Books
“MENGIRING DEWA YANG SESAT”
by Catherine Lim
Cover artwork by
Sarah Perkins
Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Alih Bahasa : Nin
Bakdisoemanto
Cetakan I : Maret
2004 ; 376 hlm ; ISBN 978-979-22-0704-0
Harga Normal :
Rp. 50.000,-
Timur atau Barat.
Kepala atau Hati. Dewa mana yang harus ia ikuti ?
Yin Ling –
cantik, memukau, cerdas dan memiliki impian tinggi bagi masa depannya. Kemudian
muncul Vincent Chee dalam kehidupannya, seakan-akan Dewa Keberuntungan turun
dari langit memberikan berkah dan karunia kepadanya. Bukan saja Vincent
merupakan putra tunggal keluarga kaya raya dan sangat berpengaruh di Singapura,
tapi ia juga sangat mencintai Yin Ling, dan bertekad menjalin kehidupan rumah
tangga bersama, terlepas dari keberatan sang ibu yang telah menjaga
‘pewarisnya’ dari para pengeruk harta selama sekian tahun. Pertunangan memyusul
pernikahan akan segera dilangsungkan, tampaknya tak ada yang mampu menghalangi
pasangan yang menjadi bahan gosip kalangan atas Singapura, untuk segera
meresmikan ikatan mereka.
Hingga muncul Ben
Gallagher – dosen muda yang bergelar profesor dari Amerika, pria idealis yang
memiliki impian untuk merubah dunia menjadi lebih baik. Ia menyeberang dari
belahan benua yang berbeda, untuk mewujudkan misi tersebut. Keberanian dan
tekad bulat yang acapkali dianggap sebagai sikap keras kepala, nyaris menjadi
landasan kuat bagi sosok Ben untuk bertindak mengungkap kebenaran terlepas apa
pun halangan yang harus ia hadapi. Penduduk Singapura yang mayoritas didominasi
kaum Asia, terkesan ramah, halus dan mudah menerima dirinya. Namun Ben
mendapati, halangan berupa birokrasi serta aturan main, ternyata juga
berlangsung di Singapura, dengan cara yang agak berbeda namun bertujuan sama.
Profesor Ben
Gallagher merupakan sosok pengajar favorit mahasiswa, namun mimpi buruk bagi
administrasi karena ia menolak melakukan aturan main yang sama, jika dirasa hal
tersebut tidak sesuai dengan kebenaran, keadilan serta prinsip-prinsip
kebebasan dalam hak maupun kewajiban individu. Saat ia mengalami frustasi akibat
benturan-benturan serta kecaman halus yang dilakukan oleh kolega hingga
pimpinan universitas, Ben bertemu dengan sosok Yin Ling – daya tarik yang tak
mampu ia hapuskan, membayangi dirinya semenjak saat itu. Keberanian Ben untuk
melakukan pendekatan terhadap Yin Ling, yang dikenal sebagai tunangan Vincent
Chee (tidak seorang pun pria di Singapura berani berpikir untuk mengusik Yin
Ling), menggugah Yin Ling.
Yin Ling tertarik
pada sosok Ben jauh sebelum ia mengenalnya sebagai Profesor Ben Gallagher, ketika
secara kebetulan ia menyaksikan keberanian Ben membela seorang wanita tak
dikenal di lokasi ‘street-food’ terkenal. Wanita yang ternyata seorang wanita
penghibur, lari demi keselamatannya yang terancam oleh sang mucikari dan
antek-anteknya. Tiada seorang pria pun yang membantu wanita itu, termasuk
Vincent Chee yang mendampingi Yin Ling saat itu. Gosip seputar perilaku
‘memberontak’ yang dilakukan oleh Profesor Gallagher mengusik perhatian Yin
Ling lebih pada pria yang asing bagi dirinya. Tanpa disadari, benang-benang
merah mulai muncul, terjalin dan terajut lebih kuat antara dua insan yang
berbeda latar belakang ini.
