Translate

Showing posts with label 19 Century. Show all posts
Showing posts with label 19 Century. Show all posts

Thursday, September 19, 2013

Books "OKEI"

Books “OKEI – KASIH TAK SAMPAI SEORANG SAMURAI”
Judul Asli : OKEI
Copyright © 1974 by Mitsugu Saotome
English translation by Kenneth J. Bryson by title ‘Okei – A Girl From The Provinces’ | published by Alma Books, London, 2008.
Penerbit Serambi
Alih Bahasa : Istiani Prajoko
Editor : Fenty Nadia Luwis
Pemeriksa Aksara : Diksi Dik
Pewajah Isi : Eri Ambardi
Cetakan I : Agustus 2013 ; 596 hlm ; ISBN 978-979-024-405-4
Rate : 3,5 of 5
~ Re-Blogged from My Asian's Literature ~

Okei baru berusia 15 tahun ketika ia pertama kali bertemu dengan sosok samurai muda yang kelak selalu memenuhi benak dan hatinya. Sebagai putri pertama dari keluarga pengrajin gentong kayu di wilayah Aizu-Wakamatsu, yang dipimpin oleh bangsawan Matsudaira Katamori – gubernur kehormatan dan masih memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan. Masyarakat Aizu yang berada jauh dari pusat kota, hidup dengan tenang tanpa menyadari adanya pergolakan politik serta ancaman adat-istiadat serta budaya yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka.

Di awali pada penghujung tahun 1862 menurut kalender Masehi, pemerintahan feodal Jepang yang tertata dalam susunan kabinet dimana ada pihak Kerajaan serta Sang Putra Langit sebagai sosok pemimpin dan harapan masyarakat Jepang, bekerjasama dengan Penguasa Shogun yang memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan serta pusat kekuatan militer negara, mulai mengalami guncangan. Masuknya pengaruh ‘dunia Barat’ yang tidak disukai oleh kaum feodal Kuno, semakin kuat ketika akhirnya mereka berhasil ‘mendekati’ Kaisar Jepang baru yang masih sangat muda.


Thursday, April 18, 2013

Books "SCENT OF SAKE"



Books ”AROMA SAKE”
Judul Asli : THE SCENT OF SAKE
Copyright © 2009 by Joyce Lebra
Penerbit GagasMedia
Alih Bahasa : Gema & Wirawan Sukarwo
Editor : Ayuning & Gita Romadhona
Proofreader : @ceriamawardi
Desain sampul : Dwi Anissa Anindhika
Cetakan I : Maret 2012 ; 548 hlm
Rate : 3 of 5

Tema seputar kehidupan kaum wanita Asia terutama sebelum abad ke-20 senantiasa menarik untuk disimak. Budaya, adat istiadat serta norma-norma sosial yang merupakan aturan baku bagi setiap anggota masyarakat terhormat, wajib dipatuhi dan dilaksanakan tanpa pernah mempertanyakan kelayakan atau pun kehendak pribadi. Bahkan untuk kaum wanita, mereka dapat dikatakan tidak memiliki hak ‘suara’ sekalipun untuk menentukan jalan hidup pribadi. Wanita merupakan pendamping dan pendukung kehendak serta kehormatan para pria, terutama pasangan hidup masing-masing, serta bakti kepada keluarga adalah sesuatu yang sangat mutlak harus dipenuhi.

Kisah ini tentang sosok gadis bernama Rie Omura, dari keluarga besar Omura yang terkenal sebagai penghasil sake ternama di wilayah Jepang. Secara turun temurun resep serta ramuan rahasia dijaga, dan kualitas sake keluarga Omura tak perlu diragukan lagi, bahkan dikabarkan akan dinominasikan sebagai sake no. 1 di Jepang. Sebagaimana sebuah keluarga besar dan terpandang, mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya demi masa depan dan kehormatan keluarga, terutama menyangkut pewaris bisnis tersebut. Namnu tragedi menyedihkan menimpa mereka, ketika putra tunggal serta pewaris kerajaan bisnis itu tewas semasa kanak-kanak akibat kecelakaan tragis. Tinggal satu orang keturuna, sang kakak, gadis bernama Rie Omura.


[ source ]
Rie bukan gadis biasa, karena ia memiliki kecerdasan serta perhatian tinggi terhadap bisnis keluarga. Ia mampu memikirkan berbagai solusi seputar kegiatan serta pekerjaan, memiliki disiplin dan rasa ketertarikan yang besar untuk mengetahui seluk-beluk bisnis keluarganya. Sayang sekali, sebagai seorang wanita, ia dilarang untuk ikut campur dalam pekerjaan ‘pria’. Maka jalan tengah demi menyelamatkan masa depan bisnis, dilakukan ‘pengangkatan-suami’ bagi Rie, yang akan diadopsi dan dilatih untuk meneruskan bisnis mereka. Calon suami serta pewaris bisnis Omura dipilih secara hati-hati dan dengan pertimbangan masak, semuanya demi kepentingan serta masa depan keluarga besar Omura. Hanya satu hal yang kurang, kedua orang tua Rie tak pernah memberi kesempatan bagi putri mereka untuk mengeluarkan isi hatinya yang terdalam.

