Translate

Showing posts with label Cina. Show all posts
Showing posts with label Cina. Show all posts

Friday, September 20, 2013

Books "DI BAWAH BENDERA MERAH"

Books “DIBAWAH BENDERA MERAH”
Judul Asli : CHANGE
Copyright ©by Mo Yan 2010
English translation by Howard Goldblatt | published by Seagull Books, London, 2010
Penerbit Serambi
Alih Bahasa : Fahmy Yamani
Editor : Anton Kurnia
Penyelaras : Nadia Luwis
Pewajah Isi : Aniza Pujiati
Cetakan I : Juli 2013 ; 144 hlm ; ISBN 978-979-024-410-8
Rate : 3 of 5
~ Re-Blogged from My Asian's Literature ~

Nama Mo Yan mulai dikenal di awal tahun ini, setelah nama beliau disebut sebagai Pemenang Nobel Sastra 2012 lalu. Kemenangan penulis asal negeri China ini menimbulkan polemik tersendiri, dan masyarakat umum terutama kalangan dunia literatur terbagi dalam dua pendapat yang berbeda, yang semuanya mempermasalahan hal yang sama : Siapakah Mo Yan dan apakah beliau layak menerima penghargaan yang dianggap ‘prestisius’ di kalangan dunia literatur ? Apalagi mengingat lawan beliau dalam ajang perebutan penghargaan yang disertai dengan Hadiah bernilai tinggi, adalah penulis yang cukup terkenal di kalangan Internasional : Haruki Murakami dari Jepang.

Mo Yan adalah penulis asal China kedua yang menerima penghargaan ini. Sebelumnya di tahun 2000 telah diraih oleh penulis Gao Xingjian, namun karena beliau telah ‘keluar’ dari negari China sebagai protes terhadapa kebijakan pemerintahan komunis, dan memilih menetap dan menjadi warga negara di Prancis, bisa dikatakan Mo Yan merupakan penulis pertama asal China yang mendapatkan penghargaan yang mayoritas berada di ‘tangan’ para penulis Eropa. Mo Yan dikenal cukup kritis dalam menuliskan kehidupan serta perjuangan masyarakat China dalam pemerintahan komunis yang telah mengukir sejarah ‘kelam’ sekaligus perubahan besar pada negara serta penduduknya.


Sunday, March 31, 2013

Books "DREAMS OF JOY"



Books “IMPIAN JOY”
Judul Asli : DREAMS OF JOY
Copyright © 2011 by Lisa See
Penerbit Gradien Mediatama
Alih Bahasa : Martha Pratana
Editor : Mariani Sutanto & Ang Tek Khun
Desain sampul : Heavenly-illusioniz Studio
Cetakan I : Februari 2013 ; 520 hlm
Rate : 4 of 5
[ Review in Bahasa Indonesia & English ]

“Ma, aku tidak tahu lagi siapa diriku ini. Aku juga tak bisa memahami negeri ini lagi. Negeri ini telah membunuh papa. Aku tahu, Mama akan berkata bahwa aku ini orang yang sedang kebingungan dan aku ini goblok. Mungkin Mama benar, tetapi aku harus mendapatkan jawabannya. Barangkali Negeri Cina adalah rumahku yang sesungguhnya...” [ p. 14 – 15 ]
Kisah ini dibuka dengan sepucuk surat yang ditulis oleh Joy – gadis remaja yang baru saja mengalami tragedi dalam kehidupannya, dan kemudian mendapati bahwa kehidupan yang selama ini dijalaninya ternyata merupakan kebohongan semata. Joy menemukan bahwa dirinya bukan putri kandung kedua orang tuanya. Pearl – sang ibu yang membesarkan dirinya semenjak bayi sebenarnya adalah bibinya, sedangkan May – sang bibi justru merupakan ibu kandung Joy, yang hamil saat remaja dengan seorang seniman asal Cina, sebelum keduanya Pearl dan May melarikan diri ke Amerika. Ayah yang membesarkan Joy bukanlah ayah kandungnya, namun beliau meninggal dengan menggantung diri akibat tekanan dan ancaman dari pihak FBI yang menyelidiki keterkaitan dirinya dengan organisasi terlarang serta pergerakan komunis dari Cina. Penyesalan Joy serta rasa bersalah, membuatnya mengambil keputusan nekad, ia melarikan diri dari kediamannya di Los Angeles, Amerika dan terbang menuju negeri Cina, mencari ayah kandung yang tak pernah dikenalnya.


