Judul Asli : NEGERI PARA ROH
Copyright © by
Rosi L. Simamora
Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Editor : Harriska
Adiati
Proofreader :
Dini Novita Sari
Lay-out :
@bayu_kimong
Ilustrasi sampul &
isi : Rosi L. Simamora
Lay-out sampul :
Eduard Iwan Mangopang
Foto : Judi
Roberts Efendis Dadana
Cetakan I : Desember
2015 ; 288 hlm ; ISBN 978-602-03-2113-4
Harga Normal :
Rp. 60.000,-
Rate : 3.5 of 5
“... setiap perjalanan memang seperti sihir yang dapat mengubah siapa pun.”
Saat pertama kali
mendengar judul buku ini, jujur yang terbayang dalam benakku ini adalah sajian
kisah fantasi yang menggugah rasa ingin tahuku, karena Rosi L. Simamora lebih
kukenali sebagai penerjemah beberapa buku favoritku (dan hasil terjemahannya pun
bagus). Namun setelah mendapat ‘sedikit’ bocoran dari salah satu proofreader
buku ini, rasa penasaran berubah menjadi keingin-tahuan yang lebih besar,
karena kisah ini ternyata di-inspirasi dari kisah nyata Dody Johanjaya – salah satu
penggerak tim program Jejak Petualang. Di sisi lain, ada sedikit keraguan untuk
mengetahui kisah ini, apalagi menyangkut peristiwa kecelakaan kapal yang
membuat awak-awaknya terapung-apung di tengah lautan sekian lama ... duh, salah
satu ketakutanku terbesar adalah tenggelam atau berada di tengah samudra luas
seorang diri #sereeembangettt 6(-__-)9
Setelah berusaha ‘menguatkan’
diri plus karena rasa penasaranku lumayan besar, akhirnya kumulai membaca buku
dengan desain sampul yang menarik pula (ternyata ilustrasi sampul hasil karya
mbak Rosi juga lho). Awal pembuka dimulai dengan catatan penulis, sesuatu yang
agak berbeda, biasanya catatan selalu diletakkan pada bagian akhir buku.
Melalui catatan ini, penulis memberikan latar belakang serta kronologis
terbentuknya kisah Negeri Para Roh. Dari awal pesan Doddy Johanjaya yang
menanyakan apakah beliau tertarik untuk menulis kisah berdasarkan kecelakaan longboat tim Jejak Petualang di Laut
Arafuru pada tanggal 6 Juni 2006 yang berlanjut pada pertemuan demi pertemuan,
wawancara sekaligus survey langsung ke Timika untuk melakukan interaksi dengan
penduduk Asmat. Proses terwujudnya novel ini ternyata harus melalui jalan
berliku, lebih dari setahun sebelumnya akhirnya Negeri Para Roh terlahir secara
utuh.
“ ... Jangan khawatir tentang hari esok, karena hari esok memiliki kesusahannya sendiri ...”
Kisah ini tentang
petualangan lima orang kru sebuah stasiun televisi yang baru selesai membuat
salah satu episode di Agats dan hendak kembali ke Timika sebelum bertolak ke
Jakarta. Mereka adalah Senna, Totopras, Sambudi, Bagus dan Hara – satu-satunya
wanita dalam tim sekaligus anggota terbaru yang baru pertama kali ikut dalam
tim lapangan. Keberangkatan mereka menggunakan longboat pada tanggal 6 Juni 2006 dengan perkiraan cuaca cerah dan perjalanan
lancar, ternyata harus berhadapan dengan kekuatan alam yang mengerikan.
Menjelang tengah hari, mendadak lautan berubah menjadi ganas hingga kapal
mereka terbalik. Senna, Totopras, Sambudi dan Hara berhasil berkumpul dan
berpegangan pada dry box berukuran 50
cm, sedangkan Bagus bersama Luky, Yunus dan Agus bertahan pada longboat yang terbalik. Arus laut yang
ganas memisahkan dua kelompok manusia, terombang-ambing di samudra luas.
Fakta di balik
tragedi yang menimpa tim Jejak Petualang pada tanggal 6 juni 2006 sehingga
menyebabkan hilangnya salah seorang anggota tim beserta 3 orang awak kapal yang
tidak diketahui nasibnya hingga buku ini terbit, ternyata bukan fokus utama
penulis untuk sajian kisah Negeri Para Roh. Ketakutanku akan gambaran
mengerikan tentang korban-korban yang terdampar di tengah lautan, menempati
porsi yang kesekian, karena alih-alih menitik-beratkan pada kesedihan dan
kehilangan serta ketakutan yang membayangi benak akibat peristiwa itu, penulis
mengajak pembaca untuk menghayati dan menyelami makna kehidupan yang tersirat
pada perjalanan setiap tokoh dalam kisah ini. Senna – tokoh pemimpin yang
dipercaya oleh segenap anggota, selalu melangkah paling depan dan berpikir
positif, harus berjuang mengatasi rasa bersalah akibat kehilangan anggota tim,
walau semua yang terjadi merupakan kuasa Tuhan.
“... Ia hanya mempertanyakan di manakah posisi Tuhan dalam hal ini; Tuhan yang konon menguasai segalanya, dan lebih besar daripada kekuatan apa pun di semesta nana pun. Apakah Tuhan sungguh-sungguh ada? Mengapa Ia membiarkan hal itu terjadi? ...”