Rie akhirnya menikah dengan Jiheri – putra pedagang ternama, yang dianggap kandidat yang paling layak. Namun Rie tak pernah menyerahkan hatinya kepada pria yang asing, kasar dan tak pedulian, apalagi ia sudah terlanjur jatuh hati pada pria lain, putra pedagang yang tak masuk dalam perhitungan sebagai kandidat penerus bisnis Omura. Kehidupan pribadi Rie segera mengalami perubahan besar, ia tak pernah menyukai ‘berhubungan’ dengan sang suami, bahkan seiring dengan waktu ia justru kehilangan rasa hormat sera respek terhadap pria yang dianggapnya tak memiliki perhatian dan minat sedikit pun terhadap bisnis keluarga Omura. Maka Rie mencari jalan keluar dimana ia bisa memberikan kontribusi serta turut menentukan kemana bisnis mereka akan berjalan, dengan memanfaatkan aneka muslihat. Meski seorang wanita, terbukti ia memiliki otak brilian dibandingkan para pria di kediaman Omura.

[ source ]
Di sisi lain, Jihei – sang suami, yang merasakan dirinya ‘terbelunggu’ dengan aneka aturan serta tuntutan tiada henti dari pihak keluarga Omura, mencari pelarian di luar kediamannya. Ia menghabiskan waktu untuk mabuk serta bersenang-senang dengan para geisha. Karena di tempat-tempat seperti itulah ia mampu memperoleh kembali harga dirinya. Di tempat-tempat seperti inilah ia dianggap dan dipanggil sebagai Tuan Jihei Terhormat – bukan sekedar anak adopsi keluarga Omura. Hubungan antara Jihei dan Rie semakin memburuk, apalagi ketika Rie keguguran saat kehamilan pertama, disusul kehamilan geisha peliharaan Jihei, yang berbuntut pada adopsi sang bayi hasil hubungan gelap itu untuk diambil dan dididik sebagai calon pewaris keluarga Omura. Ketenangan yang tampak diluar keluarga ini, menyembunyikan aneka gejolak pribadi antar penghuninya. Hingga Rie yang sakit hati akibat perlakuan Jihei, melakukan balas dendam dengan caranya sendiri. Rie tak memperdulikan hal lain kecuali membaktikan segenap jiwa serta waktunya demi kelangsungan kehormatan keluarga Omura.

Kisah ini merupakan melodrama tentang kehidupan sosok wanita yang terbelenggu oleh aturan serta tradisi, namun memiliki segala kelebihan yang diharapkan pada sosok pria sebagai calon pewaris bisnis keluarga terpandang. Masalah perbedaan genre merupakan tema utama dalam kisah ini, namun alih-alih mengupas segala penderitaan sosok Rie Omura, penulis juga menggambarkan sisi lain serta kelemahan kaum pria yang seharusnya menjadi penopang keluarga, justru terpuruk dalam lingkaran ketidak-puasan akibat kesuksesan yang diraih oleh kaum wanita. 

[ source ]
Iri, dengki, sirik, kesombongan, keangkuhan, serta rasa ego yang tinggi, mewarnai kehidupan sosok keluarga pekerja ini. Di Jepang, kasta tertinggi ditempati kaum bangsawan, kemudian para shogun hingga samurai. Golongan pedagang serta pekerja berada di bawahnya, namun keluarga pembuat sake yang besar seperti keluarga Omura menempati tempat khusus, tidak dapat dimasukan golongan rendah namun tidak pula memperoleh pengakuan di kalangan atas, meski dari segi keuangan rata-rata mereka lebih kaya dari para shogun serta samurai. Kemudian ada pula kelompok penghibur, para geisha yang juga menempati posisi unik dalam tatanan masyarakat. 

Untuk beberapa keluarga terhormat, kaum geisha merupakan golongan yang sangat rendah, namun para Tuan Tanah serta Pimpinan Keluarga tak akan pernah lepas dari hiburan rutin yang dijalin antara mereka dengan para geisha. Kisah ini menyajikan banyak hal, namun patut disayangkan sang penulis hanya mengupas ‘sisi-luar’ dari masalah-masalah yang timbul. Hingga kesan akhir setelah selesai membacanya, hampir tiada bedanya dengan membaca kisah drama ala telenovela, tanpa adanya ‘greget’ khusus yang mampu meninggalkan kesan mendalam pada masing-masing karakternya.

