Books
“DUA BELAS PASANG MATA”
Judul Asli : NIJUSHI NO HITOMI
by Sakae Tsuboi
Copyright © 1952
Koichi Kato
Diterjemahkan dari
bahasa Jepang oleh Akira Miura
Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Alih Bahasa : Tanti
Lesmana
Desain
& Ilustrasi Sampul : Yulianto Qin
Cetakan
I : Maret 2013 ; 248 hlm ; ISBN 978-602-03-0024-5
Rate : 4 of 5
Sebuah buku yang
‘menarik’ – demikian kesimpulan awal yang muncul dalam benakku saat menilik
desain sampul depan (yang sangat bagus dengan gliter-gliter segala) serta
sinopsis di sampul belakang. Namun isi kisahnya ternyata melebihi perkiraan,
dengan alunan sejarah perjalanan anak manusia yang polos hingga harus
meninggalkan dunia yang penuh impian kala perang merenggut harapan serta
keyakinan dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah kisah tentang anak-anak namun
bukanlah bacaan anak-anak, dan meski mengangkat tema perang, tiada adegan
kekerasan yang muncul, justru penggambaran yang menyentuh dengan untaian
kalimat yang sederhana dan indah.
~ Terbitan Pantja Simpati (1989) ~ |
Dimulai saat Hisako
Oishi – gadis yang baru lulus sekolah pendidikan guru, menerima pekerjaan untuk
mengajar di sekolah desa yang terpencil sejauh lebih dari 8 kilometer dari
kediamannya. Harapan dan idealisme untuk memberikan yang terbaik bagi
murid-muridnya, ternyata harus mengalami perubahan cukup besar tatkala ia
melihat kondisi kehidupan dan pemahaman masyarakat desa kecil yang terdiri dari
100 keluarga miskin, menghandalkan kerja keras untuk sekedar memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Pandangan sempit dan perlakuan penduduk desa hingga rekan kerja
senior yang melihat sosok ‘guru-wanita’ yang ‘berbeda’ nyaris membuatnya patah
semangat dan mundur, hingga ia mulai dekat dengan ke-12 muridnya.
Melalui dialog serta
penuturan yang acapkali membuatku tersenyum simpul, hubungan antara Miss Oishi
Koishi (demikian julukan yang diberikan oleh murid-muridnya) dan ke-12 murid
kelas satu dalam bimbingannya menjadi sangat erat. Mengingat budaya serta
kebiasaan pada jaman itu, dimana sosok guru diharapkan tampil berwibawa dan
menuntut rasa hormat serta kepatuhan melalui disiplin tinggi, maka
langkah-langkah yang diambil oleh Hisako justru berlawanan hingga dianggap
menyalahi aturan. Ia mengajarkan pengenalan alam sekitar melalui pelajaran di
luar kelas, menyanyi lagu-lagu ceria dan memberikan julukan unik pada setiap
murid-muridnya.
“Batu-Batu Besar”
Batu-batu besar tidak terlalu berat.Tidak seberat tugas kita kepada ibu pertiwi.Dalam perang, kita mesti terus maju.Menerjang anak-anak panah dan peluru ;Kita mesti merangsek ke muka.Untuk mati demi tanah tumpah darah kita.
~ Terbitan Tuttle (2007) ~ |
Bahkan mendekati masa
perang, kala kampanye dan propaganda perang memasuki sekolah, Hisako menolak
untuk berpartisipasi dalam menyebarkan maklumat pemerintah, karena hal itu
berarti mengirim bocah-bocah yang masih belia untuk berangkat ke medan perang.
Bukan sesuatu yang mudah untuk menjadi sosok yang menentang arus. Dituduh
sebagai pengkhianat negara hingg dihukum bisa jadi menjadi nasib Hisako
seandainya ia tak berhati-hati. Keyakinan dan keteguhan Hisako Oishi, hanya
berbekal rasa cinta dan kasih sayang terhadap murid-muridnya, serta anak-anak kandungnya,
yang menjadi yatim di usia belia, menggambarkan perjuangan yang memiliki makna
dalam dan sangat menyentuh.
Dua
Belas Pasang Mata, adalah novel anti perang. Namun pembaca hendaknya tidak
mengharapkan penjelasan lengkap mengenai Pasifisme atau pandangan cinta damai
di sini. Topik-topik seperti “Hal-hal apa yang menyebabkan perang?” ,
“Bagaimana kita mencegah timbulnya perang?” dan “Apakah semua perang tak bisa
dibenarkan?” , misalnya, nyaris tidak disinggung-singgung di dalam buku ini.
Sakae Tsuboi sekedar menunjukkan, melalui perkembangan kedua belas anak yang
polos, tentang kekejaman serta ketidakmanusiawian perang modern. Pandangan
cinta damainya mungkin agak terlalu naif, dan hanya didasarkan pada kebencian
akan perang serta kecintaan pada umat manusia, dan justru karena inilah novel
Dua Belas Pasang Mata merupakan karya yang menyentuh para pembacanya.
Tentang Penulis :
Sakae Tsuboi, lahir
di Pulau Shodo di Laut Seto pada tahun 1900. Setelah lulus sekolah dasar, dia
bekerja sebagai juru tulis di kantor pos dan kantor desa di pulau itu selama
kurang-lebih sepuluh tahun. Pada tahun 1925 dia pindah ke Tokyo dan menikah
dengan Shigeji Tsuboi, seorang penyair. Kelak dia berkenalan dengan para
novelis perempuan, di antaranya Yuriko Miyamoto dan Ineko Sata, dan berkat dorongan
mereka, dia mulai menulis karya fiksi.
Sejak masa perang,
dia telah menghasilkan sejumlah novel. Dia dikenal piawai dalam menulis
kisah-kisah yang tokoh utamanya anak-anak, dan dari beberapa karyanya ini dia
telah memenangkan berbagai penghargaan sastra. Nijushi no Hitomi, atau Dua
Belas Pasang Mata, diterbitkan pada tahun 1952 dan seketika menjadi
best-seller. Tak lama kemudian, novel ini difilmkan oleh sutradara Keisuke
Kinoshita, dan mendapat sambutan meriah dari kalangan berbagai usia.
~ This Post are include
in 2014 Reading Challenge ~
55th Book
in Finding New Author Challenge
144th Book
in TBRR Pile
Best Regards,
Hobby Buku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/