Translate

Showing posts with label The House of Earth Trilogy. Show all posts
Showing posts with label The House of Earth Trilogy. Show all posts

Thursday, September 22, 2016

[ 2016 | Review #94 ] : "A HOUSE DIVIDED"

Books “RUNTUHNYA DINASTI WANG”
by Pearl S. Buck
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Irina M. Susetyo & Widya Kirana
Desain & ilustrasi sampul : Satya Utama Jadi
Cetakan II : Agustus 2008 ; 536 hlm ; ISBN 978-979-22-3798-6
Harga Normal : Rp. 55.000,-

Ini adalah kisah tentang Wang Yuan – putra Wang si Macan, cucu Wang Lung – petani sederhana yang berhasil meningkatkan derajat kehidupan dan membangun keluarga besar, walau masa depan yang terjadi tidak seluruhnya sesuai harapan. Dalam kisah sebelumnya, pembaca diajak menelusuri kehidupan baru sosok Wang Lung yang berhasil mengangkat dirinya beserta keluarga dari kemiskinan hingga menjadi kaya raya dan berkuasa, walau semua perjuangan Wang Lung lambat laun hancur akibat ulah ketiga putranya. Salah satu sosok ‘pemberontak dalam keluarga ditampilkan pada putra bungsu Wang Lung, yang lari dari rumah, bergabung dengan tentara rakyat dengan tujuan menghancurkan keraj keras ayahnya. Namun sejarah kembali berulang, karena Wang Si Macan akhirnya menjalani kehidupan kurang lebih serupa dengan ayahnya ...

Wednesday, March 27, 2013

Books "SONS"



Books “WANG SI MACAN”
Judul Asli : SONS
( book 2 of The House of Earth Trilogy )
Copyright © 1932, renewed 1959 by Pearl S. Buck
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Irina M. Susetyo
Cover by Satya Utama Jadi
Cetakan ke-01 : Maret 2008 , 608 hlm

Sinopsis :
Kelanjutan dari kisah keluarga Wang dimulai dengan sang Kepala Keluarga Wang Lung menjelang ajalnya hanya ditemani selir setia Pear Blossom. Walaupun telah memiliki kekayaan & mendiami istana yang megah, namun diakhir hayatnya, Wang Lung memilih menghabiskan waktunya di kediaman lama di tanah pertanian, tempat dimana ia dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Kedua putranya sibuk mempersiapkan pemakaman dan merencanakan pembagian tanah warisan milik mereka setelah Wang Lung meninggal. Sedangkan putra ketiga yang melarikan diri, tidak dapat ditemukan sampai Wang Lung menghembuskan nafas terakhir, menyusul ayahnya dan istri pertama yang setia O-lan, ibu seluruh putra-putrinya yang telah lama meninggalkan dunia terlebih dahulu.


Maka kehidupan baru dimulai, setelah perseteruan kecil tentang pembagian warisan diantara keluarga Wang yang ada, masing-masing pihak meneruskan Impian masing-masing atas harta yang diperoleh. Wang si Sulung sebagai penerus keluarga menjabat sebagai Tuan Tanah yang sibuk menarik pajak sewa dari para petani penggarap serta menjual sedikit demi sedikit tanah warisannya demi memuaskan diri dengan foya-foya. Istrinya yang berasal dari keluarga terpandang serta terpelajar ternyata menyimpan ketidak puasan dan senantiasa membanding-bandingkan keadaannya sekarang dengan keadaan keluarganya. Maka tidak lama kemudian kebiasaan Wang Tuan Tanah semasa muda untuk bermain di rumah hiburan dimulai kembali. Warisan yang diterima dalam sekejap mulai berkurang karena dihabiskan untuk wanita simpanan, bahkan putra-putrinya senantiasa menuntut barang-barang mahal demi mengikuti meningkatkan status sosial dan mode terbaru. Pengeluaran terus mengalir tanpa disertai pemasukkan yang berarti karena dalam keluarga tak ada satu pun yang tertarik untuk bekerja. Dari penampilan luar tampak bahwa keluarga Wang Tuan Tanah merupakan keluarga kaya dan terpandang, tanpa diketahui banyak orang bahwa sebenarnya kondisi keuangan mulai menipis.