Tentang Penulis :
Joyce Chapman Lebra, adalah seorang penulis sekaligus menjabat sebagai profesor di Universitas Colorado, Amerika Serikat, yang mendalami bidang seputar kebudayaan serta peran wanita di kawasan Jepang, India serta Asia Pasifik. Beliau juga menetap di Jepang dalam jangka waktu yang cukup lama, sambil menghasilkan hampir dua puluh karya tulis non-fiksi. Ingin tahu lebih mendalam tentang penulis serta karya-karya lainnya, silahkan berkunjung di : Situs Joyce Lebra | Wikipedia 

Best Regards,


Wednesday, March 27, 2013

Books "IMPERIAL WOMAN"



Books “MAHARANI”
Judul Asli : IMPERIAL WOMAN
Copyright © 1956 by Pearl S. Buck
Copyright © renewed 1984 by Janice C. Walsh, Richard S. Walsh, John S. Walsh, Henriette C. Walsh, Mrs. Chieko Singer, Edgar S. Walsh, Mrs. Jean C. Lippincott and Carol Buck.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Lily Wibisono
Cetakan II : Agustus 1993 ; 360 hlm [ part 1 ] + 440 hlm [ part 2 ]

[ Period : Month of April 1852 M ; Month of 3 on Cina Year 208 on Manchu | Ch’ing Dynasty | Peking, Cina ]

Pada bulan keenam, hari kedua puluh, para perawan Manchu harus tampil di hadapan Ibu Suri sang Putra Langit, untuk dipilih menjadi selir-selir sang Kaisar. Kisah ini dimulai dari sosok Orchid – gadis rupawan berusia 17 tahun, salah satu dari 60 orang gadis yang terpanggil menghadap Ibu Suri. Orchid yang kemudian dipanggil sebagai Yehonala – belajar menarik perhatian pihak-pihak yang terkait, karena ia mendambakan perubahan besar dalam hidupnya, ia menginginkan dirinya sebagai Selir Terpilih Putra Langit. Meski hatinya tertuju pada saudara sepupunya, Jung Lu, bahkan dapat dikatakan mereka dijodohkan semenjak kecil, namun Yehonala tidak langsung menerima lamaran pujaan hatinya, justru menantikan kehidupan baru nan megah di dalam istana. Ia adalah gadis yang sangat cerdas dan memiliki kemauan keras, namun sebagaimana semua gadis belia, ia sangat polos akan kejamnya dunia di balik tembok raksasa Kerajaan. 


Dengan kecerdikan dan ketekunannya, Yehonala terpilih menjadi selir Pilihan, berusaha mengambil hati Ibu Suri, sembari menanti kesempatan untuk dipanggil oleh sang Putra Langit, terutama setelah ia menunaikan kewajiban pada Permaisuri baru, Sakota – adik kandung Permaisuri terdahulu yang telah tiada, sekaligus saudara sepupu Yehonala. Dibantu oleh salah satu kasim bernama Li Lien-ying, yang memiliki ambisi besar menaikkan statusnya, Yehonala mampu menembus persaingan ketat dan segala intrik dalam istana, memperoleh perhatian penuh dari Kaisar Hsien Feng, menjadi selir kesayangan no. 1, yang dipanggil sebagai Kesayangan Kaisar. Bintang keberuntungan menyertai dirinya, ketika ia hamil hampir setelah sang Permaisuri dinyatakan mengandung. Kehamilan dirinya dirahasiakan, hingga ia memperoleh kepastian, apakah sang Permaisuri Sakota akan melahirkan seorang putra – calon penerus Kerajaan, atau seorang putri.

Ketika saat yang dinantikan tiba, Permaisuri akhirnya melahirkan, seorang bayi putri yang sangat lemah dan tidak diharapkan oleh Kerajaan, maka Yehonala tampil sebagai penyelamat, pembawa harapan akan masa depan yang lebih baik. Namun timbul tragedi atas kejadian itu, Ibu Suri yang terlalu gembira, meninggal dunia, putus nafasnya di hadapan putranya saat membawa kabar gembira tersebut. Maka tiada pesta pora, alih-alih suasana bergabung selama beberapa bulan. Maka Yehonala menyibukkan diri dengan belajar berbagai ilmu, mulai kesenian, pengetahuan umum, sastra hingga dunia politik, karena ia menyadari bahwa calon bayinya akan menjadi pemimpin kerajaan. Di dorong oleh rasa haus akan pengetahuan, Yehonala tidak puas dengan guru pembimbingnya yang hanya mampu mengajarkan dunia sastra. Maka dipanggillah Pangeran Kung – putra keenam dari Kaisar sebelumnya, saudara seayah dengan Kaisar Hsien Feng, yang jauh lebih pandai, cerdas dan memiliki pembawaan tenang serta berwibawa dibandingkan sang Kaisar, dan ia menjadi mentor selir muda yang ambisius ini. 

Kelahiran bayi yang dikandung Yehonala, sesuai firasatnya, terlahir putra – calon pewaris Kerajaan. Namun perjuangan Yehonala baru mencapai permulaan. Karena sifat serta kemauannya yang keras, tak mau dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, membuat dirinya memiliki musuh-musuh dalam kerajaan. Bersekutu dengan kasim pilihannya Li Lien-ying serta Kasim Kepala An Teh-hai, Yehonala mempelajari strategi siapa kawan atau sekutu, dan siapa lawannya. Hingga ia memperoleh berkat dari sang Kaisar, gelar serta status Tzu Hsi – Ratu Istana Barat, Ibu yang Beruntung dari Putra Mahkota, kekuasaannya lebih besar daripada sang Permaisuri Sakota atau Tzu An – Ratu Istana Timur. Ratu Tzu Hsi siap melakukan apa pun demi menjaga dan menyiapkan kerajaan bagi putranya. 

