapa pihak yang bersimpati, dimulailah pergerakan bawah tanah untuk menyelamatkan nyawa yang masih tersisa dan menunjukkan bukti pada dunia luar.

Conclusion :
Reading story involving War always gave me such ‘dreadful-feelings’ like when I read something with Holocaust themes, how humans can prey into others humans those image cannot relive on my mind. This story also involving War but a very different kind of War – it’s not involving shooting on others (at least in directly) but the main purpose and the result are equally devastating and worse like any others Wars. History takes note on the tragedy behind ‘The Great Leap Forward’ – an campaign announce by the Great Chief Mao between 1958 until 1962, that’s takes hundreds of casualties from adult until babies, who suffers from hunger and poverty. If you like reading such historical fiction, this story will intrigue you from start until the end, ‘cause the author also puts many surprises and very intense stories until the end.

[ source ]
What I really like, the characters are not some super-hero, just an ordinary women, who works in hard and heavy labor, but yet they still use their imagination and cleverness to puts something different into their works. Like when they have to communicate among them, all letters are open-up and read, and all packages are comfiscated by censoric team, but they manage to slip away their message or something else, like hidden money. Or when Pearl used the posters with their picture, cut-slice-glue them into becoming shoes as the message to her daughter, ‘cause inside Cina (specially in common people) paper are hard to find at that time, books are limited to personal who works approve by government. When you are not allow to have personal belonging ‘cause it will proove you are as the opportunistis againts communist peoples, then you have to think smart not to let any one know you hidden secret, like what Pearl do, to save something for her family. And when government close the only way to communicate between others, forbid all the media to prevent any news inside and outside the community, Joy inventing a clever ways to tell her story to the world and send her message to her family, pour her heart into mural-paintings. This is a story that tell that no such stories can be held hostage by some government ‘cause there’s so many ways to tell them into the world. Love it !!!

Tentang Penulis :
[ source ]
Lisa See adalah penulis yang masuk dalam jajaran penulis laris versi New York Times. Ia telah menghasilkan berbagai karya tulis yang mendapat pengakuan baik melalui khalayak umum maupun penghargaan di bidang literatur, di antaranya : Shanghai Girls, Peony in Love, Snow Flower and the Secret Fan (yang telah diangkat ke layar lebar dengan judul sama), Flower Net (memperoleh nominasi dalam Edgar Award), The Interior, dan Dragon Bones.

Organisasi Chinese American Women (Perempuan Cina Amerika) bahkan memberikan penghargaan National Woman of the Year pada tahun 2001. Kini beliau tinggal di Los Angeles, Amerika bersama keluarganya. Untuk mengenal lebih jauh tentang beliau serta karya-karyanya, silahkan berkunjung di situs resminya : Lisa See's Site atau follow akun twitternya di : @Lisa_See

[ more about this story, also check on : Lisa See | Shanghai Girls | Dreams of Joy ]

Best Regards,


Wednesday, March 27, 2013

Books "MEMOIRS OF A GEISHA"



Books “Memoar Seorang Geisha”
Judul Asli : MEMOIRS OF A GEISHA
Copyright © 1997 by Arthur Golden
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Listiana Srisanti
Cetakan XI : Desember 2007 ; 496 hlm
[ Review in Indonesia & English ]

[ Period : 1930 ] ~ [ Setting : Yoroido – Kyoto ; Japan ] ~ [ Facts : History about the living of geisha community in Gion District, Kyoto ]

Awal pembukaan kisah cukup menarik, dimulai dengan kata pengantar berjudul ‘Catatan Penerjemah’ yang anehnya berbeda dengan nama alih bahasa di edisi terjemahan ini, namun sambil melanjutkan halaman demi halaman, dan melalui hasil wawancara dengan sang penulis, ternyata memang kondisi ini disengaja, untuk mendekatkan pembaca dengan penuturan lewat sudut pandang orang pertama : sosok Sayuri – tokoh utama kisah ini, dengan perantaraan orang kedua, yaitu ‘sang penerjemah’, yang dituturkan bagaikan sebuah memoar. Ini adalah sebuah kisah fiksi yang memperoleh banyak masukan dari gambaran kehidupan nyata para geisha di era tahun 1930-an. Meski sebuah fiksi belaka, namun banyak kebenaran di dalamnya, fakta-fakta yang selama ini tersembunyi dalam suatu komunitas kehidupan yang penuh dengan kontroversi serta skandal. 