Totopras –
sahabat karib Senna, pria yang lebih percaya takhayul, hal-hal mistis dan
supranatural, selalu pesimis dan cenderung negatif pada setiap situasi, berubah
sepenuhnya usai tragedi dan memiliki keyakinan teguh akan kuasa serta kehendak
Tuhan. Pasrah bukan berarti menyerah melainkan berseraj pada kehendak Yang
Kuasa dan menerima apa pun yang terjadi – sebuah kepercayaan yang sulit
dijalani, muncul saat kematian didepan matanya. Sambudi dan Hara, yang
senantiasa berselisih karena kebencian ‘aneh’ yang muncul dari diri Sambudi
terhadap Hara, mengalami proses panjang dan penuh onak-duri untuk membuka hati
serta pikiran, apa sebenarnya ada dalam hati masing-masing. Dan sebagai benang
merah kisah ini, sosok Bagus yang hilang, ditampilkan sebagai penengah dalam
konflik dan gejolak yang terjadi dalam timnya. Bagus bukan pemimpin atau yang
lebih tua atau yang lebih muda dalam kelompoknya.
Namun ia memiliki
keceriaan dan sikap ‘welas-asih’ yang mampu bertegang rasa pada pribadi yang
berbeda-beda. Kehilangan Bagus sangat terasa bagi yang pernah mengenal dan
dekat dengan dirinya, namun kenangan akan setiap perbuatan dan kata-katanya
membekas dalam hati, bahkan jauh usai ‘kematiannya’ perlahan direlakan oleh
sebagian dari mereka. Dengan latar belakang kehidupan penduduk Asmat, lokasi
terpencil yang membuat mereka hidup serba kekurangan dan sangat minimalis dalam
segala hal, bertolak belakang dengan keceriaan, keyakinan serta kepercayaan
yang mereka jalani setiap hari. Bahwa alam semesta yang ada di sekelilingnya
merupakan perwujudan nyata ‘sosok’ yang ditakuti, disegani dan dihormati
melalui takhayul, mitos dan legenda, pengakuan adanya kekuatan serta kuasa di
luar manusia. Ini adalah kisah yang manis, menyentuh dan meninggalkan ‘bekas’
tersendiri usai membacanya ...
“Tak seorang pun ingin dilupakan. Itu sebab manusia mengabadikan jejaknya pada segala sesuatu yang pernah disentuhnya. Menulis buku. Menjadi penemu. Menjadi kekasih. Memimpin bangsa besar, bahkan yang meninggalkan trauma sekalipun seperti Hitler. Atau sekedar mencorerkan nama di toilet umum pom bensin. Apa saja. Meninggalkan jejak. Diingat. Karena bagaimanapun, di dasar keberadaannya manusia sadar benar tentang ketidakabadiannya.”
~ Tokoh Di Balik
Kisah ~
Rosi L. Simamora,
awalnya ia dikenal sebagai penyunting dan penerjemah, sambil sesekali menulis
cerpen di waktu senggang. Baru sejak 2012 akhirnya ia memilih fokus menjadi
penulis. Ia menulis apa saja, mulai dari buku anak hingga novel dewasa,
biografi, novelisasi skenario film, bahkan menjadi ghostwritter. Tenggang waktu yang sempit tak pernah jadi penghalang,
juga hal-hal baru selalu disambut penuh semangat. Kini perempuan Sagitarius
yang tergila-gila pada Pinterest dan senang travelling ini sedang menekuni
bisnis baru yang datang dari hobinya menggambar dan bermain warna. Ia hidup
senang bersama 4 laki-laki Siagian, 4 doggy, 1 kura-kura, 2 landak albino, dan
1 tokek cerewet. Negeri Para Roh
adalah novel ketiganya. Dua karya terbitan Gramedia Pustaka Utama lainnya Secret Love (Teenlit) dan A Beautiful Mess (Metropop) tersedia di
toko-toko buku.
[ source ] |
Dody Johanjaya,
pria asal Cirebon ini sangat menggilai petualangan. Setengah usianya dihabiskan
untuk bertualang. Pendidikan Parmuka di SD hingga SMA, yang dilanjutkan dengan
bergabung di Mapala Universitas Indonesia (Mapala UI), telah menempanya menjadi
petualang tangguh. Bukan hanya satu kali ia berkeliling Indonesia menjelajahi
berbagai obyek wisata serta lokasi petualangan luar biasa dan eksotik di
pedalaman Kalimantan, Flores, Sulawesi, Sumatra, Papaua, dan lain-lain. Kecintaannya
pada dunia petualangan dan alam serta budaya masyarakat tradisional Indonesia
mendapat penyaluran ketika ia bersama timny menciptakan program Jejak
Petualang. Keinginannya hanya satu, agar masyarakat Indonesia lebih mencintai
Tanah Air, karena keindahan alam, keanekaragamam budaya, dan keunikan
masyarakatnya tidak ada duanya di seluruh dunia.
[
Info selengkapnya silahkan berkunjung di sini : Situs Resmi | Blog | Twitter | Facebook | Surel ]
[ source ] |
Bagus Dwi,
yang namanya diabadikan sebagai salah satu karakter dalam kisah ini, adalah
anggota tim Jejak Petualang yang hilang dalam tragedi 6 juni 2006, bersama dengan
tiga awak longboat asal Agats, Kabupaten Asmat, dan belum diketemukan hingga
buku ini terbit. Bagus adalah camerawan tim Jejak Petualang, dikenal sebagai
pekerja keras dan profesional, karyanya berupa gambar-gambar fenomenal, membuat
program Jejak Petualang dikenal luas dan melegenda. Walau karakter kisah ini
merupakan hasil imajinasi penulis, esensi sosok Bagus Dwi menjadi ‘roh’
tersendiri yang membuat kisah ini sedemikian nyata bagi pembaca.
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/