Kisah ini sudah pernah kubaca beberapa tahun yang lalu, namun saat membaca ulang utnuk menulis reviewnya, ternyata tidak mengurangi kenikmatan membaca kisah yang seru, menarik sekaligus menyentuh. Penulis yang sudah dikenal sangat mencintai kehidupan dan budaya masyarakat Cina, meski dirinya dapat dikatakan termasuk ‘bangsa-asing’ mampu menyajikan sebuah kisah tentang perjuangan seorang wanita yang dianggap tak memiliki suara dalam kehidupan masyarakt Cina, terutama pada periode jaman Kerajaan. Sosok Yehonala yang berubah wujud menjadi Tzu Hsi – kaisar wanita yang lebih tegar, cerdas, berani sekaligus ambisius dibanding Kaisar Terpilih, dikagumi karena kemampuan berpikir dan mengambil keputusan bak seorang pria, namun tetap terjebak dengan aturan serta tradisi yang tidak memperdulikan ‘suara seorang wanita’. 

Dengan jeli penulis menuturkan curahan hati serta pikiran Yehonala, mulai dari Impian akan masa depan gemilang, alih-alih mendapati sosok Putra Langit yang dipuja-puja, tak lebih dari seorang pria muda yang lemah secara fisik (sang Kaisar mengalami impotensi dan harus didorong oleh ramuan obat kuat) serta mental akibat penyalah-gunaan obat-obatan, candu serta permainan seks yang dimulai semenjak masih remaja. Kebobrokan kehidupan dalam istana, permainan tidak sehat antara para selir, kasim, hingga pejabat terkait, kehidupan glamour dengan pesta pora tiada henti, penghamburan harta kekayaan hasil pengumpulan pajak rakyat demi memperindah dan memperluas istana, satu demi satu dikeluarkan melalui penuturan perjalanan Yehonala. 

Tidak kalah menariknya, intrik serta konspirasi demi alasan masa depan bangsa, namun pada akhirnya kembali pada ambisi pribadi masing-masing, satu demi satu para tokoh dalam kisah ini, terjalin dalam jaring laba-laba yang semakin meluas dan membelit satu sama lain. Yehonala, gadis dengan Impian besar, kecewa dengan pria yang dijunjung tinggi, sakit hati karena ia telah ‘menolak’ lamaran pujaan hatinya, hubungan gelap yang terjadi sekali namun menghasilkan Putra Mahkota yang sangat kuat, cerdas dan membanggakan, semua yang megetahui rahasia ini menutup mata demi satu hal, mengeruk keuntungan pribadi masing-masing, menjamin masa depan yang mereka maui. 

Apa jadinya jika kepentingan pribadi saling berbenturan ? Antar saudara, antar keluarga, saling curiga, saling membenci dan berusaha mencari jalan menjatuhkan bahkan menyingkirkan satu sama lain. Kebahagiaan yang terjadi tampak semu, hanya tampilan di luar, karena di dalam hati masing-masing hanya ada keserakahan, kekhawatiran, ketakutan tiada henti dan kesepian.  Di sini terlihat watak asli manusia bila ia dipojokkan, yang terbaik akan muncul, namun yang terburuk dan paling kelam juga acapkali keluar tanpa bisa dicegah. Anak menyingkirkan orang tua, orang tua melawan dan kehilangan anaknya. Harga nyawa manusia dihargai sangat murah, semuanya dengan alasan demi kemuliaan dan kejayaan. 

Kisah ini semakin menarik karena penulis memasukan konflik dari luar, selain kericuhan dari dalam istana. Dengan masuknya pengaruh serta budaya asing, mulai dari pergerakan pemberontak yang mengaku sebagai wakil Kristus, pasukan-pasukan dari Inggris, Perancis, hingga invasi Jepang serta Rusia, pengaruh yang diberikan oleh para misionaris asing serta biarawan dan biarawati yang mencari pengikut, kemajuan tehnologi modern yang menarik perhatian kaum muda namun dikecam dan dianggap sebagai hal terlarang oleh kalangan tua dan konservatif. 

Jika membaca kisah kehidupan keluarga Wang lewat Trilogi ‘The Good Earth- Sons- A House Divided’ maka pembaca akan disajikan pada kehidupan rakyat yang melalui perubahan iklim politik dan budaya tradisional menuju era modernisasi, maka lewat ‘Imperial Woman’ kita melihat bahwa kehidupan penghuni Kerajaan memiliki kesamaan dengan rakyat Cina, terlepas dari darah bangsawan serta ke-aristokrat-an yang selalu diagung-agungkan, mereka semua harus menyerah pada invasi bangsa asing, menerima kemajuan jaman, secara perlahan meninggalkan peninggalan kehidupan para leluhur. Yang cukup menarik dalam kisah ini, sosok Tzu Hsi yang semula mencemooh para pemimpin bangsa asing, justru menaruh hormat serta kekaguman tersendiri pada sosok Ratu Victoria – penguasa Inggris pada waktu itu. 