Sedangkan  Wang putra kedua yang lebih pandai, mampu berhemat bahkan senantiasa mencari jalan guna melipatgandakan warisan kekayaan miliknya dengan segala cara, apalagi semenjak muda ia telah dibekali ilmu berdagang. Ia memilih istri bukan dari kalangan kaya dan terpelajar, namun menikahi wanita desa sederhana yang kuat dan sigap dalam bekerja serta pandai mengatur pembelanjaan dalam keluarga. Berkat kecerdikkan yang dimiliki, tak lama kekayaan yang ada telah jauh melampaui warisan diantara saudara-saudaranya, namun sifat hemat dan hidup sederhana tetap dilakukan dalam keluarganya sehingga tak ada yang mengetahui keadaan yang sebenarnya. Wang Sang Saudagar bahkan secara diam-diam mengambil keuntungan dari transaksi-transaksi warisan kedua saudaranya, yang tidak terlalu peduli dengan urusan tanah pertanian keluarga. 

Wang putra ketiga, yang datang terlambat menjelang pemakaman ayahnya, tidak tertarik untuk tinggal lebih lama di tanah keluarga yang dibencinya. Setelah menerima warisan, ia meminta pertolongan kakak-kakaknya untuk mengelola atau menjual tanah warisan miliknya, karena yang sangat dibutuhkan adalah uang perak yang banyak. Putra ketiga yang dijuluki Wang Si Macan memiliki cita-cita tinggi untuk membentuk dan memiliki pasukan serdadu sendiri serta menguasai daerah-daerah jajahan yang sangat luas. Siapa tahu ia bisa menjadi panglima, jenderal bahkan Kaisar penguasa, apalagi mengingat pergolakkan peperangan yang terjadi dimana-mana akibat mangkatnya kaisar terdahulu tanpa pewaris.

Maka selepas upacara pemakaman, ia segera meninggalkan daerah kelahiran dan mulai membentuk pasukan serdadu, membeli persenjataan, memperluas wilayah kekuasaan dengan menumpas penguasa sebelumnya dan mendirikan wilayah kerajaan kecil miliknya. Dengan keuletan, kecerdikan dan tekad yang kuat, akhirnya Wang si Macan mampu membuktikan dirinya menjadi penguasa wilayah yang luas dengan serdadu ribuan jumlahnya serta rakyat yang hidup di lahan yang subur dan kaya sehingga memberikan pemasukkan pajak yang tinggi bagi kehidupannya.

Akan tetapi walau semua tampak telah berhasil dimilikinya, Wang si Macan merasa senantiasa resah dan gelisah, ada sesuatu yang hilang dari kehidupannya. Saat melihat keadaan kakak-kakaknya beserta keluarga masing-masing, ia mulai berpikir tentang kehidupan pribadinya. Sejak kehilangan Pear Blossom – satu-satunya gadis yang pernah dicintainya, Wang si Macan tidak pernah memikirkan masalah wanita. Tapi sejak berjumpa dengan bekas gundik Leopard-kepala perompak yang ditumpasnya, ia tak mampu menghilangkan pikiran tentang wanita tersebut dari benaknya. Maka tanpa mengindahkan peringatan dari pendamping setianya, ia menikahi wanita cantik mempesonakan yang tak jelas asal-usulnya. Sejak saat itu dimulai bibit bencana yang akan merubah kehidupan Wang si Macan di masa depan.

Kisah tentang dinasti keluarga Wang berlanjut dengan perkembangan pola kehidupan yang berbeda antara ketiga putra Wang Lung. Akibat adanya perubahan politik dan sosial budaya yang terjadi di Cina saat itu, membuat generasi putra-putra Wang Lung tidak menjalani kehidupan mereka sebagaimana yang dilakukan oleh Wang Lung – terutama bagaimana memperlakukan dan menghargai nilai daripada tanah-tanah warisan hasil jerih payah Wang Lung seumur hidupnya.