Awalnya kisah ini
kuduga sekedar konflik seputar drama keluarga dengan mengangkat romansa antara
dua insan yang berbeda latar belakang, sebagaimana acapkali muncul pada
karya-karya Amy Tan, Lisa See hingga Pearl S. Buck. Dugaanku sedikit banyak
benar adanya, dengan tambahan masuknya unsur yang mengangkat pergulatan antara
dua budaya, dua keyakinan yang berbeda, Barat dan Timur yang secara garis besar
‘bertolak-belakang’ – namun pada hakekatnya mampu menemukan ‘benang merah’ yang
menyatukan segala perbedaan ... walau untuk itu dibutuhkan waktu dan proses
yang cukup berat, sekaligus pengorbanan besar.
Yin Ling yang
mewakili budaya Timur, mendambakan kebebasan untuk membuka pikiran dan
pendapat, harus berhadapan dengan adat dan tradisi yang membatasi dirinya,
sebagai seorang wanita maupun bagian dari komunitas Asia yang tertutup. Ben
Gallagher, sebaliknya terpikat pada ‘kehalusan’ dan tata krama yang terkesan
santun, mengira ia mampu mengubah dunia menjadi sesuatu yang lebih baik sembari
berharap ‘sopan-santun’ yang ia kagumi memudahkan jalannya, dan mendapati ia
berbenturan dengan tembok raksasa yang kaku, dingin, diam dan acuh, tanpa
memberikan kesempatan atau celah baginya untuk menembus tradisi yang terjalin
sekian ratus tahun.
Kisah ini tidak
akan menarik tanpa campur-tangan sosok Ah Heng Cheh – pengasuh Yin Ling,
pembantu rumah tangga yang membesarkan anak-anak majikannya, hingga memiliki
hubungan kedekatan yang unik, diluar kaitan hubungan darah. Ah Heng Cheh
merupakan cerminan sosok yang berpegang erat pada keyakinan dan tradisi kuno
dari leluhur, mengutamakan kepentingan ‘Dewa-Dewa’ yang dipuja sebagai panutan
dan pedoman dalam menjalani kesehariaan, termasuk saat menghadapi aneka masalah
dan halangan. Walau ini merupakan karya pertama penulis yang kubaca, konflik di
balik kisah ini digambarkan cukup akurat, menarik sekaligus menggelitik,
mengajak pembaca menelusuri dinamika kehidupan keluarga-keluarga yang berbeda
di Singapura, terlepas dari modernisasi yang tercermin dalam pola dan gaya
kehidupan, tradisi leluhur serta kepercayaan kuno masih berakar kuat, terutama
pada golongan ‘tua’ ...
Dari keluarga Yin
Ling, paduan kekuatan antara sang ibu yang juga merupakan orang tua tunggal,
sibuk mengejar karir hingga melepas anak-anaknya di tangan pembantu (pengasuh),
hingga janda kaya raya yang memiliki misi khusus, membesarkan putra tunggal
sekaligus pewaris kekayaan keluarga, dan tentu saja menjauhkan para ‘pengeruk
harta’ dari kehidupan maupun masa depan putra kesayangannya. Jika ada sedikit
‘keluhan’ hanya terbatas pada panjangnya narasi atau adegan-adegan tertentu
yang membutku merasa jenuh pada beberapa bagian, akibat alur yang lambat. Namun
secara keseluruhan, kisah ini layak dibaca penggemar drama romansa dengan latar
belakang kemelut dan tradisi Timur vs Barat. Bahkan bisa ku-ungkapkan ‘sedikit’
bahwa ending kisah ini lumayan mengejutkan, membuatku sedikit merasa
‘haru-biru’ (serta mengingatkan diriku akan kisah klasik ‘Anna Karenina’ karya
Tolstoy) ... but overall it’s a good story.
Judul Asli : FOLLOWING THE WRONG GOD HOME
Copyright © 2001 by Catherine Lim
Cover artwork by Sarah Perkins
Rate : 3.5 of 5
[
more about the author & related works, just check at here : Catherine Lim | on Goodreads
| on Wikipedia | on Facebook ]
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/