Tentang Penulis :
Pearl Sydenstricker Buck ( 26 Juni 1892 – 6 Maret 1973 ), dikenal pula dengan nama Cina Sai Zhenzhu, adalah seorang penulis asal Amerika yang menghabiskan separuh hidupnya di Cina hingga tahun 1934. Lahir di Hillsboro, West Virginia, dan dibawa ke Cina pada usia 3 bulan mengikuti tugas yang diemban oleh ayahnya sebagai seorang misionaris, karena itu Pearl dibesarkan dalam lingkungan bilingual, baik Cina maupun Inggris. Keluarga mereka mengalami masa-masa berat saat Pemberontakan Kaum Boxer, menimbulkan perpecahan antara bangsa Cina dan bangsa Asing (terutama dari Barat).

Pada tahun 1911, beliau meninggalkan Cina untuk menuntut ilmu di Amerika, dan baru kembali ke Cina pada tahun 1914 dan menikah dengan John Lossing Buck pada tanggal 13 Mei 1917, menetap di Suzhou, di Provinsi Anhui (lokasi yang beliau gunakan pada novelnya The Good Earth). Kemudian mereka pindah di kediaman baru di Nanking, Cina dan keduanya juga mengajar di Universitas Nanking. Kehidupan mereka semakin berat dengan propaganda pemerintahan baru Chiang Kai-shek, dan pada Maret 1927 Tragedi Nanking  yang mengambisi nyawa ribuan orang, membuat mereka menjadi salah satu dari sekian banyak bangsa asing yang bersembunyi dari kejaran tentara Chiang Kai-shek. Pada tahun 1934, mereka meninggalkan Cina untuk menetap di Amerika, dan tak pernah kembali ke Cina (pada tahun 1972, beliau berencana mengunjungi Cina, namun terkena larangan Presiden Nixon yang baru membuka hubungan diplomatik dengan pemerintah Cina). Pada tanggal 6 Maret 1973, beliau meninggal di Danby, Vermont akibat kanker paru-paru.

Beliau merupakan sosok yang sangat aktif dalam pergerakan hak-hak kaum wanita, pelestarian budaya Asia, masalah dan topik seputar birokrasi di bagian imigrasi, adopsi, pekerjaan misionaris dan kampanye anti-perang. Pandangan politik serta pengalaman hidupnya, banyak tercurah dalam karya-karyanya abik berupa novel, kumpulan cerita pendek, fiksi, cerita anak, serta biografi keluarganya. Di tahun 1949, beliau tergerak untuk membangun Welcome House, Inc – agen adopsi Internasional pertama yang menangani kasus-kasus anak-anak ‘blasteran/campuran’ yang banyak ditolak di kedua belah pihak. Selama 5 dekade perjuangan mereka, agensi ini telah berhasil menempatkan hampir 5.000 anak-anak terlantar ke keluarga penuh kasih yang bersedia mengadopsi mereka. 

Kegiatan beliau sebagai seorang humanitarian tak berhenti sampai di sini. Di tahun 1964, beliau mendirikan Pearl S. Buck International yang memiliki tujuan mengangkat harkat hidup anak-anak terlantar dan miskin di Asia, terutama mereka yang tidak memenuhi persyaratan untuk diadopsi. Pergerakannya kian meluas hingga membentuk panti-panti asuhan di Korea Selatan, Thailand dan Vietnam dengan nama Opportunity House. Sebagaimana ia katakan, “Tujuan utama misi ini adalah menyebarkan sekaligus menghapuskan ketidak-adilan serta prasangka terhadap anak-anak, hanya karena mereka terlahir berbeda, bukan berarti  mereka tak boleh menikmati pendidikan, menjalani kehidupan sosial serta status layaknya anak-anak normal lainnya.”

Keberanian dirinya sebagai aktivis politik yang berhubungan dengan harkat manusia, tampak pada era dimana pembicaraan atau diskusi tentang topik ini bisa membuat seseorang ditangkap dan ditahan. Beliau justru menantang masyarakat Amerika dengan mengangkat isu rasialis, diskriminasi sex, dan ribuan bayi-bayi terlahir dan terlantar akibat perlakuan tentara Amerika terhadap kaum wanita di Asia selama peperangan. Rumah tempat kelahiran beliau di Hillsboro kini menjadi sebuah museum sejarah dan pusat budaya yang dibuka untuk umum, siapa saja yang peduli dan bersedia membuka pikiran serta Impian masa depan yang lebih baik.  Pearl S. Buck adalah seorang istri, ibu, penulis, editor dan aktivis hak-hak kemanusiaan. Para pembaca bisa melihat buah pikirannya lewat The Good Earth yang masuk dalam daftar bestseller selama 1931-1932 di Amerika, sekaligus memenangkan penghargaan Pulitzer Prize di tahun 1932. Pada tahun 1938, beliau dianugerahi Nobel Prize in Literature atas tulisannya yang kaya akan penggambaran detail kehidupan orang-orang yang tersia-sia di Cina. 