Maka dalam sekejap, wilayah dan tanah yang subur milik Wang Lung untuk keluarganya mulai lenyap sebagaimana dulu Wang Lung mulai membeli sedikit demi sedikit tanah milik penguasa keluarga Hwang yang dijual oleh putra-putra mereka. Bahkan penggambaran masa depan keturunan cucu maupun cicit Wang Lung mulai tampak akan mengulang sejarah yang sama.

Kesan :
"Meski zaman & peradaban boleh berbeda & berubah sewaktu-waktu, namun sifat dasar manusia tetaplah mengikuti pola yang sama. Meski sang anak bersumpah untuk tidak mengikuti jejak orang tua – ataupun  mereka ingin memperoleh hidup yang lebih baik, bagaimana pun karma akan hukum kebajikan melawan kejahatan akan keserakahan – tamak – iri hati tetap berjalan sebagaimana adanya.

Ibarat semua manusia adalah petani penggarap sebagaimana kehidupan Wang Lung, maka apa yang ditanam serta bagaimana merawat serta memupuknya, seberapa banyak perhatian & dedikasi dalam proses – itu semua  yang akan menentukan hasil yang akan kita peroleh."

Best Regards,


Books "THE GOOD EARTH"



Books “BUMI YANG SUBUR” 
Judul Asli : THE GOOD EARTH
( book 1 of The House of Earth Trilogy ) 
Copyright © 1931 / renewed 1958 by Pearl S. Buck
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 
Alih Bahasa : Gyani Buditjahja
Cover by Pang Warman 
Cetakan ke-04 : Agustus 2003 , 536 hlm
 
"Novel ini telah terjual habis dalam waktu singkat, menuai banyak pujian & penghargaan dari banyak kalangan. Puncaknya saat memenangkan hadiah Putlizer 1932 dan diterjemahkan kedalam lebih dari tigapuluh bahasa serta menduduki tempat terhormat di gedung sandiwara & gedung bioskop. Novel ini mengisahkan tentang Cina pada kehidupan abad kedua puluh, dimasa pemerintahan kekaisaran terakhir sehingga terjadi pergolakkan politik & sosial secara besar-besaran yang menyengsarakan rakyat jelata. Penulis mampu menggambarkan pergeseran antara ajaran dan norma-norma tradisional dengan masuknya pengaruh bangsa asing yang menjerat kehidupan banyak orang, seperti senjata, candu, budaya dan seni, pola pikir serta pendidikan menuntut kesetaraan derajat antara pria-wanita, kalangan atas-kalangan bawah. Suatu kisah yang pantas dinikmati tanpa melihat zaman ataupun waktu, karena hal ini masih banyak terjadi sampai saat ini dimana pun kita berada. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dapat dijadikan refleksi akan apa yang kita pandang sebagai prinsip-prinsip kehidupan."

Sinopsis :

Ini adalah awal kisah tentang dinasti keluarga Wang – dimulai dari kehidupan Wang Lung, seorang petani muda dengan kehidupan sederhana sehari-hari menggarap tanahnya yang tidak seberapa untuk menghidupi dirinya beserta ayahnya yang telah beranjak tua. Menjelang usia yang cukup, sebagaimana didikan pemuda yang harus melanjutkan keturunan, maka ia mencari calon istri untuk melahirkan putra-putra penerus nama keluarga. Karena dirinya hanya seorang petani miskin, maka ia hanya mampu membayar mas kawin untuk menebus seorang budak wanita biasa dari Rumah Keluarga Hwang yang terpandang di desanya. 


Wang Lung walaupun hanya petani miskin, namun ia memiliki Impian dan cita-cita tinggi untuk meningkatkan kehidupannya. Wang Lung senantiasa rajin dan tekun dan senantiasa hemat - tidak pernah menghambur-hamburkan uang untuk mabuk & berjudi seperti kebanyakkan petani miskin lainnya. Ini didukung oleh istrinya, O-lan yang bukanlah wanita cantik rupawan, lembut ataupun terpelajar, namun ia terbukti sebagaimana istri petani yang berbakti dan pekerja keras dalam membantu pekerjaan Wang Lung sebagai seorang petani. Bahkan O-lan termasuk wanita kuat dan mandiri dengan hamil, melahirkan putra-putri tanpa bantuan siapapun & langsung bekerja di sawah selepas melahirkan.