Tindakan Joy yang bukan saja nekad tetapi juga dipenuhi oleh semangat membabi-buta akan kampanye reformasi yang sedang digaungkan oleh Pemimpin Mao terhadap Republik Rakyat Cina yang baru. Tanpa pengetahun yang mendalam, ia menuruti kata hatinya dan bersikeras bahwa hal tersebut adalah satu-satunya jalan guna menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya. Perjalanan panjang dari Amerika hingga Hongkong dan akhirnya memasuki negeri Cina yang sedang dalam situasi ‘panas’, perjuangannya untuk menemukan pria yang merupakan ayah kandungnya, semuanya dilakukan tanpa perbekalan apapun, hingga hal tersebut membawanya ke sebuah desa yang merupakan proyek pemerintah yang harus dijalani oleh ayah kandungnya, seorang seniman ternama di Cina yang masuk dalam daftar hitam gerakan komunis saat itu.

[ source ]
Kisah ini bergulir dengan menampilkan perjalanan kehidupan 3 orang wanita, yaitu Joy – gadis remaja yang naif dan memiliki temperamen tinggi serta watak keras kepala ; Pearl – sang ibu yang membesarkan dan mengasih bayi yang diasuhnya mulai kanak-kanak hingga remaja, menyusul dan berusaha keras mengembalikan sang putri yang menolak dirinya, demi keselamatan jiwanya yang tak disadari telah terjerumus dalam doktrinasi propaganda komunis ; serta May – sang bibi serta ibu kandung Joy, saudara kandung Pearl, dimana keduanya sama-sama mencintai pria yang sama semasa remaja di Cina, namun dirinya yang hamil oleh pria tersebut. Masing-masing pihak telah mengorbankan sesuatu yang berharga dalam kehidupan mereka, dan kini di saat bahaya menghadang nyawa keluarga yang mereka cintai, saat hukum serta peraturan antara dua negara yang berbeda disertai peperangan serta propaganda pemerintahan RRC yang baru dan ekstrem, mereka harus bersatu demi menemukan jalan keluar dari siksaan dan kematian yang mengerikan.

Dengan latar belakang ‘The Great Leap Forward’ (Lompatan Jauh ke Masa Depan) yang terjadi sepanjang tahun 1958 hingga tahun 1962, kisah tentang perjuangan dan kekuatan kasih sebuah keluarga dijalin dengan sajian yang menyentuh sekaligus mendebarkan. Kampanye serta propaganda yang dilakukan oleh Pemimpin Mao untuk melakukan modernisasi pada perekonomian Cina dengan harapan pada tahun 1988, Cina dapat memiliki ekonomi yang setanding dengan Amerika, sebuah cita-cita yang baik dan memukau, dan mampu memberikan hasil yang diminta. Sayangnya prestasi tersebut dikotori dengan pengorbanan rakyat jelata, yang diperas tenaga dan sumber dayanya, hingga mereka mengalami masa paceklik berkepanjangan, kelaparan dan kematian melanda, ribuan nyawa melayang akibat permainan kotor para pejabat pemerintahan yang mencari keuntungan demi penghargaan akan hasil panen serta kontribusi tertinggi. Kisah yang merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya ‘Shanghai Girls’ yang berkisah tentang pejalanan dua orang gadis bernama Pearl dan May yang terjepit dalam suasana perang di Shanghai, Cina, serta usaha pelarian menuju Amerika melalui jalur pernikahan yang telah diatur, dimana keduanya telah jatuh hati pada sosok seniman di Cina.