Tokoh utama dalam kisah ini adalah gadis cilik bernama Chiyo – putri kedua pasangan nelayan miskin Minoru Sakamoto dari pernikahannya yang kedua. Ia memiliki kakak perempuan bernama Satsu yang berbeda usia 7 tahun. Jika Satsu sangat mirip dengan ayah mereka, maka Chiyo mirip sekali dengan ibunya, terutama sepasang mata besar berwarna kelabu transparan, sesuatu yang langsung menarik perhatian dimana sebagian besar warna mata di Jepang adalah gelap atau kecokelatan. Saat Chiyo berusia 7 tahun, sang ibu jatuh sakit dan tak pernah pulih, membuatnya senantiasa berbaring tak berdaya dan kesakitan di atas tempat tidur. 


Kehidupan Satsu dan Chiyo mengalami perubahan besar, ketika salah satu pengusaha besar di wilayah tersebut, Tuan Ichiro Tanaka bertemu dengan Chiyo secara tak sengaja. Setelah itu, beliau mendatangi ayah kedua gadis itu, dan mendiskusikan masa depan mereka. Chiyo yang sangat terkesan dengan keramahan serta penampilan Tuan Tanaka, memiliki harapan dan impian, bahwa ia serta keluarganya ‘diadopsi’ oleh Tuan Tanaka. Dan suatu hari, impian tersebut terjadi, Satsu serta Chiyo dipanggil untuk segera menghadap Tuan Tanaka di kota. Tanpa sempat berpamitan dengan sang ibu yang tergolek sakit, hanya mengucapkan sepatah-dua patah kata kepada sang ayah yang tampak semakin sedih dan layu pada hari-hari terakhir, kedua gadis itu segera menemui Tuan Tanaka, yang langsung membawa mereka ke stasiun kereta api. Peralihan dan penyerahan keduanya kepada sosok asing bernama Tuan Bekku yang tampak menyeramkan, membuat kedua gadis itu ketakutan. 

Melalui perjalanan panjang dan lama, tanpa diberi makan, tanpa membawa bekal atau barang satu pun, kedua bersaudara ini pergi dari kota kecil Yoroido di dekat Laut Jepang, menuju kota besar Kyoto di wilayah distrik Gion. Chiyo yang cantik diserahkan pada Okiya Nitta (okiya = tempat tinggal geisha) sedangkan Satsu dibawa terpisah ke tempat lain yang tak diketahui oleh Chiyo. Saat itu ia baru berusia 9 tahun, terpisah dari sang kakak yang berusia 16 tahun, menyadari bahwa mereka tak kan pernah bertemu lagi dengan kedua orang tua mereka. Chiyo kemudian menyadari bahwa kebaikkan Tuan Tanaka merupakan kedok untuk menjual mereka kepada rumah geisha. Chiyo yang telah dibeli dengan harga tertentu, akan dididik secara keras dan disekolahkan agar menjadi geisha yang terkenal, dan mampu membayar kembali ‘hutang-hutang’ berupa sejumlah pembayaran yang dbayarkan oleh okiya terhadap dirinya, beserta bunga serta biaya hidup selama menjadi tanggungan okiya. Jika dalam waktu tertentu ia tak mampu mewujudkan hasil bagi ‘investasi’ okiya, maka nasib buruk akan menimpa dirinya.

