Translate

Friday, July 4, 2014

Books "DUA BELAS PASANG MATA"

Books “DUA BELAS PASANG MATA”
Judul Asli : NIJUSHI NO HITOMI
by Sakae Tsuboi
Copyright © 1952 Koichi Kato
Diterjemahkan dari bahasa Jepang oleh Akira Miura
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Tanti Lesmana
Desain & Ilustrasi Sampul : Yulianto Qin
Cetakan I : Maret 2013 ; 248 hlm ; ISBN 978-602-03-0024-5
Rate : 4 of 5

Sebuah buku yang ‘menarik’ – demikian kesimpulan awal yang muncul dalam benakku saat menilik desain sampul depan (yang sangat bagus dengan gliter-gliter segala) serta sinopsis di sampul belakang. Namun isi kisahnya ternyata melebihi perkiraan, dengan alunan sejarah perjalanan anak manusia yang polos hingga harus meninggalkan dunia yang penuh impian kala perang merenggut harapan serta keyakinan dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah kisah tentang anak-anak namun bukanlah bacaan anak-anak, dan meski mengangkat tema perang, tiada adegan kekerasan yang muncul, justru penggambaran yang menyentuh dengan untaian kalimat yang sederhana dan indah.



~ Terbitan Pantja Simpati (1989) ~
Dimulai saat Hisako Oishi – gadis yang baru lulus sekolah pendidikan guru, menerima pekerjaan untuk mengajar di sekolah desa yang terpencil sejauh lebih dari 8 kilometer dari kediamannya. Harapan dan idealisme untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya, ternyata harus mengalami perubahan cukup besar tatkala ia melihat kondisi kehidupan dan pemahaman masyarakat desa kecil yang terdiri dari 100 keluarga miskin, menghandalkan kerja keras untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pandangan sempit dan perlakuan penduduk desa hingga rekan kerja senior yang melihat sosok ‘guru-wanita’ yang ‘berbeda’ nyaris membuatnya patah semangat dan mundur, hingga ia mulai dekat dengan ke-12 muridnya.

Melalui dialog serta penuturan yang acapkali membuatku tersenyum simpul, hubungan antara Miss Oishi Koishi (demikian julukan yang diberikan oleh murid-muridnya) dan ke-12 murid kelas satu dalam bimbingannya menjadi sangat erat. Mengingat budaya serta kebiasaan pada jaman itu, dimana sosok guru diharapkan tampil berwibawa dan menuntut rasa hormat serta kepatuhan melalui disiplin tinggi, maka langkah-langkah yang diambil oleh Hisako justru berlawanan hingga dianggap menyalahi aturan. Ia mengajarkan pengenalan alam sekitar melalui pelajaran di luar kelas, menyanyi lagu-lagu ceria dan memberikan julukan unik pada setiap murid-muridnya.
“Batu-Batu Besar”

Batu-batu besar tidak terlalu berat.
Tidak seberat tugas kita kepada ibu pertiwi.
Dalam perang, kita mesti terus maju.
Menerjang anak-anak panah dan peluru ;
Kita mesti merangsek ke muka.
Untuk mati demi tanah tumpah darah kita.
~ Terbitan Tuttle (2007) ~
Bahkan mendekati masa perang, kala kampanye dan propaganda perang memasuki sekolah, Hisako menolak untuk berpartisipasi dalam menyebarkan maklumat pemerintah, karena hal itu berarti mengirim bocah-bocah yang masih belia untuk berangkat ke medan perang. Bukan sesuatu yang mudah untuk menjadi sosok yang menentang arus. Dituduh sebagai pengkhianat negara hingg dihukum bisa jadi menjadi nasib Hisako seandainya ia tak berhati-hati. Keyakinan dan keteguhan Hisako Oishi, hanya berbekal rasa cinta dan kasih sayang terhadap murid-muridnya, serta anak-anak kandungnya, yang menjadi yatim di usia belia, menggambarkan perjuangan yang memiliki makna dalam dan sangat menyentuh.

Dua Belas Pasang Mata, adalah novel anti perang. Namun pembaca hendaknya tidak mengharapkan penjelasan lengkap mengenai Pasifisme atau pandangan cinta damai di sini. Topik-topik seperti “Hal-hal apa yang menyebabkan perang?” , “Bagaimana kita mencegah timbulnya perang?” dan “Apakah semua perang tak bisa dibenarkan?” , misalnya, nyaris tidak disinggung-singgung di dalam buku ini. Sakae Tsuboi sekedar menunjukkan, melalui perkembangan kedua belas anak yang polos, tentang kekejaman serta ketidakmanusiawian perang modern. Pandangan cinta damainya mungkin agak terlalu naif, dan hanya didasarkan pada kebencian akan perang serta kecintaan pada umat manusia, dan justru karena inilah novel Dua Belas Pasang Mata merupakan karya yang menyentuh para pembacanya.

Tentang Penulis :
Sakae Tsuboi, lahir di Pulau Shodo di Laut Seto pada tahun 1900. Setelah lulus sekolah dasar, dia bekerja sebagai juru tulis di kantor pos dan kantor desa di pulau itu selama kurang-lebih sepuluh tahun. Pada tahun 1925 dia pindah ke Tokyo dan menikah dengan Shigeji Tsuboi, seorang penyair. Kelak dia berkenalan dengan para novelis perempuan, di antaranya Yuriko Miyamoto dan Ineko Sata, dan berkat dorongan mereka, dia mulai menulis karya fiksi.

Sejak masa perang, dia telah menghasilkan sejumlah novel. Dia dikenal piawai dalam menulis kisah-kisah yang tokoh utamanya anak-anak, dan dari beberapa karyanya ini dia telah memenangkan berbagai penghargaan sastra. Nijushi no Hitomi, atau Dua Belas Pasang Mata, diterbitkan pada tahun 1952 dan seketika menjadi best-seller. Tak lama kemudian, novel ini difilmkan oleh sutradara Keisuke Kinoshita, dan mendapat sambutan meriah dari kalangan berbagai usia.

~ This Post are include in 2014 Reading Challenge ~
55th Book in Finding New Author Challenge
144th Book in TBRR Pile

Best Regards,

Hobby Buku

No comments :

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...