Sekali lagi penulis mampu memberikan porsi yang cukup menggigit bagi masing-masing karakter, disertai kehalusan, keindahan serta penuturan bagai membaca jurnal dari ke-3 sosok wanita yang memiliki watak serta karakter yang berbeda-beda, terpecah belah pada awalnya, namun pada akhirnya mereka bersatu demi satu tujuan : menyelamatkan nyawa baru yang hadir dalam keluarga mereka – bayi mungil, seorang calon gadis yang terjebak dalam teror serta kejaran pasukan pemerintahan Cina. Memasuki awal-awal kisah yang menggambarkan keegoisan serta sifat keras kepala Joy yang berbuat sekehendak hatinya, tidak terlalu mengindahkan perbedaaan mendasar bahwa ia hidup di negara Cina, yang sama sekali berbeda dengan Amerika. Dengan menggunakan soosk Joy, pembaca akan dibawa pada kepandaian propaganda pemerintahan komunis Cina, yang menuntut kehidupan sama rata – sama kedudukan – keadilan bagi semua. Tiada satu pun orang yang boleh hidup berlebih atau menonjolkan diri, semua berkat serta keuntungan harus dibagi bersama. Bagi seseorang yang memiliki ideologi tinggi, kehidupan seperti ini merupakan Impian sempurna bagi Joy, dan ia menutup mata atas segala kekurangan serta nasehat dari sang ibu yang telah jauh-jauh menyusul bahkan bersedia menjalani kehidupan berat di Cina demi membawa pulang kembali putrinya.

[ source ]
Cara indoktrinasi serta program ‘cuci-otak’ yang diterapkan pada masyarakat pedesaan sungguh menakjubkan sekaligus mengerikan. Masing-masing tak menyadari situasi yang semakin lama semakin berubah, bahkan ketika penderitaan semakin tak tertahankan, politik memecah belah dan mengadu domab berhasil diterapkan hingga pihak-pihak yang  berani melawan akhirnya terkalahkan bahkan tewas di tangan sesama kenalan bahkan anggota keluarganya sendiri. Kelaparan yang terjadi sangat mengerikan hingga membunuh dan memakan bayi-bayi  terutama anak-anak perempuan (di Cina, anak perempuan dianggap tidak berharga bahkan merupakan beban keluarga). Joy yang telah mengecap kehidupan  di Amerika memiliki pemahaman yang berbeda, namun ketika akhirnya ia sadar, sudah terlambat untuk melarikan diri bahkan mencoba berhubungan dengan keluarganya di kota, karena pemerintah menutup jalur komunikasi antara desa-desa yang menjadi korban dengan kota-kota besar. Di saat para pejabat penting dan penduduk kota besar menikmati kenyamanan serta kenikmatan yang melimpah yang disediakan oleh setiap tetes keringat serta darah penduduk pedesaan, dunia luar hanya mengetahui keberhasilan Pemimpin Mao dan penyebaran paham komunis, hingga kekuatan para wanita, para ibu demi menyelamatkan nyawa putrinya, baik May, Pearl dan Joy, dengan bantuan beberapa pihak yang bersimpati, dimulailah pergerakan bawah tanah untuk menyelamatkan nyawa yang masih tersisa dan menunjukkan bukti pada dunia luar.

Conclusion :
Reading story involving War always gave me such ‘dreadful-feelings’ like when I read something with Holocaust themes, how humans can prey into others humans those image cannot relive on my mind. This story also involving War but a very different kind of War – it’s not involving shooting on others (at least in directly) but the main purpose and the result are equally devastating and worse like any others Wars. History takes note on the tragedy behind ‘The Great Leap Forward’ – an campaign announce by the Great Chief Mao between 1958 until 1962, that’s takes hundreds of casualties from adult until babies, who suffers from hunger and poverty. If you like reading such historical fiction, this story will intrigue you from start until the end, ‘cause the author also puts many surprises and very intense stories until the end.

[ source ]
What I really like, the characters are not some super-hero, just an ordinary women, who works in hard and heavy labor, but yet they still use their imagination and cleverness to puts something different into their works. Like when they have to communicate among them, all letters are open-up and read, and all packages are comfiscated by censoric team, but they manage to slip away their message or something else, like hidden money. Or when Pearl used the posters with their picture, cut-slice-glue them into becoming shoes as the message to her daughter, ‘cause inside Cina (specially in common people) paper are hard to find at that time, books are limited to personal who works approve by government. When you are not allow to have personal belonging ‘cause it will proove you are as the opportunistis againts communist peoples, then you have to think smart not to let any one know you hidden secret, like what Pearl do, to save something for her family. And when government close the only way to communicate between others, forbid all the media to prevent any news inside and outside the community, Joy inventing a clever ways to tell her story to the world and send her message to her family, pour her heart into mural-paintings. This is a story that tell that no such stories can be held hostage by some government ‘cause there’s so many ways to tell them into the world. Love it !!!