Info selengkapnya tentang penulis beserta karya-karyanya, silahkan kunjungi situs-situs berikut :
All About Pearl S. Buck [ Wikipedia on Pearl S. Buck  ] | All Movies Adaptation [ Pearl S. Buck Movies  ]

Best Regards, 


Monday, February 18, 2013

Books "THE LAST CONCUBINE"



Judul Asli : THE LAST CONCUBINE
Copyright © 2008 by Lesly Downer
Penerbit Matahati
Alih Bahasa : Yusliani Zendrato
Editor : Nadya Andwiani
Cetakan I : November 2008 ; 660 hlm
Cover by Abdul Latief
~ Re-Blogged from HobbyBuku's Classic ~

Dengan latar belakang Jepang sekitar tahun 1800-an, dimana kehidupan masyarakat Jepang berpusat pada 3 kota besar yakni Osaka, Edo dan Kyoto-kota suci danibukota resmi negara Jepang serta kediaman sang Kaisar di wilayah barat. Namun kekuasaan dijalankan terbagi antar daimyo (=bangsawan agung) yang memerintah provinsi-provinsi, dimana mereka bertanggung jawab danbersumpah setia terhadap shogun. 

Dan kisah ini berpusat di wilayah timur, yakni kota Edo (sekarang disebut Tokyo), tepatnya dimulai dari kehidupan dalam Kastil Edo, kediaman penguasa Lord Iemochi sebagai keturunan shogun Klan Tokugawa beserta para wanita – 3000 selir Sang Shogun Muda.

( Lembah Kiso, 1861 )
Gadis cilik bernama Sachi (=kebahagiaan) telah menginjak usia sebelas tahun, namun dirinya masih terlihat berbeda dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Jika anak-anak lain bermata cokelat atau hitam, warna mata Sachi hijau tua, tubuhnya begitu ringkih dan kurus dengan warna kulit putih bening dan pucat, sedangkan anak-anak lain tampak kuat dengan kulit kecokelatan layaknya anak-anak petani. Namun Sachi tidak terlalu memperdulikan hal tersebut apalagi kedua orang tua angkatnya sangat menyayangi dirinya. 

Jiroemon – ayah Sachi sebagai keturunan samurai yang menjabat sebagai kepala Desa Kiso, sibuk dengan persiapan menyambut kedatangan rombongan Yang Mulia Putri Kazu, adik Kaisar – Sang Putra Langit, yang akan melewati Nakasendo (jalan raya yang menghubungkan Kyoto dan Edo yang dibangun pada abad ke-7) menuju Kastil Edo untuk menjadi pengantin sang Shogun. Tanpa ada yang menduga bahwa pada hari kedatangan Sang Putri di penginapan milik Jiroemon, maka saat itu pula nasib dan masa depan Sachi telah menanti. Sachi diambil sebagai dayang Putri Kazu yang akan menetap selamanya di Kastil Edo. Sachi harus meninggalkan Jiroemon dan Otawa, kedua orang tua beserta kedua adiknya yang masih kecil, menuju kehidupan yang sama sekali baru – saat itu ia berusia sebelas tahun.


( Kastil Edo, 1865 )
[ source ]
Tanpa terasa sudah empat tahun berlalu sejak Sachi diambil sebagai dayang. Saat ini kedudukannya sebagai dayang kesayangan Putri Kazu, membuat ia mengetahui seluk beluk kehidupan di Ooku-Aula Dalam, istana para perempuan terhormat Kastil Edo. Ia juga mengetahui bahwa sang putri terpaksa menjadi mempelai shogun dan meninggalka tunangan yang dicintainya, seorang pangeran kekaisaran. Namun Sachi masih muda dan polos, tidak mengetahui alasan sebenarnya saat ia - putri petani desa mendapat perhatian khusus dari sang putri dan dibawa masuk ke dalam Kastil Edo. Maka ia yang sekarang dipanggil sebagai Lady Yuri ( = berarti ‘bunga lili putih’ ) mengikuti semua petunjuk serta latihan keras yang diberikan dalam pengawasan Lady Tsuguko-kepala dayang Putri Kazu, untuk membentuk dirinya menjadi wanita terhormat layaknya penghuni Ooku

Dan pada saat yang telah tepat, Lady Yuri dipilih langsung oleh sang shogun sebagai selir-nya. Tanpa sepengetahuan Sachi/Lady Yuri, kepedihan hati Putri Kazu yang direnggut kebahagiaannya dengan menjadi mempelai shogun, tidak mampu merelakan dirinya untuk ‘berserah’ pada shogun, hingga ia melihat wajah Sachi di desa persinggahan. Maka direncanakan agar Lady Yuri diterima sebagai persembahan pengganti Putri Kazu pada sang shogun-Lord Iemochi. Hal tersebut sekaligus jalan guna membalas perlakuan dari Lady Tensho-in, sang Ibu Suri ( janda shogun terdahulu & ibu angkat shogun muda ), yang sejak awal kedatangan Yang Mulia Putri Kazu telah menunjukkan bahwa dirinya yang paling berkuasa di dalam istana perempuan Kastil Edo, bahkan merendahkan kedudukan Putri Kazu sebagai saudara Sang Putra Langit. 
 
