Books
“LAGU TERAKHIR”
Judul Asli : THE LAST SONG
Copyright © 2009 by
Nicholas Sparks
Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Alih Bahasa : Hetih
Rusli
Editor : Ruth
Pricillia Angelina
Desain sampul :
Marcel A.W.
Cetakan I : November
2015 ; 520 hlm ; ISBN 978-602-03-2120-2
Harga Normal : Rp. 99.000,-
Rate : 4 of 5
Mengenal nama
Nicholas Sparks tentu saja tak akan lepas dari karya-karya beliau yang
senantiasa mampu membuatku merasa emosional (baca : menangis menghabiskan tisue
berlembar-lembar) usai membaca karyanya. Sayangnya hal ini tidak kurasakan lagi
pada karya-karya terbaru edisi terjemahan yang rilis sepanjang 2-3 tahun
terakhir. Ketika mendengar kisah ini ‘akhirnya’ rilis, jujur diriku tidak
mengharapkan sesuatu yang lebih, apalagi versi adaptasi filmnya termasuk
kategori ‘lumayan’ menurutku, terlepas dari kesukaanku pada karakter Ronnie
yang diperankan oleh Miley Cyrus (sebelum ia berubah menjadi gadis pemberontak
dan penggemar sensasi ala Lindsey Lohan). Namun, sekali lagi diriku senantiasa
berusah memberikan kesempatan adil, karena tidak semua adaptasi film mampu
mencerminkan versi asli yang terkadang mampu mengejutkan pembaca / penonton,
dan kali ini pun hal itu terjadi.
Kisah dibuka dengan adegan
kilas-balik sosok Ronnie yang telah menata kepingan hatinya menghadapi aneka
kejadian sepanjang liburan musim panas yang ia jalani bersama ayahnya.
Bagaimana ia berusaha menjelaskan pada sang ibu, bahwa kehidupan tak akan
pernah sama dan ia telah menemukan panggilan hatinya, yang ditemukan justru
usai tragedi menyedihkan terjadi. Veronica ‘Ronnie’ Miller – gadis berusia
(akan) 18 tahun, terpaksa menjalani musim panas di Wrightsville Beach, Carolina
Utara bersama ayahnya, alih-alih menghabiskan waktu bersama teman-teman klubnya
di New York. Berbeda dengan adiknya Jonah – bocah berusia 10 tahun yang sangat
dewasa dan serius untuk anak seusianya, yang menyambut gembira akan
menghabiskan waktu bersama ayahnya. Ronnie sangat membenci situasi yang harus
ia hadapi.
Semenjak perpisahan
kedua orang tuanya 3 tahun silam, ia telah memutuskan hubungan dengan ayahnya,
sang mentor yang juga merupakan guru yang sabar dalam membimbing bakat musik
Ronnie sebagaimana dirinya juga merupakan pemain piano yang handal. Steve
Miller meninggalkan keluarganya tanpa penjelasan lebih lanjut, melanjutkan tur
demi tur yang menjadi fokus kehidupannya usai meninggalkan keluarganya, hingga
akhirnya ia memutuskan menetap di kota kelahirannya. Kini ia telah
mempersiapkan waktu khusus untuk bisa lebih dekat dan mengenal putri dan
putranya. Jonah bukanlah bocah yang patut dikhawatirnya, selain keingin-tahuannya
yang acapkali bisa dikatakan usil. Ronnie disisi lain merupakan bahan pemikiran
kedua orang tuanya.
Keluar masuk klub
bersama teman-teman pemabuk, hingga dua kali ditahan atas tuduhan ‘mencuri’
adalah salah satu alasan kuat mengapa sang ibu sengaja mengirim putrinya ke
tempat ayahnya. Sikap Ronnie yang membangkang dan selalu menentang apa pun yang
dilarang oleh sang ibu, termasuk usahanya untuk menghindari ayahnya, ternyata
tidak berjalan sesuai rencana. Karena Steve justru tidak pernah marah atau murka,
atau menghukum dirinya atas aneka pembangkangan yang ia lakukan. Bahkan ketika
Ronnie akhirnya melibatkan diri dalam masalah setibanya di kota Wrightsville,
dengan bergaul teman-teman baru yang merupakan gerombolan pengacau, yang bukan
saja menyebabkan dirinya dituduh melakukan pencurian di sebuah toko, tetapi
juga ancaman berbahaya dari cowok bernama Marcus yang memiliki kegemaran
bermain-main dengan api.
Hingga ia bertemu
dengan Will – cowok keren yang menabrak dirinya hingga soda tumpah di kaus Ronnie.