Tentang Penulis :
[ source ]
Lisa See adalah penulis yang masuk dalam jajaran penulis laris versi New York Times. Ia telah menghasilkan berbagai karya tulis yang mendapat pengakuan baik melalui khalayak umum maupun penghargaan di bidang literatur, di antaranya : Shanghai Girls, Peony in Love, Snow Flower and the Secret Fan (yang telah diangkat ke layar lebar dengan judul sama), Flower Net (memperoleh nominasi dalam Edgar Award), The Interior, dan Dragon Bones.

Organisasi Chinese American Women (Perempuan Cina Amerika) bahkan memberikan penghargaan National Woman of the Year pada tahun 2001. Kini beliau tinggal di Los Angeles, Amerika bersama keluarganya. Untuk mengenal lebih jauh tentang beliau serta karya-karyanya, silahkan berkunjung di situs resminya : Lisa See's Site atau follow akun twitternya di : @Lisa_See

[ more about this story, also check on : Lisa See | Shanghai Girls | Dreams of Joy ]

Best Regards,


Wednesday, March 27, 2013

Books "WHEN WE WERE ORPHANS"



Books “Masa-Masa Kita Yatim Piatu”
Judul Asli : WHEN WE WERE ORPHANS
Copyright © Kazuo Ishiguro 2000
Penerbit : Elex Media Komputindo
Alih Bahasa : Linda Boentaram
Cetakan I : September 2012 ; 416 hlm 

Period : 1920 – 1958 | London, Inggris – Shanghai, Cina
Christopher Banks lahir dan besar di Shanghai, Cina pada awal abad 20. Namun ia menjadi anak yatim piatu pada usia 9 tahun, setelah kedua orang tuanya ‘menghilang’ tanpa jejak. Pihak berwenang mengirim dirinya menyeberangi lautan untuk tinggal dan menetap bersama bibinya di Inggris. Christopher menjalani kehidupan barunya, peradaban serta budaya yang berbeda, dan ia berhasil beradaptasi meskipun tidak masuk dalam kelompok populer. 

Setelah lulus dari Cambridge University, ia menjalani kehidupan baru yang tenang dan santai di kediaman pribadinya, sebuah flat mungil di wilayah Kensington. Pertemuan tak disengaja dengan  James Osbourne – teman lama dari sekolah pada musim panas 1923, memicu serangkaian kejadian yang membawa dirinya berjumpa dengan wanita unik bernama Sarah Hemmings – gadis menarik yang menjadi bahan gunjingan karena perilakunya yang tidak sesuai dengan tradisi kalangan terhormat. 

Pertemuan kedua kalinya dengan gadis ini menimbulkan rasa malu dan amarah pada diri Christopher. Dan ketika tahun berlalu, saat ia berada di puncak karirnya sebagai detektif swasta yang kampiun, Sarah Hemmings justru muncul dan ‘memaksa’ agar ia mau memberikan bantuan untuk memasuki pesta gala kalangan atas, dimana Christopher sudah pasti diundang karena kesuksesannya memecahkan berbagai kasus di Inggris. Christopher tak terlalu memperhatikan perjumpaan tersebut, hingga tiba saat pesta gala diadakan, dan disanalah, di lobby gedung, Sarah menanti dirinya – kunci masuk ke dalam acara eksklusif. Dan Christopher berhasil membalas perlakuaan Sarah dahulu terhadap dirinya, dengan menolak gadis itu di depan umum. 