Keberhasilan Sachi menjadi Lady Oyuri-Nyonya Ruang Samping, selir resmi Yang Mulia Shogun, membuat dirinya semakin kesepian dan harus senantiasa waspada terhadap orang-orang yang iri dan ingin menjatuhkan dirinya. Serangan dan tekanan baik mental maupun secara fisik harus diterima terutama saat kepergian Yang Mulia Shogun ke Osaka untuk memadamkan pemberontakan. Hanya didampingi oleh Lady Takiko ‘Taki’ dayang & sahabatnya serta bimbingan Haru – guru para dayang yang mampu membuat Sachi bertahan … dan ada sesuatu yang dapat dinantikan, kedatangan surat yang membawa kabar dari sang shogun muda : Kiku-sama, satu-satunya pria yang telah menempati hatinya. 

Dan suatu hari tanpa diduga – awan gelap menaungi Kastil Edo : sang shogun meninggal dunia karena penyakit misterius. Kematian yang tidak wajar menimbulkan desas-desus bahwa dalang utama dibalik peristiwa itu adalah Lord Yoshinobu, sepupu Lord Iemochi yang langsung mengganti kedudukan sebagai kepala Klan Tokugawa dan sebagai shogun baru.

( Kastil Edo, 1867 )
[ source ]
Sudah setahun berlalu sejak wafatnya Lord Iemochi, Sachi sekarang dijuluki Mantan Selir Lady Shoko-in. Dan pada tahun tersebut, Lord Yoshinobu sebagai shogun baru namun  berdiam di Osaka, mengejutkan banyak pihak terutama dari kalangan Klan Tokugawa saat mengundurkan dirinya dari status penguasa shogun dan menyerahkan kekuasaan kembali ke tangan sang Putra Langit-Tenno-sama, yang baru berusia limabelas tahun, putra Kaisar terdahulu yang mangkat dan merupakan kemenakan Putri Kazu. 

Kaisar baru yang masih belia serta mudah dipengaruhi, meninggalnya sang Shogun-Lord Iemochi sebagai penerus Klan Tokugawa yang berkuasa dan penyerahan kekuasaan oleh Lord Yoshinobu, membawa angin bagi pemberontakan-pemberontakan yang dipelopori oleh klan-klan dari wilayah selatan yang menentang pemerintahan di bawah Klan Tokugawa dan mereka merencanakan merebut kekuasaan dengan bantuan ‘kaum barbar’ (=bangsa Inggris) yang mempersenjatai mereka dengan senjata api (= pistol/senapan/meriam dengan mesiu). 

Peperangan pun tak dapat dielakkan, di mana-mana muncul kerusuhan yang menyusahkan rakyat, perang antar samurai membela tuan masing-masing bahkan bermunculan ronin-ronin (=samurai tak bertuan) yang mengatas-namakan pengembalian kekuasaan pada pihak yang berhak, antara sang Putra Langit dengan Klan Tokugawa. Dan para penghuni Kastil Edo pun, sebagai lambang kekuasaan Klan Tokugawa menjadi sasaran utama penyerbuan. 

Pada saat penyerangan, demi melindungi Putri Kazu yang hendak dijadikan sandera, maka Sachi/Lady Shoko-in menyamar menggantikan Putri Kazu keluar dari wilayah Kastil Edo guna menarik perhatian para pemberontak. Nyawa Sachi berada di ujung tanduk saat rombongan pengiringnya diserang, sebelum muncul pertolongan dari rombongan ronin pengikut Klan Tokugawa. Dan saat itulah titik balik dalam kehidupan Sachi dimulai, dengan munculnya Lady Takiko yang dengan setia diam-diam mengikutinya dan bersama-sama mereka menuju pelarian didampingi para ronin yang bernama Toranosuke, Shinzaemon dan Tatsuemon. 

Demikianlah kisah pembuka tokoh ‘Sachi’ : di mana pada awalnya dia adalah sosok rakyat jelata yang diangkat dalam kehidupan yang lebih tinggi dan dianggap bermartabat tinggi -sebagai selir pilihan shogun. Namun perang membawa pengaruh budaya yang berbeda dalam kehidupan adat-istiadat masyarakat Jepang yang masih membedakan manusia berdasarkan status sosial. Dalam perang baik rakyat jelata maupun bangsawan menjadi sosok-sosok yang tidak jelas, keserakahan, kegetiran, pengkhianatan bermunculan di mana-mana, namun juga mengeluarkan hal-hal terbaik dari manusia : kesetiaan, akal-budi dan kasih sayang mampu menjembatani perbedaan waktu dan jarak yang digambarkan lewat sosok wanita muda bernama Sachi.

[ source ]
Sekali lagi dalam budaya yang merendahkan derajat wanita di strata kehidupan sosial – sosok yang tampak tak berdaya ternyata mampu bertahan dalam kondisi terburuk sekalipun. Bagaimana Sachi mampu selamat dalam perang yang brutal, melihat kematian demi kematian orang-orang yang dikasihi, atau saat menghadapi kenyataan bahwa latar belakang dirinya ternyata rumit & membawa skandal yang dianggap ‘tabu’ pada jaman tersebut, namun dengan usia yang masih muda, dia mampu melihat dengan kebijakan danpemahaman yang berbeda. Bagaimana ia ‘jatuh-cinta’pada pria yang dianggap lebih rendah statusnya ( terutama pergolakkan batin antara tanggung jawabnya sebagai janda Terhormat Shogun dengan panggilan nalurinya sebagai wanita muda belia ). 