Berkat kerjasama dan saling pengertian diantara keduanya, maka mulai terkumpul kekayaan kecil sebagai petani berupa uang-uang perak. Wang Lung orang yang cerdik, ia sadar bahwa kekayaan berupa uang, perhiasan tidak berguna, malah bisa mengundang perampok. Maka demi memenuhi Impian-nya, ia mulai membeli tanah keluarga Hwang yang terkenal subur namun tak terurus karena kemalasan keturunan Hwang yang hanya bisa menghamburkan warisan kekayaan keluarganya. Sedikit demi sedikit, maka tanah Wang Lung mulai meluas, namun hal tersebut tidak merubah pola dan cara hidup Wang Lung sekeluarga yang tetap sederhana.

Prinsip Wang Lung yang tetap memperluas kekayaan lewat pengembangan tanah miliknya, terbukti membuat dirinya beserta keluarga mampu mengatasi segala kesulitan yang terjadi dalam kehidupan mereka. Bahkan disaat musibah melanda desanya hingga kelaparan merajalela dan menghancurkan kehidupan banyak orang dan membuat keluarga Wang Lung harus mengungsi sementara dikota lain demi sesuap nasi – mereka tetap mampu kembali ke tanah pertanian dan membangun kehidupan yang jauh lebih sukses dengan perjuangan, kerja keras, ketekunan serta tidak pasrah hanya menerima nasib semata. Maka keluarga Wang Lung bukan lagi petani miskin yang banyak dilecehkan & dihina orang, namun menjadi keluarga kaya dan terpandang di wilayah tersebut.

Kehidupan Wang Lung akan lebih bahagia, seandainya tidak ada gangguan dari keluarga pamannya-kakak ayahnya, yang hidup menghambur-hamburkan uang dan mulai menggerogoti kemenakannya yang telah berhasil menjadi orang kaya. Disisi lain, Wang Lung yang memiliki banyak pegawai, mulai jarang turun langsung kelapangan. Karena terbiasa sibuk, maka timbul kegelisahan demi menghabiskan waktu. Maka dimulailah kegiatan yang menjadi awal racun dalam keluarga, saat ia terlibat dengan seorang gadis dari rumah hiburan bernama Lotus. Bahkan Wang Lung berbuat lebih jauh dengan membawa Lotus beserta pelayannya Cuckoo ke dalam rumahnya sebagai selir. Maka Wang Lung tidak pernah lagi merasakan ketenangan di kediamannya dengan adanya perseteruan antara anggota keluarga. Selirnya yang masih cantik & muda membuat pengeluaran yang sangat boros, apalagi paman, bibi dan putra mereka yang senantiasa meminta uang untuk foya-foya, kemarahan ayahnya karena membawa wanita yang tidak direstui ke dalam rumah serta kesulitan dalam mengelola lahannya yang sangat luas – membuat Wang Lung semakin lama semakin tidak bahagia dengan keberadaannya sekarang. Hanya satu hal yang dapat membuatnya merasa damai, bekerja kembali dan merasakan tanah nan subur di tangannya, bagaimana pun ia adalah seorang petani sejati.

Semakin lanjut usia, Wang Lung hanya berusaha menjaga dan terus mengembangkan tanah yang dicintainya demi keturunannya, putra-putranya yang telah beranjak dewasa. Namun tak seorang pun yang tertarik meneruskan usaha ayahnya. Putra sulungnya hanya senang menduduki posis sebagai Tuan Tanah namun membenci pekerjaan yang berhubungan dengan orang-orang rendahan. Putra kedua lebih senang berdagang, sedangkan putranya ketiga melarikan diri karena membenci tanggung jawab tanah pertanian yang diserahkan pada dirinya dan setelah mengetahui gadis budak bernama Pear Blossom, yang diam-diam dicintainya, ternyata diambil sebagi selir oleh ayahnya sendiri. Maka diakhir ajalnya, Wang Lung hanya Pear Blossom yang sangat mengasihinya yang benar-benar merasa kehilangan. Sedangkan keturunan Wang Lung mulai membagi dan menjual tanah luas hasil perjuangan dan  kerja keras Wang Lung seumur hidupnya.

Best Regards,


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...