Will, pemain voli pantai yang menawan, pekerja bengkel yang ahli tentang mesin,
sekaligus sukarelawan akuarium yang bersedia membantunya menjaga sarang telur
penyu dari predator seperti sekawanan racoon. Will yang memiliki rasa humor
serta mengajarkan kenikmatan dalam memancing atau sekejar berjalan-jalan di
pantai yang penuh dengan kepiting laba-laba. Will yang membuka hatinya dan
membuatnya mulai menerima Steve dan kehadiarannya sebagai ayah sekaligus bagian
dari kehidupan sehari-hari. Namun di saat Ronnie mulai menerima perubahan besar
dalam dirinya yang ternyata menyenangkan dibandingkan sikap memberontak dan
negatif yang senantiasa ia jalani 3 tahun terakhir, hantaman-hantaman baru
mengguncang hidupnya. Membuat hatinya kembali porak-poranda.
Karena Will bukan
sekedar cowok biasa yang selama ini bersedia menemaninya nongkrong di pantai.
Bahwa Will menyimpan rahasia besar menyangkut nasib orang-orang yang ia kasihi,
terutama ayahnya, Steve Miller. Dan Steve Miller ternyata juga telah memendam
rahasia keluarga mereka selama 3 tahun terakhir, bahwa ia tak pernah
meninggalkan keluarganya, terutama kedua anak yang sangat ia cintai. Bahwa
Ronnie telah salah selama ini dalam memperlakukan orang-orang di sekelilingnya,
bahwa ia telah menyakiti mereka yang sebenarnya tak pernah berbuat kesalahan
selain mencintai dirinya apa adanya. Ketika Ronnie menyadari ini semua,
penyesalan nyaris tak berguna karena masa lalu tak bisa kembali dan waktu yang
akan datang ternyata datang sedemikian cepat dan Ronnie harus berlomba dengan
waktu yang tersisa untuk menikmati kebersamaan dan memahami makna kasih dalam
kehidupan.
Walau sudah bisa
menduga kemana arah kisah ini akan mengalir, tetap saja diriku menghabiskan
satu pack tisue nyaris pada mulai pertengahan hingga menjelang akhir kisah ini.
Sudah lama sekali tak pernah merasakan suasana penuh emosi dari karya-karya
penulis, dan The Last Song bisa kukatakan mendekati posisi nyaris setara dengan
Message in The Bottle atau The Walk To Remember (those two stories
are still on the top of my favorite’s list). Kekuatan emosi kisah ini bukan
hanya bermain-main pada Ronnie dan Will melainkan juga hubungan kuat antara
Ronnie dan Steve dan Jonah. Walau diriku sangat ingin mengetahui tentang ‘The Last Song’ yang ditulis oleh
Ronnie, sesuatu yang tampaknya sengaja tidak dijelaskan oleh penulis, maka
diriku hanya bisa menggunakan imajinasi lagu apa yang paling tepat sebagai
persembahan bagi sosok yang kau kasihi dan sekaligus sebagai ucapan perpisahan.
Satu hal yang bisa kukatakan, jika Anda pernah menonton versi adaptasi filmnya,
berikan kesempatan untuk membaca versi bukunya, dijamin hati akan luluh lantak
membaca kalimat demi kalimat yang menunjukkan keahlian Nicholas Sparks sebagai
penulis favoritku semenjak pertama kali membaca Message in The Bottle. Hanya siapkan tisue banyak-banyak sebelum
memulai kisah ini ....
Note :
Jika mengamati perjalanan
karir penulis, tentunya mengetahui bahwa hampir sebagian besar karya-karya
beliau diadaptasi ke layar lebar. Namun khusus untuk The Last Song, ide awal
penulisan justru muncul saat Miley Cyrus menghubungi Nicholas Sparks melalui
Jennifer Gipgot, menyatakan sebagai fans kisah maupun adaptasi ‘A Walk To
Remember’ dan berminat untuk membuat film layar lebar dari salah satu karya
Nicholas. Dari sinilah, kisah penulisan novel maupun skenario film mulai
dikerjakan oleh Nicholas Sparks bersama tim, termasuk masukan dari keluarga
Cyrus. Maka tak heran jika nuansa musikal serta hubungan keluarga yang
mengharu-biru terasa sangat kuat nyaris sepanjang kisah ini. Jika Anda termasuk
penggemar karya Nicholas Sparks, jangan ketinggaln untuk menyimak kisah yang
satu ini.
[
more about this author & related works, just check at here : Nicholas Sparks | on Goodreads
| on
Wikipedia | on IMDb | at Twitter ]
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments :
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/