Okiya Nitta dimiliki oleh Nenek Nitta – seorang mantan geisha yang akhirnya menjadi pemilik, dengan dua orang anak didik yang dipanggil dengan julukan Ibu dan Bibi, yang berperan dalam mengatur rumah tangga Okiya. Status Chiyo adalah sebagai anak magang termuda, maka ia diharapkan selalu siap sedia melakukan apa pun yang diperintahkan kepadanya. Beruntung Chiyo memperoleh sahabat yang dipanggil ‘Labu’ karena wajahnya yang bulat halus bagai labu. Serta Bibi yang cukup perhatian pada dirinya. Namun ada sosok yang semenjak awal kehadirannya, tampak selalu berusaha ‘mengincar’ Chiyo dengan menimbulkan berbagi kesulitan pada dirinya. Ia adalah Hatsumomo – wanita cantik rupawan, satu-satunya geisha di Okiya Nitta, yang mana penghasilan Hatsumomo-lah yang menghidupi okiya tersebut. Kecantikan Hatsumomo tidak sesuai dengan wataknya yang semena-mena, jorok, egois serta mudah sekali dengki serta culas terhadap siapa saja. Maka tak heran jika Chiyo mengalami penderitaan berat akibat fitnahan serta kelicikan Hatsumomo, hingga ia menjalani hukuman berkali-kali walaupun ia sama sekali tak bersalah.

Chiyo sangat putus asa, tetapi bagaimana ia mencari jalan keluar ? Hingga suatu hari, akhirnya ia berhasil menemukan tempat dimana Satsu tinggal. Ia menjadi ‘pelacur’ di rumah geisha lain di distrik yang berbeda. Mereka berdua berjanji untuk bertemu kembali dan melarikan diri bersama-sama. Namun nasib malang menimpa Chiyo. Menjelang hari yang ditentukan, ia justru dikurung akibat hukuman yang ditimbulkan oleh Hatsumomo. Saat ia bertekad melarikan diri dengan memanjat atap-atap rumah, ia terjatuh dari atas dan mengalami patah tangan. Pelarian yang gagal ini berimbas pada hukuman yang jauh lebih kejam. Chiyo tak diperkenankan meneruskan pendidikan maupun bersekolah. Ia dikurung dan harus bekerja sebagai pelayan seumur hidupnya. Hingga suatu hari, seseorang memasuki kehidupan Chiyo dan berperan besar dalam merubah sosok gadis lugu bernama Chiyo, menjadi wanita mempesona, dan merubah jati dirinya menjadi geisha ternama bernama Sayuri.

Penulis memaparkan  perjuangan sosok Sayuri – geisha ternama yang dikenal dari ditrik Gion, dari permulaan ia bernama Chiyo, gadis polos anak nelayan miskin yang dianugerahi kecantikan serta kecerdasan, melalui gemblengan geisha cantik nan cerdik bernama Mameha – rival berat Hatsumomo yang berada dalam satu kediaman dengan Chiyo.  Kecantikan gadis cilik yang unik ini telah memicu rasa iri Hatsumomo semenjak ia pertama kali melihatnya di Okiya Nitta. Dan Hatsumomo tak suka pada saingan, maka ia menekan dan terus berusaha menyingkirkan Chiyo. Namun justru salah satu tindakannya mendekatkan Chiyo kepada Mameha, yang bersedia menerima Chiyo sebagai adik asuhnya. Perseteruan serta taruhan yang dilakukan antara Mameha dan Hatsumomo, serta keterlibatan Ibu pemilik Okiya Nitta, menggiring gadis-gadis cilik, Chiyo serta Labu dalam sengketa serta pertandingan tiada henti. Semuanya guna memperebutkan kekuasaan, pengakuan dan tentunya kekayaan. Intrik serta konflik, berbagai cara licik, fitnah serta jebakan, mewarnai kisah ini. 

Kehidupan terselubung seorang geisha, memiliki dua makna. Yang paling rendah adalah mereka yang hidup dalam kemiskinan serta jeratan hutang, dan harus menempuh jalan sebagai pelacur setiap hari. Dan di sisi lain, geisha yang memiliki kemampuan serta pendidikan lebih, juga dukungan rumah okiya, untuk menjadi geisha pilihan berharga mahal dan memiliki ‘Dana’atau ‘Tuan’ yang sangat kaya raya. Singkat cerita, Geisha seperti ini adalah lambang kehormatan, karena para Tuan kaya raya, hampir selalu memiliki geisha sebagai simpanan dan menandakan  peningkatan prestise seseorang dalam lingkungan masyarakat. Semakin kaya seseorang, ia bisa memiliki dan menjamin kehidupan lebih dari satu orang Geisha. 