Insiden memalukan dan tak terlupakan itu semakin terngiang dan merubah hubungan di antara keduanya. Sarah yang penuh dengan tekad, tak pernah mau memperdulikan aturan serta tatanan pergaulan, mampu membawa dirinya memasuki dunia yang diinginkan. Dan Christopher yang tampak telah menjalani kehidupan kalangan atas yang diminati banyak orang, justru mendapati bahwa semua itu semu dan ia tak berminat lebih jauh untuk mengikuti arus pergaulan yang menjemukan. Apalagi diam-diam ia memiliki impian tersendiri, sesuatu yang memicu dirinya hingga memilih profesi sebagai seorang detektif. Christopher berniat mencari tahu keberadaan kedua orang tuanya yang lenyap di Shanghai berpuluh-puluh tahun silam. 

Christopher yang menutup rapat-rapat tentang masa lalunya di Shanghai, mendapati ia mampu bercerita kepada Sarah, yang tertarik dan menaruh minat pada cita-cita Christopher. Dan ketika keduanya terpisah karena alasan yang aneh, keduanya bertemu kembali di Shanghai, saat Christopher akhirnya beranjak mencari tahu sesuatu yang telah ‘mengendap’ di benak. Ia bahkan meninggalkan anak asuhnya Jennnifer ke dalam asrama sekolah, karena ia tak tahu akan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menemukan jejak kedua orang tuanya. Apalagi saat itu Shanghai bagian dari Cina, tengah dalam kondisi perang dengan pihak Jepang. 

Sementara itu Sarah Hemmings telah menikah dengan tokoh kelas atas Sir Cecil Medhusrt – sosok pencetus perdamaian, dan beliau datang langsung ke Shanghai dengan harapan mampu menyelesaikan pertikaian, namun ketrampilan di dunia politik Inggris ternyata tak mampu diterapkan di belahan dunia yang sibuk berperang. Alih-alih Sir Cecil terpuruk dalam perjudian dengan hutang yang semakin menumpuk. Sang istri yang jauh lebih muda dan menarik, yang dulu selalu menjadi kebanggannya, kini hanya sebagai pelampias kemarahan serta frustasi dirinya. 

Christopher yang melihat kondisi kedua pasangan ini, mau tak mau teringat akan situasi yang dialami kedua orang tuanya dulu. Kehidupan rumah tangga yang hangat, berubah karena sang ayah terikat pada perusahaan yang bekerja sama dengan para pedagang opium, sesuatu yang ditentang keras oleh istrinya dalam kampanye anti-opium. Mampukah Christopher memecahkan misteri yang telah terjadi bertahun-tahun silam ? Dan bagaimana ia meyikapi kehidupan pribadinya, terutama menyangkut seseorang yang menarik hatinya sekian lama ?
“...memang benar kau dibesarkan dengan bermacam-macam orang di sekelilingmu. Orang China, Prancis, Jerman, Amerika. Tidak heran kalau menjadi sedikit berdarah campuran. Tetapi itu bukan hal buruk. Kurasa tidak buruk jika anak-anak lelaki sepertimu tumbuh dengan sedikit pengarh di sana-sini. Kita semua mungkin bisa memperlakukan sesama jauh lebih baik. Mengurangi perang, misalnya. Mungkin suatu hari nanti, semua konflik ini akan berakhir, dan bukan karena para politisi hebat atau gereja atau organisasi seperti ini. Tetapi karena orang sudah berubah. Mereka akan menjadi seperti dirimu, Puffin. Lebih seperti campura. Tetapi kenapa tidak? Itu hal yang sehat.”
[ from ‘Where We Were Orphans’ by Kazuo Ishiguro | p. 102 -103 ]
Ini adalah buku pertama Kazuo Ishiguro yang kubaca, meskipun ‘The Remains of the Day’ dan ‘Never Let Me Go’ sudah cukup lama berada di tumpukan buku-buku. Rasa penasaran karena karakter yang berprofesi sebagai deteltif inilah yang membuatku memilih sebagai bacaan pertama karya penulis yang hampir seluruh novelnya masuk dalam daftar “100 Books To Read Before You Die”--- sungguh menggugah rasa penasaran, apa keistimewaan karya-karya beliau.