Bagaimana pula saat ayah kandungnya muncul setelah bertahun-tahun lenyap meninggalkan bayi Sachi yang baru lahir & ia bekerja sebagai sekutu pihak musuh Klan Tokugawa. Atau bagaimana ia berusaha ‘membantu’ Taki yang jatuh cinta pada pria yang ternyata berhubungan dengan pria lain ( ternyata homoseksual juga telah ada di era tersebut ).  Bagaimana pula saat era modernisasi akhirnya memasuki kehidupan masyarakat Jepang …  bahkan seorang pria asing dari Inggris – kaum yang disebutnya sebagai bangsa ‘barbar’ , ternyata memiliki pengetahuan serta daya tarik tersendiri bagi hati Sachi, hingga Edwards menawarkan ‘cincin pertunangan’ pada dirinya dengan kelembutan & kesopanan yang tak pernah ditemuinya pada pria-pria Jepang …

Dalam setiap bagian selalu muncul kejadian-kejadian yang mungkin pernah kita dengar, namun membaca ulasan yang disampaikan oleh penulis secara gamblang – mau tidak mau membuat pembaca akan terkesima. Misalnya saat gadis Sachi yang baru berusia lima belas tahun menjalani ‘malam pertama’ dengan shogun dengan dikelilingi minimal 4 wanita tetua yang wajib melihat / mendengarkan peristiwa tersebut (waduuh … no privacy at all, apalagi sebelumnya Sachi menjalani pemeriksaan fisik secara intensif terutama organ kewanitaannya , jika zaman sekarang bisa dianggap setengah pelecehan seksual). 

Bahkan setengah tuntas tugasnya (karena shogun segera berangkat ke medan pertempuran), Sachi senantiasa diingatkan berulang-kali bahwa dirinya bukan apa-apa melainkan sekedar rahim yang disewa ( dalam hal ini oleh perintah Putri Kazu-Permaisuri Pilihan Shogun yang tak rela memberikan keturunan secara langsung bagi Shogun ) dan nilai akan dirinya hanya akan diangkat lebih tinggi jika telah memberikan keturunan bagi sang Shogun (yang terjadi tak dapat terlaksana sehingga garis keturunan dari Lord Iemochi terputus). 
 
[ source ]
Juga keheranan Sachi terhadap Edwards yang mengaku diperintah oleh seorang wanita (Ratu Inggris), belum lagi perlakuan-perlakuan yang merupakan kesopanan semata seorang pria terhadap wanita : membantu naik kereta, memberi salam dengan mencium tangan, menuntun danmempersilahkan wanita berjalan di depan pria (di Jepang yang juga masih berlaku pada saat ini - dimana posisi wanita terhormat adalah di belakang pria, apalagi jika ia adalah suaminya) … jadi membayangkan pria tinggi besar berjalan di belakang wanita mungil vs pria kecil / lebih pendek dangempal berjalan dengan langkah-langkah panjang disusul oleh wanita mungil yang berusaha mengikuti langkahnya di belakang, tidak boleh terlalu dekat namun juga tidak boleh tertinggal (suatu pemandangan yang kontras)

Sungguh suatu kisah yang  mengharu-birukan, kisah sejarah yang dibawakan dengan lugas, manis, bahkan dengan gaya bahasa yang berkesan ‘sopan’ seakan-akan tokoh Sachi sendiri yang menulis kisah ini … maka segera buka lembaran buku ini, jangan khawatir dengan ketebalannya, karena dijamin anda tak akan dapat berhenti sebelum lembaran terakhir tuntas dibaca !!

~ syair perjumpaan-perpisahan-pertemuan dua insan manusia ~
“From long ago

Though I had heard to meet

Could only meant to part 

Yet I gave myself to you       

Forgetful of the coming dawn” 
"Hajime yori
Au wa wakare to
Kikinagara
Akatsuki shirade
Hito o koikeri"
“Dari dulu aku tahu

Bahwa pertemuan

Hanya bisa berarti perpisahan

Namun aku menyerahkan diriku padamu

Terlupa akan fajar yang datang menyergap”
Tentang Penulis :
Lesley Downer lahir dari ibu keturunan Cina-Canada dan ayah seorang professor bidang literature Cina. Maka tidak heran sejak kecil ia telah dikelilingi berbagai kebudayaan Asia. Namun Jepang-lah yang menjadi kecintaan pribadinya, sehingga sebagian besar waktunya dihabiskan tinggal atau pulang-pergi di Jepang. Saat ini Lesley telah menikah dengan Arthur I. Miller-seorang penulis pula danmereka tinggal di Inggris. The Last Concubine merupakan novelnya yang pertama. [ Website : Lesley Downer ]


Best Regards,


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...