Gambaran sosok Sayuri, semenjak awal dipersiapkan untuk menjadi geisha terhormat. Ia harus belajar memainkan berbagai alat musik dan menguasai shamisen (alat musik petik yang harus dikuasai oleh seorang geisha), menguasai seni drama serta tari dengan gerakan yang sangat rumit. Mempelajari puisi serta sastra hingga seni, sehingga mampu mengimbangi percakapan sekaligus menghibur para tamu maupun Dana yang akan memilihnya. Cara melakukan make-up khusus khas geisha, ibarat melukis kepribadian baru pada wajah, hingga mempelajari pemakaian kimono yang berlapis-lapis, kemudian berjalan dengan cepat namun halus tanpa memperdulikan kain kimono yang sangat berat dan panas dengan menggunakan okobo (sandal kayu yang sangat indah, namun hanya memiliki tumpuan di bagian tengah dan ujung runcing ke depan). 

Lalu perawatan rambut khusus yang harus dibersihkan kemudian dililinkan dan dibentuk dengan gaya ‘persik merekah’ yang membuat dirinya tak bisa tidur tanpa meletakan kepala diatas bantal tegak khusus agar tidak rusak (gaya ini juga merupakan simbolisasi yang mampu membuat imajinasi seksual para pria berkembang dan sebagai penanda bahwa sang pemakai siap untuk ‘dipetik’). Ia juga diuji untuk melakukan godaan secara halus hanya lewat lirikan atau pandangan mata. Semua detil kecil namun penting, mulai membentuk sosok Sayuri. Dan patut kuakui, sangat sulit untuk melakukan itu semua, tak terbayangkan betapa berat cobaan yang harus dilampaui para gadis muda pada masa itu, demi masa depan yang lebih baik, menjadi seorang geisha terpilih dari Dana yang kaya raya. Jika seorang Dana bisa memiliki seorang istri resmi dan beberapa orang Geisha sebagai simpanan, maka sebaliknya seorang Geisha yang terpilih harus mengabdi hanya pada satu orang Dana atau kehormatannya akan tercemar.

Seakan itu semua belum cukup, cara lain guna meningkatkan popularitas serta daya tarik seorang geisha magang adalah dengan melelang mizuage-nya (keperawanannya) pada penawar tertinggi (ini sungguh mengerikan sekaligus menjijikan). Dan yang menentukan pilihan adalah sang pemilik okiya yang dipastikan merengguk jumlah terbanyak dari pembayaran yang dilakukan. Demi menaikkan nilai harga yang ditawarkan, sang calon geisha disertai sang ‘kakak’ akan berkeliling, berkampanye mendekati calon-calon prospek yang dinilai tertarik dan bersedia membayar mahal. Dengan jeli serta melalui pendekatan menyentuh, penulis juga memberikan porsi ‘romantis’ dari sisi Sayuri, yang telah memberikan hatinya pada sosok pujaan, yang sayangnya selalu berada jauh dari jangkauannya, dan terpisah dari dirinya. Alih-alih sang pujaan hati memberikan balasan atas dirinya, justru sang sahabat pria pujaannya, yang hanya dianggap sebagai teman biasa, rela berkali-kali berjuang membantu dirinya hingga menawarkan diri sebagai Dana dirinya.

My Random Though :
It’s a melodrama with so many facts in history on the life of a geisha in 1930, specially in Gion district, city of Kyoto, Japan. There’s so many close community, or called ‘okiya’ (it’s a geisha’s place, where they live and stays during education). Geisha in this story are not a common prostitute, but they are very young girls, who trained and had really intense education in histories, arts, musics, poets, singing, dancing, and many others cultural tradision, so they will attrach someone wealhty and really rich to be her Dana or Master who will fulfill and support they’re need on daily for the rest of they life (it’s like a concubine or a mistress).

I’ve only been sees the story through the movies adaptations several years agao, but aside I’m so impressed with the movies, this books even giving me more surprise in every detail and aspect on geisha’s life. The author are clever enough to used the main character : Sayuri as the story-teller. This book written from the first point of view as a memoar of Sayuri, through the help the writer (another fictional character on this story), also act as a narrator from the second point of view. That makes this story so alive, the reader will feels the connections with Sayuri into her heart that pouring all her sadness, happiness, bitterness, loss, hope, dreams, everything will be open one by one.