Alih-alih cerita detektif, kisah ini tentang perjalanan hidup Christopher Banks semenjak kanak-kanak hingga dewasa. Dengan menggunakan sudut pandang pertama, karakter ini mampu menyajikan gambaran situasi yang sedang terjadi. Namun dibutuhkan kesabaran untuk memperoleh gambaran besar karena penulis memilih cara ‘back-in-forward’ melalui berkas-berkas ingatan serta kenangan tokoh utama, sembari ia menjalani kehidupannya. Dengan mengandalkan ingatan masa kecil yang kabur, dan mengambil kesimpulan sesuai nalarnya sebagai orang dewasa, sedikit demi sedikit, mulai terpecahkan berbagai pertanyaan yang mengiringi diriku semenjak halaman-halaman depan. 

Mengambil tema sosial budaya yang berbeda, pertemuan antara Barat dan Timur, tercermin dalam kehidupan Christopher di Shanghai, terutama persahabatannya dengan Akira – anak keluarga Jepang yang juga harus beradaptasi di budaya multi-kultural ini. Penulis mampu menyelipkan konflik-konflik budaya serta tradisi lama, melawan pengaruh modern yang masuk. Bahkan memberikan ketegangan lewat topik perdagangan opium yang mana dibawa oleh bangsa Barat untuk menguasai dan menaklukan bangsa Timur, namun akhirnya kendali tersebut jatuh di tangan bangsa Timur yang mampu mendirikan kerajaan bisnis dunia. 

Apakah kisah ini cukup layak jika dinilai dari ide serta kompleksnya materi yang dimasukan, termasuk pandangan politik yang jelas-jelas mencemooh kaum birokrat Barat. Namun ada beberapa hal yang sedikit mengganjal. Jika memang sosok Christopher Banks adalah penyelidik yang brilian, mengapa ia tak mampu menepiskan anjuran sesamanya bahwa misi penyelamatan setelah berpuluh-puluh tahun di tempat kejadian yang menjadi medan perang adalah sesuatu yang absurb bahkan tidak sesuai dengan logika. Perlakuannya setelah berjumpa kembali dengan Akira sebagai musuh, juga menunjukkan seperti orang yang terobsesi dengan Impian yang dibangunnya bertahun-tahun.

 I don’t know whether this character means to be ‘naive’ or ‘crazy’ --- well, maybe its up to the reader to decide. But when the final of the searching meets the answers, only silent and peace – something that maybe the answers to many people for their entire life. I close this book with the sweet and calm reaction. So many thing happen on life, sometimes the answers is not what you need to know, sometimes you just enjoy it every moment.  

Tentang Penulis :
Kazuo Ishiguro, lahir di Nagasaki, Jepang pada tanggal 8 November 1954, namun keluarga bermigrasi ke Inggris di tahun 1960. Ia memperoleh gelar BA dari University of Kent di tahun 1978 dan gelar Master dari University of East Anglia untuk ‘creative writing course’ di tahun 1980. Ia secara resmi menjadi warga negara Inggris pada tahun 1982. 

Beliau merupakan salah satu penulis fiksi kontemporer yang banyak dibicarakan dan diakui dalam dunia penulisan di Inggris, dan karya-karyanya memperoleh banyak sorotan serta penghargaan International. Mulai dari 4 nominasi untuk Man Booker Prize, dan memenangkan salah satunya lewat “The Remains of the Day” pada tahun 1989, hingga kisah ini diangkat ke layar lebar dengan judul sama, dibintangi oleh Sir Anthony Hopkins dan Emma Thompson.  Kemudian anugerah OBE pada tahun 1995, hingga Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres pada tahun 1998. Pada tahun 2008, The Times menempatkan beliau pada posisi ke-32 dari daftar  50 penulis Inggris ternama semenjak 1945.  

Novel pertamanya ‘A Pale View of Hills’memperoleh penghargaan Winifred Hotlby Memorial Prize di tahun 1982. Menyusul novel keduanya ‘ An Artist of the Floating World’ yang memperoleh Whitbread Prize di tahun 1986. Kesuksesan novel ke-3 ‘The Remains of the Day’  (1989)disusul dengan rilisnya ‘The Unconsoled’ (1995) dan ‘When We Were Orphans’ (2000). Novel terbarunya ‘Never Let Me Go’ (2005) masuk dalam daftar 100 Novels Inggris terbaik versi Times Magazine, dan diangkat pula ke layar lebar dan rilis September 2010, dibintangi oleh Keira Knightley, Andrew Garfield dan Carey Mulligan.

Best Regards,

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...