If you like histories, you would like this story. If you also like drama, you will feels this story too. But if you like the combination on history, facts, drama, romance, conflict, intrict, conspiracy, then you’ll have it all one in this book. This book gave another meaning of women life and honor, when many of them century ago are forbidden and living in the shadow of men’s power. But as a geisha, it reveal the knowlegde to influence men and used them for private matter – ‘cause there so little place for women in the part of society. Yet the existence of Gion District in Kyoto for several years as an respectable Geisha’s Community, prove otherwise. When war reaches every big and little town, Gion District can still survive for another year, before Japan crumble by its enemy. It’s a story about the journey and survival woman through the simple living, puts and had to face the cruel-harder life in Geisha’s world, then face to face with the new era, a modern way after the war.  Love this story, it’s been my wishes for so long, then a really ‘good-friend’ give me this book as a gift too – double happiness (^_^)

Tentang Penulis :
Arthur Golden, lahir di Chattanooga, Tennessee pada 6 Desember 1956 adalah seorang penulis asal Amerika. Ia menghabiskan masa kecilnya di Lookout Mountain, Georgia dan pendidikan di Lookout Mountain, Tennessee dan Chattanooga hingga kelulusan pada tahun 1974. Melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima gelar di  Sejarah Seni di bidang Seni Jepang. Setelah menerima gelar M.A. di Sejarah Jepang dari Columbia University di tahun 1980, ia memutuskan untuk mempelajari bahasa Cina. Ketika menghabiskan liburan musim panas di Peking University di Beijing, Cina, beliau menerima pekerjaan di Tokyo. Ketika akhirnya memutuskan kembali ke Amerika, beliau telah memperoleh gelar M.A. di bidang Inggris dari Boston University. 

Golden berasal dari keluarga besar Ochs-Sulzberger (pemilik surat kabar New York Times). Sang ibu, Ruth Holmberg adalah putri Arthur Hays Sulzberger, serta merupakan cucu perempuan Adolph Ochs – pemilik dan penerbit The Times. Meski kedua orang tuanya bercerai ketika ia masih berusia 8 tahun, kehidupannya berjalan dengan baik bersama sang ibu. Kini beliau tinggal di Brookline, Massachusetts, dan memiliki dua orang anak, Hays Golden dan Tess Golden.

The Memoirs of a Geisha yang rilis pada tahun 1997, berada di dalam daftar New York Times Bestseller selama 2 tahun penuh dan terjual lebih dari 4 juta copy dalam edisi bahasa Inggris dan telah diterjemahkan lebih dari 33 bahasa di seluruh dunia. Novel ini ditulis selama lebih dari 6 tahun, karena Golden beberapa kali melakukan perombakan besar, bahkan menulis ulang dari awal sebanyak 3 kali, merubah semua sudut pandang (point of view) sebelum akhirnya memutuskan menggunakan sudut pandang orang pertama melalui karakter Sayuri. Novel ini merupakan hasil riset yang mendalam, dan berdasarkan hasil wawancara dengan para geisha dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya. 

Salah satu sumber informasi yang sangat membantu keberhasilan risetnya, adalah wawancara dengan Mineko Iwasaki – mantan geisha ternama dari District Gion. Dan ketika edisi berbahasa Jepang rilis, pihak Mineko melakukan gugatan hukum sebagi akibat pelanggaran dari perjanjian yang sebelumnya disepakati bahwa bantuan serta informasi yang diberikan harus tetap bersifat rahasia atau anonim karena menyangkut kode etik seorang geisha jika menyangkut kepentingan para klien mereka. Tuntutan ini berhasil diselesaikan secara damai melalui pengadilan di bulan Februari 2003. Di tahun 2005, sebuah adaptasi film yang disutradarai oleh Rob Marshall dan dibintangi aktris Zhang Ziyi, Michelle Yeoh, Gong Li dan aktor ternama Ken Watanabe, menuai kesuksesan di khalayak, dan memenangkan 3 penghargaan Oscar dalam event prestisius Academy Awards..

[ more about the author, book, and related adaptations, check on here : Arthur Golden| Memoirs of A Geisha ]

Best Regards,


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...